Mengenal Lebih Dekat Museum Multatuli, Museum Antikolonialisme Pertama di Indonesia
Kamis, 14 November 2024 14:35 WIBBagaimanapun yang namanya penjajahan hanya akan melahirkan penderitaan bagi bangsa yang terjajah akibat dari perlakuan buruk dan ketidakadilan, maka sosok Multatuli sebagai seorang penulis hadir dengan perjuangan lewat hasil pemikiran karyanya.
***
Dalam rangka memperdalam ilmu pengetahuan dan menambah wawasan serta pengalaman bagi mahasiswa guna mendukung pentingnya penerapan dari mata kuliah Manajemen Museum, oleh karena itu mahasiswa perlu melakukan observasi dengan berkunjung langsung ke sebuah meseum.
Maka pada hari Kamis, di tanggal 7 November 2024, saya dan teman-teman seangkatan dari program studi Perpustakaan dan Sains Informasi (Perpusinfo) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, serta di dampingi oleh bapak dosen melakukan program kegiatan "Study Tour" menuju ke daerah provinsi Banten. Saya beserta rombongan berangkat dari Bandung dengan menggunakan jasa travel untuk transportasi dan akomodasi selama kegiatan "Study Tour" berlangsung.
Tepatnya adalah kami berkunjung ke salah satu museum bersejarah yaitu Museum Multatuli yang berlokasi di wilayah kabupaten Lebak, provinsi Banten. Dimana dengan lokasi wilayah berdirinya Museum Multatuli tersebut pada 18 Februari 2018, sehingga termasuk pula dalam bagian dari sejarah Lebak. Tiket masuk ke Museum Multatuli terbilang murah, untuk umum dikenakan dengan harga Rp. 2000, pelajar dengan harga Rp. 1000, dan mancanegara dengan harga 15.000. Jam operasional Museum Multatuli ini buka dari hari Selasa sampai dengan hari Minggu. Di hari Selasa sampai hari Jumat, buka dari jam 08.00 - 16.00 WIB, sedangkan di hari Sabtu dan Minggu, buka dari jam 09.00 - 15.00 WIB. Museum Multatuli tutup pada hari Senin dan libur nasional.
Dari Museum Multatuli, kami mahasiswa dapat melakukan observasi atau belajar dengan melihat secara langsung bagaimana pengelolaan manajemen dari sebuah meseum. Diantaranya yaitu dari cara museum tersebut di dalam menyimpan dan memelihara koleksi-koleksinya yang bersejarah dari masa lalu. Seperti ketika bangsa Indonesia masih dalam masa penjajahan Belanda, yang ternyata masih terawat atau terjaga dengan baik peninggalan tersebut sehingga masih dapat di lihat sampai saat ini. Terutamanya adalah dari hasil pemikiran dan karya Multatuli, yang mana "Multatuli" berasal dari bahasa Latin dan memiliki makna: "banyak yang aku sudah derita", merupakan nama pena atau sebagai nama samaran dari seorang penulis Belanda Eduard Douwes Dekker yang terkenal dengan Max Havelaar (1860), novel satirisnya yang berisi kritik atas perlakuan buruk para penjajah terhadap orang-orang pribumi di Hindia Belanda.
Adapun Museum Multatuli sampai saat ini memiliki jumlah koleksi sebanyak 270.000. Koleksi-koleksi yang terdapat pada museum ini banyak menceritakan sejarah peninggalan dari Multatuli, pergerakan masyarakat Banten, dan budaya Lebak. Koleksi-koleksi tersebut disimpan dalam 7 (tujuh) ruang yang saling terkait satu dengan lainnya. Mulai dari ruang yang pertama adalah Ruang Selamat Datang, yang menyambut kita dengan mozaik wajah Multatuli yang terbuat dari potongan-potongan akrilik. Kemudian yang kedua adalah Ruang Kolonialisme, yang menyuguhi kita dengan konsep kedatangan Belanda ke Nusantara terutama di Banten. Selanjutnya yang ketiga adalah Ruang Tanam Paksa, menceritakan kepada kita tentang masa tanam paksa. Berikutnya yang keempat adalah Ruang Multatuli, menceritakan tentang kisah Multatuli dan karyanya Max Havelaar dengan kisah keadaan Lebak pada masa beliau menjabat sebagai Asisten Residen di Lebak. Dilanjutkan yang kelima adalah Ruang Banten, ruang inilah yang menceritakan pergerakan-pergerakan masyarakat Banten dalam melawan penjajah. Lalu yang keenam adalah Ruang Lebak, menceritakan sejarah Lebak secara kronologis dan dilengkapi video dan hasil budaya Lebak. Terakhir, Ruang Rangkasbitung, ruang ini adalah temporer sekaligus ruang menuju pintu keluar museum. Di dalam ruangan ini juga terdapat buku-buku Max Haveelar yang dapat dibaca oleh pengunjung serta beberapa profil orang-orang yang memiliki kisah di Rangkasbitung.
Dalam hal pengadaan koleksi yang terdapat pada Museum Multatuli ini kebanyakan adalah bentuk replikanya, untuk itu museum juga bekerjasama yang salah satunya dengan Arsip Amsterdam di Belanda mengenai koleksi seperti surat Multatuli kepada raja, tipografi wajah Multatuli dan sejenisnya. Museum Multatuli juga membuat website bersama dengan University Van Amsterdam yang bernama Multatuli.online, dalam website tersebut terdapat semua kumpulan novel Max Haveelar dari seluruh dunia, sekitar ada 100 cover dari berbagai bahasa seperti Bahasa Korea, Bahasa Jepang, Bahasa Arab, beberapa bahasa dari negara pecahan Uni Soviet, dan Bahasa Inggris. Museum Multatuli juga membeli sekitar 100 foto masih dalam berbentuk mikrofilm dari ANRI (Arsip Negara Republik Indonesia) mengenai kedatangan Soekarno ke Banten. Ada juga pengadaan koleksi melalui pemberian dari masyarakat misalnya kecapi badui, teruntuk koleksi pemberian dari masyarakat harus disesuaikan dengan tema karena museum juga tidak mau menjadi museum yang hanya seperti menyimpan barang rongsokan dan memenuhi tempat saja.
Untuk membuat Museum Multatuli ini lebih dikenal lagi dan banyak dikunjungi oleh seluruh lapisan masyarakat, pastinya sebagai pengelola museum harus melakukan yang namanya promosi.
"Bulan Maret pemda Lebak mengirim surat bahwa semua dinas harus punya Website, Instagram, Facebook, Youtube, Twitter, tapi museum ini belum ada apa-apanya, bahkan saya mendahului bupati", kata bapak Ubaidillah selaku kepala Museum Multatuli kepada saya dan teman-teman saat kami berkumpul dan berdiskusi di Aula Museum Multatuli.
"1 Januari 2017 pada saat saya datang kesini, saya langsung bikinkan Website, Instagram, Facebook, Youtube, Twitter untuk Museum Multatuli, jadi itu awalnya, kata saya gratis inilah membuat medsos dan bahkan sekarang satu Instagram bisa terhubung ke beberapa medsos. Lalu, pada tahun 2020 ada dari anak-anak ITB ingin membuat virtual museum, jadi sebenarnya saya dibantu juga dengan teman-teman yang diluar," lanjut Bapak Ubaidillah.
Dari pernyataan Bapak Ubaidillah tersebut, kita dapat mengetahui bahwa teknik promosi yang dilakukan pada Museum Multatuli ini adalah melalui media sosial. Hal ini seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi di era modern dan serba digitalisasi seperti sekarang ini, yang mana meliputi hampir di seluruh bidang. Oleh sebab itu, dalam pengelolaan manajemen Museum Multatuli pun harus dapat bertranformasi yaitu dengan memanfaatkan teknologi informasi, termasuk salah satunya adalah melalui media sosial sebagai teknik promosinya.
Selesai melakukan kunjungan observasi, kami pun melanjutkan perjalanan menuju hotel untuk beristirahat. Rasa lelah, kantuk dan penat terasa hilang seketika, karena pada esok harinya kami singgah ke pantai Anyer yang berada tepat di belakang hotel tempat kami menginap untuk menikmati suasana pantai seperti semilir angin dan deburan ombak dari pemandangan pantai Anyer yang indah, sebelum nantinya kami harus kembali balik ke Bandung. Walaupun perjalanan yang ditempuh lumayan melelahkan, namun bagi kami, kegiatan observasi dalam program "Study Tour" ini tentunya akan sangat bermanfaat dan membantu nantinya di dalam menerapkan ilmu yang kami dapat di bangku kuliah serta akan menjadi pengalaman yang sangat berharga juga sekaligus menyenangkan karena kegiatan ini termasuk dalam wisata edukasi.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Mengenal Lebih Dekat Museum Multatuli, Museum Antikolonialisme Pertama di Indonesia
Kamis, 14 November 2024 14:35 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler