Obrolan Warkop
Rabu, 13 November 2024 14:18 WIBKesalahan bisa fatal, datang tibatiba dari diri sendiri. Ini contohnya. Selamat siang Bapak. Mohon maaf. Sabuk pengamannya mohon dipakai. Suara petugas tertib lalulintas, muncul tepat di pintu kiri kendaraan, menegur hamba amat santun. Mati berdiri hamba malunya babak belur deh.
Ketika sebuah karya dilahirkan oleh seorang seniman, seumpama. Apapun bentuk karya itu, ekspresionis-kah atau impresionis-kah ataupun abstrak, bisa juga realisme plus modern-meminjam istilah umum seni, berseni atau berkesenian.
Nah, zaman berlari boleh seenaknya beristilah ke.isme.an seperti ismeseni di atas itu, barangkali seniman sebagai personal bebas, pemilik rahasia hati-publik tetap boleh menikmati karya sang seniman, di panggung, di ruangan multifungsi. Hampir mirip istilah politik umum, jujur adil alias jurdil. Nah.
Mungkin saja, sang seniman memilih judul karya dari hasil cernaan sebab akibat lingkungan sekitar ataupun lebih luas, bergantung pada kehendak wawasan karya telah dilahirkan oleh sang seniman tersebut.
Bukankah demikian? Kalau bukan, juga, enggak apaapa, sebab pilihan judul untuk sebuah karya seni tetaplah domain entitas estetika nurani bening sang seniman.
Sang kreator seni, pastilah tabu, mencongak kiri kanan, apalagi untuk sekadar memberi judul karyanya. Apakah demikian? Kalau tak jua demikian, ya oke saja lah tak apaapa pula. Salam damai selalu.
**
Walah! Lagilagi zaman berlari, bergantung pembawa tutur kabar berita. Simpangsiur ataupun tidak, bentuk kabar berita tersebut bergantung pasar adonan musiman.
Kalau musim duren, misalnya nih, maka ramailah pasar duren, semua enak, semua lezat sekalipun ada ulatnya, bagaikan tak tampak lagi. Seolaholah tak tampak pula opsi alternatif lebih baik.
Karena pasar telah memberi kabar, duren memang enak sekaligus lezat, meskipun artian enak atau lezat, nyaris serupa, mungkin. Sekalipun kadangkadang samarsamar menjangkau lapangan absurd. Namun informasi terlanjur bilang, duren ini lezat.
Misalnya, ada, saja deh, pelanggar batas garisgaris penyeberangan pejalan kaki, sekalipun ada lampu ramburambu lalulintas. Seperti hamba dengan sahabat saat pulang off road-naik jeep kabin terbuka masih dekil and dekumel, hamba asik baca koran.
Sahabat hamba, sudah menegur hamba, "Bro pakai sabuk pengamannya", sebelum berhenti di lampu merah Bunderan Patung Api Sudirman arah Semanggi, namun hamba asyik baca koran. Ini kejadian masa lampau.
"Selamat siang Bapak. Mohon maaf. Sabuk pengamannya mohon dipakai." Suara petugas tertib lalulintas, muncul tepat di pintu kiri kendaraan, menegur hamba amat santun. Mati berdiri hamba malunya babak belur deh. Hamba benarbenar keok. Serasa semua mata melotot memperhatikan hamba di tengah padat lalu lintas, siang itu.
Bersegera hamba meminta maaf "Mohon tidak diulangi lagi ya Pak." Suara santun, tegas, petugas itu, membuat hamba K.O. Asli malu banget.
Sejak peristiwa malumaluin diri hamba itu. Senantiasa, chek and recheck, kalau naik kendaraan sekalipun nebeng. Terima kasih Pak Polisi, anda telah mendidik hamba.
**
Sang Pencipta, memberi ruh kehidupan untuk jasmani, agar menjadi, jasmani hebat, baik, benar, lurus akalbudi kesinambungan untuk anak cucu kelak, ada keteladanan tersampaikan terang temarang-enggak seperti hamba kejadian di atas itu. Jangan ditiru ya. Kacau.
Serupa takdir sang empu ahli pembuat keris atau cogan alam sakti multiguna. Tak satupun tau sejak kapan pusaka sakti itu selesai-lalu pusaka itu menghilang di babad zaman lantas muncul menjadi kisah sejarah keteladanan, kepiawaiannya. Itulah rahasia alam semesta fitrah Ilahi. Salam Indonesia Keren. Anti korupsi. Jreng!
***
Jakarta Indonesiana, November 13, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Ngawang di Awan
13 jam laluPohon Mati Kala Mitos Senja
3 hari laluBaca Juga
Artikel Terpopuler