Masyita Crystallin adalah Partner at Systemiq and Head of Asia Pacific Sustainable Finance and Policy. Ia juga menjabat sebagai Co-chair Deputy of Coalition of Finance Minister for Climate Action. Berbekal pengalaman sebagai Staf Khusus Menteri Keuangan RI, Kepala Ekonom di Bank DBS Indonesia dan ekonom Bank Dunia, Masyita telah memainkan peran strategis dalam perumusan kebijakan fiskal dan makroekonomi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, ia juga berperan sebagai Dewan Komisaris Indonesia Financial Group (IFG) yang merupakan holding asuransi, penjaminan dan pasar modal. Masyita menyandang gelar PhD dari Claremont Graduate University. Ia ingin memberikan sumbangsih pada kebijakan ekonomi Indonesia termasuk ekonomi dan aksi iklim global.

Surplus USD 5,9 Miliar: Momentum Penguatan Ekonomi Nasional

Minggu, 24 November 2024 11:40 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Capaian surplus transaksi pembayaran dan peningkatan investasi, menunjukkan ketahanan Indonesia dalam tekanan global. Namun, penurunan pada sektor industri dan konsumsi domestik, menunjukkan perlunya kebijakan serius dari pemerintah untuk memastikan stabilitas moneter, menjaga daya beli domestik, dan mendongkrak ekspor Indonesia.

Pada kuartal ketiga 2024, perekonomian Indonesia menunjukkan pemulihan signifikan dengan surplus transaksi pembayaran sebesar USD 5,9 miliar. Kenaikan transaksi finansial dan modal meningkat 122,1% telah menjadi pendorong besar surplus ini, setelah pada dua kuartal sebelumnya mengalami defisit mencapai pada angka USD 6,6 miliar.

Cadangan devisa turut menguat, mencapai USD 5,9 miliar, memberikan jalan bagi stabilitas moneter meskipun terdapat tantangan volatilitas pasar internasional yang perlu diwaspadai. Di sisi lain, defisit transaksi berjalan menyempit sebesar 32% menjadi USD 2,1 miliar, disebabkan adanya peningkatan ekspor jasa dan rasio penerimaan dari transaksi primer maupun sekunder.

 

Tantangan Industri: Peningkatan Impor dan Penurunan PMI

Impor bahan baku dan barang modal masing-masing meningkat sebesar 13,7% dan 10,9% mencerminkan kebutuhan industri yang kian bertumbuh. Namun, penurunan Purchasing Managers’ Index (PMI) dari 50,7 pada Juni menjadi 49,2 pada September, mencerminkan hadirnya tekanan struktural yang mengindikasikan penurunan konsumsi domestik. Penurunan ini juga diikuti oleh penurunan indeks penjualan ritel sebesar -2,9 poin pada kuartal ini dibandingkan kuartal sebelumnya, serta pengurangan tenaga kerja dan penghentian operasi pada beberapa perusahan.

Peningkatan impor bahan baku dan barang modal menegaskan adanya permintaan industri, tetapi penurunan PMI menjadi sinyal perlunya kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat, dan memastikan pertumbuhan lapangan kerja agar tetap stabil.

Baca juga: Indonesia dan Diplomasi Iklim di COP29: Peluang dan Tantangan di Tengah Geopolitik Global

Ekspor dan Investasi: Pilar Ketahanan Ekonomi Nasional

Ekspor utama Indonesia kepada mitra utama, termasuk China, AMerika Serikat, Jepang, India, dan Uni Eropa, terus mendominasi dengan komoditas unggulan batu bara, minyak sawit, dan produk manufaktur. Beberapa pasar, seperti Vietnam, Jepang, dan Amerika Serikat mencatat pertumbuhan signifikan masing-masing 30%, 18,7%, dan 17%. Namun, ekspor ke China dan Korea Selatan melambat masing-masing 12,7% dan 0,2%. Penurunan ekspor tersebut dipengaruhi salah satunya oleh penurunan ekspor bahan mentah nikel, setelah mencatat penurunan berturut-turut pada kuartal sebelumnya.

Investasi langsung asing mengalami peningkatan, terutama pada sektor industri pengolahan yang tumbuh Rp 4,7 triliun atau 4,7% dibandingkan kuartal sebelumnya. Pada investasi ini didominasi oleh Amerika Serikat, Singapura, Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan. Meski mengalami peningkatan yang memperlihatkan potensi besar, perlu diimbangi dengan pengelolaan investasi yang optimal agar dampaknya benar dirasakan dalam perekonomian domestik.

Baca juga: Menyongsong Pertumbuhan Ekonomi 8% di Indonesia, Mungkinkah?

Capaian surplus transaksi pembayaran dan peningkatan investasi, menunjukkan ketahanan Indonesia dalam tekanan global. Namun, penurunan pada sektor industri dan konsumsi domestik, perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah. Pemberian kebijakan yang tepat dapat menjaga stabilitas moneter, meningkatkan daya beli domestik, dan mendorong ekspor serta investasi modal asing.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Masyita Crystallin

Ekonom Senior dan Pakar Ekonomi Hijau

1 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler