Pensiunan PT Chevron Pacific Indonesia. Menjadi Pemerhati aspal Buton sejak 2005.

Negeri Ini Tak Punya Nyali, Pilih Impor Ketimbang Menggenjot Potensi Lokal

Sabtu, 9 November 2024 16:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kalau pemerintah tidak memiliki kemauan politik untuk mau mensubstitusi aspal impor dengan aspal Buton, maka satu-satunya jalan dan solusi adalah revolusi aspal.

***

Indonesia kaya raya akan sumber daya alamnya. Indonesia memiliki bahan mineral yang melimpah, seperti minyak bumi, batu bara, timah, nikel, bauksit, tembaga, biji besi, emas perak, dan aspal Buton. Tetapi mengapa rakyatnya masih tetap hidup miskin?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jawaban paling sederhana adalah karena hasil dari kekayaan alam Indonesia itu tidak sampai ke tangan rakyat yang berhak. Kekayaan itu hanya dinikmati segelintir orang saja. Padahal dalam UUD’45, Pasal 33, Ayat 3, sudah dinyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Undang-Undang Dasar (UUD) merupakan konstitusi negara yang mengatur dasar-dasar hukum negara, hak dan kewajiban warga negara, serta struktur pemerintahan. UUD 1945 adalah sumber hukum tertinggi di Indonesia.

Mengacu kepada UUD’45, Pasal 33, Ayat 3, di atas, apa yang telah terjadi dengan sumber daya aspal alam yang terdapat di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara? Apakah pemerintah Indonesia telah terang-terangan melanggar hukum UUD’45, Pasal 33, Ayat 3, dengan melakukan impor aspal?

Harus diketahui deposit aspal alam di Pulau Buton jumlahnya sangat luar biasa. Jadi, tidak tanggung-tanggung, pelanggaran hukum ini telah berlangsung selama 45 tahun tepat di hadapan mata kita. Lho, kok tidak ada satupun pihak yang berani mempertanyakan?

Dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan diatur tentang kebijakan perdagangan luar negeri yang mencakup impor dan ekspor. Selain itu juga diatur penerapan kebijakan perlindungan pasar domestik.

Undang-Undang ini mengatur bahwa negara dapat mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan impor barang, terutama jika barang tersebut sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan kualitas yang baik dan harga yang kompetitif. Impor barang yang dapat diproduksi dalam negeri dapat dibatasi atau dilarang untuk mendukung industri domestik.

Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, menciptakan banyak lapangan kerja, dan mengurangi ketergantungan pada barang impor. Pemerintah dapat menetapkan kebijakan pembatasan atau larangan impor apabila produk yang diimpor sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan kapasitas yang memadai.

Undang-Undang ini sudah jelas-jelas menyatakan apabila produk sudah dapat dibuat di dalam negeri, maka produk tersebut tidak boleh diimpor lagi. Sekarang mari kita bedah masalah asal Buton. Mengapa Indonesia mengimpor aspal selama 45 tahun? Apakah aspal Buton tidak mampu mensubstitusi aspal impor?

Hal ini merupakan topik yang sangat menarik untuk menjadi bahan diskusi di dalam acara audensi antara anggota DPR RI dengan wakil pemerintah. Tetapi sayangnya, sudah 45 tahun lamanya, DPR RI tidak pernah tertarik dengan masalah impor aspal yang berpotensi merugikan negara, karena telah melanggar Undang-Undang.

Indonesia ini memang lucu. Pada tahun 2022, Bapak Rahmat Gobel, Wakil Ketua DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), sudah pernah mengusulkan kepada pemerintah untuk Indonesia swasembada aspal. Mirisnya, masukan yang bagus ini tidak pernah mendapatkan perhatian dan tindaklanjut dari pemerintah.

Dan anehnya lagi, Pak Rahmat Gobel, sebagai Wakil Ketua DPR RI Bidang Iindustri dan Pembangunan, juga tinggal diam saja. Tidak ada upaya-upaya khusus untuk mau mengundang wakil-wakil pemerintah, untuk menanyakan, mengapa masukan dari DPR RI yang sangat berharga ini tidak mendapatkan tanggapan dan tindaklanjut dari pemerintah?.

