Menantikan Komitmen Pejabat

4 hari lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content1
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setelah Pemilu 2024, banyak orang menduduki jabatan penting di negeri ini. Sebagian ada di lembaga legislatif, sebagian lagi di lembaga eksekutif. Komitmen mereka untuk mengabdi pada kepentingan bangsa dan negara dinantikan masyarakat.\xd\xd

***

Rangkaian Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 hampir rampung. Setelah Pemilu Legislatif  (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) dilaksanakan pada 14 Februari 2024, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pun digelar secara serentak pada 27 November 2024.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari Pemilu Legislatif, telah dihasilkan anggota legislatif periode 2024-2029 yang terdiri dari 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan 136 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Mereka sekaligus merangkap anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode yang sama. Pelantikan telah dilaksanakan pada 1 Oktober 2024 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Dari Pemilu Presiden, telah dihasilkan Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih untuk periode 2024-2029, yaitu pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Pelantikan telah dilaksanakan pada 20 Oktober 2024 dalam Sidang Paripurna MPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Sehari setelah pelantikan, Presiden Probowo langsung tancap gas dengan melantik anggota kabinetnya yang terdiri dari 48 menteri, 55 wakil menteri, dan 19 pejabat setingkat menteri. Kabinet “gemuk” ini diberi nama Kabinet Merah Putih. Dan mereka sudah mulai bekerja.  

Untuk tingkat daerah, Pemilu Legislatif menghasilkan anggota baru Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) periode 2024-2029 di 38 Provinsi dan 514 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Jumlahnya bervariasi berdasarkan jumlah penduduk di masing-masing daerah.

Dari Pilkada serentak yang baru dilaksanakan kemarin, ketetapan hasilnya masih menunggu keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) di masing-masing daerah, yang kemungkinan baru akan dilakukan 2-3 minggu setelah hari pemungutan suara.

 

Kontestasi

Di negara demokrasi, Pemilu adalah mekanisme yang diselenggarakan untuk mengekspresikan kedaulatan rakyat. Melalui Pemilu, rakyat diberi hak untuk memilih wakilnya di lembaga legislatif atau pemimpin yang akan duduk di lembaga eksekutif, baik pada tingkat lokal maupun nasional.

Melalui Pemilu, pejabat terpilih diharapkan memiliki legitimasi sekaligus mencerminkan representasi rakyat, sehingga dapat bertanggung jawab penuh untuk kepentingan masyarakat.

Selain hak memilih, warga negara juga diberi hak untuk dipilih, baik sebagai wakil rakyat di lembaga legislatif atau pejabat di lembaga eksekutif. Tentu dengan persyaratan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Banyak orang berambisi untuk dipilih menjadi pejabat publik melalui Pemilu. Aroma kontestasi pun menghiasi pesta demokrasi. Keinginan para calon untuk memenangkan dukungan publik dan menduduki posisi strategis dalam lembaga negara menjadi faktor pendorong utama.

Orang ikut kontestasi politik dengan beragam motif. Ada yang melihat pemilu sebagai kesempatan untuk meningkatkan status sosial atau ekonomi. Bagi mereka, mengikuti Pemilu adalah jalan menuju kekuasaan, pengaruh, prestise, dan pencapaian pribadi.

Di samping itu, ada juga individu yang ikut Pemilu karena terdorong untuk memperbaiki kondisi masyarakat atau menyelesaikan masalah tertentu seperti kemiskinan, pendidikan, atau lingkungan. Keikutsertaan dalam Pemilu dianggap sebagai cara untuk mewujudkan visi dan ide mereka terkait masalah tersebut. Motif ini tentu lebih elegan daripada yang pertama.

Apapun motifnya, demokrasi tidak bisa menolak keinginan warga untuk ikut Pemilu, termasuk mereka yang sekadar ingin berkuasa. Akibatnya, persaingan dalam Pemilu dapat mengambil bentuk yang beragam. Ada yang sehat dan positif, ada pula yang negatif. Semua itu tergantung pada sikap, strategi, dan etika yang dianut oleh para kandidat.

Persaingan yang sehat mencerminkan nilai-nilai demokrasi yang menjunjung tinggi integritas, kejujuran, dan penghormatan terhadap aturan main. Sementara itu persaingan yang tidak sehat biasanya dipicu oleh ambisi yang berlebihan atau kurangnya komitmen terhadap prinsip-prinsip demokrasi.

Tanda persaingan yang tidak sehat adalah adanya kampanye hitam, terjadinya praktik politik uang, politik identitas, keberpihakan aparatur negara pada kandidat tertentu, ketidaknetralan penyelenggara Pemilu, dan sebagainya.

Persaingan yang tidak sehat bisa berdampak buruk pada demokrasi, sekaligus menunjukkan bahwa bangsa ini belum matang untuk berdemokrasi. Pada bangsa yang belum matang berdemokrasi, nilai-nilai demokrasi mudah diabaikan, prinsip kejujuran dan keadilan pun gampang dilanggar.  

 

Komitmen

Setelah memenangkan kontestasi, seorang pejabat publik memiliki tanggung jawab besar untuk menjalankan amanah yang telah diberikan rakyat dengan sebaik-baiknya. Komitmen itu mencakup berbagai aspek yang berorientasi pada kepentingan publik.

Pertama, menjalankan amanah dengan baik. Amanah adalah prinsip utama dalam kepemimpinan. Pejabat negara harus menyadari bahwa jabatan adalah kepercayaan yang diberikan oleh rakyat, bukan alat untuk memperkaya diri atau kelompok tertentu. Amanat itu harus dijalankan dengan jujur, bertanggung jawab, dan menjauhi segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan seperti korupsi, nepotisme, dan kolusi.

Kedua, mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau golongan. Program kerja yang telah direncanakan selama masa kampanye harus dilaksanakan demi kemaslahatan masyarakat. Begitu pula janji-janji kampanye harus diwujudkan.

Ketiga, menegakkan keadilan dan supremasi hukum. Pejabat negara harus memastikan penegakan hukum yang adil tanpa pandang bulu. Mereka harus mendukung reformasi hukum yang menghilangkan praktik diskriminasi, korupsi, dan penyalahgunaan wewenang.

Keempat, transparansi dan akuntabilitas. Pemerintah yang baik adalah yang transparan. Pejabat negara harus terbuka dalam mengelola anggaran, mengambil kebijakan, dan menjalankan program kerja. Akuntabilitas berarti setiap keputusan atau tindakan pejabat negara dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

Kelima, mendengarkan aspirasi rakyat. Pejabat harus tetap terhubung dengan rakyat melalui dialog dan musyawarah. Mereka harus bersedia menerima kritik, masukan, dan saran dari masyarakat sebagai bagian dari proses demokrasi.

Keenam, menghindari konflik kepentingan. Pejabat negara harus menjaga integritas dengan menghindari segala bentuk konflik kepentingan, baik dalam aspek bisnis, politik, maupun hubungan keluarga. Tindakan yang mementingkan diri sendiri atau kelompok dapat merusak kepercayaan publik dan melanggar prinsip-prinsip keadilan.***

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Agus Salim Syukran

Penulis Indonesiana

3 Pengikut

img-content

Belajar dari Sumpah Pemuda

Rabu, 30 Oktober 2024 10:18 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler