Pengen jadi Penulis meskipun Mamaku pengen aku jadi orang kantoran.

Kota Medan dan Segala Luka yang Kupunya

Minggu, 10 November 2024 20:21 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bawa aku pergi dari sini...

Aku kira ingatan itu akan memudar perlahan. Sialnya, lemahku susah melupa. Semakin aku bertumbuh dewasa, semuanya terus mengejar dan berputar-putar. Diusir satu per satu malah semakin menerkamku. Jiwaku digerogoti rasa cemas. Luka lama belum kunjung sembuh. Lukanya terus basah seperti pertama kali terluka.

Aku berusaha…

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Coba usaha ini itu demi melupa, walau itu hanya bersifat sementara. Lalu ingat kembali dan menangis lagi di kamar. Lempar lagi, barang-barang di atas meja kerja diserak, dan teriakan semakin kencang. Aku mulai meredup, apa yang ku punya selama ku hidup.

Masa kecil di kota ini, kota kelahiranku. Aku masih ingat wajah-wajah kawan sebaya walau namanya samar-samar hidup dalam ingatanku. Apa yang pernah dilewatkan? Disana semua cerita dimulai. Kehidupan dimulai disana. Hidup terasa lebih berwarna disana.

Sampai akhirnya manusia-manusia ini berubah entah karna masanya sudah habis atau punya permainan baru yang lebih menarik. Yang lama ditinggal begitu saja, sudah senang ditinggal. Otaknya dimana?

Anak kecil umur 13 tahun dipaksa mengerti sebuah perselingkuhan. Papa dan Mamamu kenapa? Tanya orang-orang sialan yang butuh bahan gosip. Di warung berkumpul ditemani beberapa bungkus kuaci. Sore hari biasanya berkumpul di teras rumah melanjutkan kembali pekerjaan setan itu. Kunyah terus kerupuk itu sambil memonyongkan bibir saat bergosip.

Cerita ini dan itu. Orang-orangnya itu saja.

Kenangan Natal yang indah. Bulan Desember yang selalu aku tunggu. Aku masih ingat jelas, ada banyak kue di atas meja ruang tamu. Papa sering ajak keluar jalan-jalan. Walau hanya ke supermarket, senangnya minta ampun. Diajak makan mie ayam dan kesukaan kami berdua adalah pangsit.

Mama menangis. Papa berlutut. Aku melihat semua yang sedang terjadi. Diam-diam mengendap dibalik meja belajar kakakku. Fokus pada bisikan mereka berdua di teras rumah. Masalah orang dewasa yang sulit untuk dipahami oleh aku, anak kecil umur 13 tahun.

Sekolah mulai uring-uringan. Bolos sekolah dengan alasan ingin menenangkan diri. Orang-orang pikir aku gila. Mulai penasaran dan sengaja mendekat hanya untuk mengorek saja. Pergi sana! Kalian semua setan!

Tangisku pecah saat berada di sebuah restoran siap saji. Pagiku disana menatap kehidupanku dalam duka tangis. Apa salahku? Siapa ingin seperti ini? Aku berada disekitar kerapuhan, kecemasan dan banyak kekecewaan. Lalu tumbuh dewasa menjadi orang gila. Walau tidak sungguhan gila, tapi logika sering kepentok. Sudah ambil saja tali, atau minum saja obat pembersih lantai. Dunia terlalu kejam.

Papa sudah bersama keluarga barunya. Mama lebih peduli dan sayang pada anak laki-laki kesayangannya. Besok kalau Mama meninggal, dia harus memulai dan dipaksa terbiasa segalanya sendiri. Tidak ada lagi pembantunya. Wanita mana yang ingin jadi babunya? Semoga umur wanita itu panjang dan tidak berakhir juga seperti perpisahan Papa dan Mama.

Kota ini penuh luka. Semua disini.

Selingkuhannya Papa hidup tenang walau dia sudah menghancurkan. Wahyu dan Rahmat mendapat perhatian yang selama ini aku dambakan. Kurang semuanya, mulai dari kasih sayang, uang jajan, bahkan belaian yang harusnya ku dapat agar aku tumbuh menjadi anak yang percaya diri.

Besok aku ingin meninggal, segera. Atau pergi dari kota ini selamanya dan tak pernah kembali. Kubur semuanya dan mulai lagi kisah baru tanpa setan-setan itu.

Kalian setan. Kalian luka.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Acha Hallatu

Penulis Indonesiana

2 Pengikut

img-content

Lo Memang Harus Pergi

Sabtu, 30 November 2024 09:21 WIB
img-content

Boboknya Jam 10 Ya Sayang

Jumat, 29 November 2024 20:37 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
img-content
Lihat semua