Penulis sebagai pemerhati aspal Buton menilai bahwa pemerintah sudah berada di dalam zona sangat nyaman karena selama 45 tahun telah mengimpor aspal, sehingga kenikmatan ini ingin terus dilanjutkan selama-lamanya. Buktinya selama 79 tahun Indonesia merdeka, ada masukan dari DPR RI untuk swasembada aspal, tetapi tidak dihiraukan. Impor aspal jalan terus. Jadi, suara DPR RI ini telah dianggap sebagai apa? Angin lalu ?

Kalau kita baca-baca berita di media, kebijakan impor itu rawan korupsi. Terakhir adalah berita viral mengenai kasus korupsi impor gula yang telah menjadikan mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong menjadi tersangka, karena telah merugikan negara sebesar Rp400 milyar.

Indonesia telah mengimpor aspal selama 45 tahun. Dan DPR RI tidak pernah menanyakan masalah ini kepada pemerintah. Jadi kelihatannya masalah impor aspal ini telah mendapatkan perlakuan khusus, sehingga tidak ada yang berani menyentuhnya.

Sebagai pemerhati aspal Buton, penulis berpikir, seharusnya pemerintah patuh terhadap UUD’45, Pasal 33, Ayat 3, yang menyatakan dengan tegas bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Tetapi mengapa pemerintah tidak patuh? Apakah karena Indonesia sudah berada di dalam zona sangat nyaman impor aspal? Sampai kapankah Indonesia akan terus mengimpor aspal?

Research and Technology Center (RTC) Pertamina telah melakukan studi kelayakan untuk membangun pabrik ekstraksi aspal Buton pada tahun 2020. Hasil dari studi kelayakan tersebut menyatakan bahwa harga aspal Buton ekstraksi lebih murah daripada harga aspal impor.

Tetapi anehnya, informasi penting ini tidak mendapatkan perhatian, baik dari Pertamina sendiri, maupun dari pemerintah. Apakah karena Indonesia sudah berada di dalam zona sangat nyaman impor aspal? Sampai kapankah Indonesia akan terus mengimpor aspal?

Pemerintahan pak Prabowo harus berani langsung turun tangan untuk membenahi masalah impor aspal yang sudah berjalan selama 45 tahun tanpa adanya pihak-pihak yang bernyali untuk  menanyakannya. Apakah kebijakan impor aspal ini telah melanggar Undang-Undang Dasar’45, dan  Undang-Undang No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan?

Apabila impor aspal itu adalah untuk memenuhi kebutuhan aspal di dalam negeri, tetapi mengapa tidak ada upaya-upaya pemerintah untuk mau memanfaatkan aspal Buton yang jumlah depositnya sangat besar.

Bukti konkrit adalah mengapa studi kelayakan dari RTC Pertamina tidak ada tindaklanjutnya? Apakah pemerintah tidak mempunyai hati dan perasaan bahwa dengan melakukan impor aspal selama 45 tahun tersebut, sejatinya pemerintah telah menyakiti dan melukai hati rakyat Indonesia, khususnya rakyat Buton?

Pemerintah tidak menghargai dan mensyukuri nikmat karunia potensi besar dari aspal Buton untuk mensubstitusi aspal impor. Dan kalau pemerintah memang bersikeras dan tidak memiliki kemauan politik untuk mau mensubstitusi aspal impor dengan aspal Buton, maka satu-satunya jalan dan solusi adalah “Revolusi Aspal”.

Revolusi aspal adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan besar dalam pembangunan infrastruktur jalan dengan menggunakan aspal Buton ekstraksi yang bertujuan untuk memperbaiki akses transportasi, meningkatkan mobilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau negara.

Mudah-mudahan pak Prabowo sebagai presiden RI yang memiliki kekuasaan tertinggi di negara Republik Indonesia ini berani mewujudkan revolusi aspal sebagai sebuah kebijakan pemerintah yang strategis dan efektif untuk memberantas mafia impor aspal sampai ke akar-akarnya. Kalau pak Prabowo tidak berani, maka julukan Indonesia sebagai negeri tanpa nyali, mungkin benar adanya.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler