Gemar berbagi melalui ragam teks fiksi dan nonfiksi.

Penampakan Mealworm Serangga Pemakan Plastik yang Ditemukan di Kenya

Senin, 11 November 2024 17:10 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ilmuwan menemukan cacing yang dapat mengurangi ancaman sampah plastic. Penelitian ini memiliki manfaat lingkungan dan ekonomi, serta menawarkan pendekatan berkelanjutan.\xd\xd

Di saat komunitas global terus bergulat dengan krisis sampah plastik, para ilmuwan telah menemukan kemampuan Mealworm untuk memakan plastik. Ini tentu membawa harapan baru untuk masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan. Para ilmuwan dari Pusat Fisiologi dan Ekologi Serangga Internasional (ICIPE) telah menemukan solusi yang menjanjikan bagi masalah sampah plastik yang terus meningkat. Sebuah studi yang diterbitkan pada Scientific Reports mengungkap potensi Mealworm untuk memakan dan mengurai plastik, yang menawarkan pendekatan yang berkelanjutan dalam menangani krisis pencemaran plastik.

Dr Fathiya Khamis, seorang ilmuwan senior di ICIPE dan peneliti utama studi tersebut, menjelaskan bahwa kemampuan Mealworm untuk mencerna plastik disebabkan oleh konsorsium bakteri yang ditemukan di dalam ususnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Dengan demikian, baik Mealworm maupun bakterinya dapat dimanfaatkan untuk mengurai plastik," ujarnya.

Ia mengatakan meskipun Mealworm sering disalahartikan sebagai cacing biasa, sebenarnya mereka adalah larva dari kumbang Darkling. Yellow Mealworm  atau tenebrio molitor adalah spesies kumbang Darkling dan telah digunakan di seluruh dunia untuk mengurai plastik.

"Namun, ini adalah pertama kalinya Mealworm yang lebih kecil, yang berasal dari Afrika, didokumentasikan memiliki kemampuan ini."

Menurut laporan dari USAID tentang Unlocking the Plastics Value Chain, atau ‘Membuka Rantai Nilai Plastik', polusi plastik terus menjadi masalah yang signifikan di Kenya, meskipun ada komitmen dan kebijakan nasional yang bertujuan untuk menguranginya. Diperkirakan 92 persen sampah plastik tidak dikelola dengan baik, dengan hanya tujuh persen yang didaur ulang.

Pengelolaan yang salah ini menyebabkan 37 kiloton sampah plastik bocor ke lingkungan dan lautan setiap tahunnya. Secara global, lebih dari 400 juta ton plastik diproduksi setiap tahun, namun kurang dari 10 persen yang didaur ulang, dan sekitar 19-23 juta ton berakhir di lautan, sungai, dan danau.

Dampak lingkungan dari sampah plastik sangat buruk, karena mencemari air, merusak ekosistem, berkontribusi pada degradasi tanah, dan memasukkan bahan kimia beracun ke dalam rantai makanan. Studi ICIPE menunjukkan bahwa meskipun Afrika hanya memproduksi lima persen dan mengonsumsi empat persen plastik dunia, namun plastik sekali pakai semakin banyak ditemukan di benua tersebut.

"Dengan ini, Afrika telah menjadi wilayah paling tercemar kedua di dunia," demikian hasil penelitian tersebut. Para peneliti ICIPE berfokus pada kemampuan ulat bulu untuk mengonsumsi polistiren, yang merupakan salah satu plastik mikro yang paling umum dan bermasalah. Polistiren banyak digunakan pada wadah penyimpanan makanan, piring dan gelas sekali pakai, bahan pengemasan, serta insulasi untuk konstruksi.

Metode daur ulang polistiren yang ada saat ini, seperti proses kimia, termal, dan mekanis, sangat mahal dan sering kali menghasilkan produk sampingan beracun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan.

"Studi kami menunjukkan bahwa ulat tepung yang berukuran lebih kecil dapat menelan hingga 50 persen polistiren, terutama styrofoam, salah satu jenis polistiren," ujar Evalyne Ndotono, seorang peneliti dari ICIPE sebagaimana dikutip dari laman the-star.co.ke.***

 

 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler