Pengen jadi Penulis meskipun Mamaku pengen aku jadi orang kantoran.

Selamanya Tidak Ada Lagu Mandarin Lagi

3 hari lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Temanku bertanya mengapa tidak memutar lagu Mandarin? Di mobil rasanya selalu seperti berada di China Town, kata mereka.

***

Sesuatu berbeda, biasanya lagu-lagu Mandarin biasanya menemani perjalanan kami. Di dalam mobil benar-benar terasa seperti berada di China Town. Biasanya karokean, madu & racun versi Mandarin yang paling aku suka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tertawa ha ha ha & hi hi hi...

Ada yang aneh. Perangkat itu tidak lagi menarik perhatianku. Pemutar musik menjadi sesuatu yang horor di dalam mobil. Aku lebih banyak tidur dan membaca tanpa ditemani alunan musik. Padahal playlist ada begitu banyak, satu pun tidak lagi diputar karna isinya lagu-lagu Mandarin.

Temanku merasa heran.

Di kantor juga terjadi hal yang sama. Semua teman yang berasal dari kalangan itu, rasanya amarah memuncak melihat mereka. Yang ingin bertemu mengetuk ruanganku, aku bertanya dari dalam berteriak kencang. Dia membuka pintuku padahal aku tidak menyuruhnya.

Wajah yang tampak di depan mata kepalaku, kalangan yang sama seperti seseorang yang kemarin menyakiti hatiku.

"Keluar dari ruangan saya! Chat saja dari WhatsApp kalau ada yang mau disampaikan."

Aku memberi isyarat agar dia pergi segera. Aku mengusir temanku sendiri.

Aku juga memalingkan wajahku. Mataku pura-pura buta, aku tidak mau lagi melihat hanzi Mandarin itu. Meskipun dulu itu kesukaanku.

Tetanggaku membakar dupa tidak lagi menjadi kesenanganku. Begitu tiba di Jakarta, aku tidak melirik tetanggaku meski aku tahu dia menunggu aku melemparkan pandanganku kearahnya. Aku rasa muak sekali dengan semua ini.

Aku tidak bertanya lagi apa artinya dari sebuah kalimat yang kutanyakan pada temanku biar aku tahu terjemahannya dalam bahasa Hokkien.

Lagu-lagu favoritku juga sudah ku hapus. Aku tidak lagi mencari-cari tahu. Aku membuka kacamataku, lalu mengucek mataku. 

"Ah, aku tidak lagi suka Chinese girl.." Aku menghela nafasku. Menyadari bahwa aku berbeda sekarang. Tabungan traumaku bertambah.

Padahal teman-temanku tahu betul aku tergila-gila dan memiliki satu per satu daftar list kesempurnaan. 

Ingat dulu seperti apa Yemima mengirimkan setengah lusin donat. Dia tahu kalau aku menyukai donat. Dan itu cara terampuh meredakan amarahku. Tidak ada yang tahu apa kesukaanku, aku sempat berpikir bahwa Yemima seorang cenayang?

Aku bahkan tidak tega memakan donat kirimannya. Terlalu indah jadi kenangan dan akan memancing amarah suatu saat nanti setelah berpisah.

Jam tangan yang aku beri agar dia tahu bahwa kerja tidak perlu terlalu memaksakan diri. Secukupnya, dan dia butuh istirahat. Sering mengabariku tanpa aku minta. Hingga satu momen aku tidak meramal tapi aku merasakan bahwa dia akan benar-benar melupakanku. Ternyata benar.

Kata maaf yang terlontar dari bibirnya, tapi hatiku susah melembut seperti biasanya. Aku mulai berpikir bagaimana cara aku pergi dari wanita ini. Sesegera mungkin. 

Oh, jika butuh uang jual saja jam tangan itu semoga cukup untukmu. Atau jika tidak dipakai, tolong lempar ke sungai terdekat dari rumahmu. Saranku lebih baik dijual saja jam tangannya karna itu cukup mahal bisa membeli satu botol minuman keras ukuran besar untuk melupakanmu di hidupku. Botol kaca minuman itu pun berguna untuk dipukul ke kepalaku.

Lalu wanita lain hadir tanpa diundang. Kalangan yang sama seperti Yemima. Memiliki ceritanya sendiri. Ini membuatku pinggangku sakit. Punggungku terasa seperti membungkuk karna menanggung bebannya. Aku juga ingin di dengarkan. Hidup tentang saling melengkapi. Tapi temanku memandang ini sesuatu yang salah.

"Apa kau tidak merasa bahwa kau sudah gila karnanya?"

Teman-temanku mencari cara untuk membuatku pergi dan melupakan. Walau tidak dalam semalam saja, aku masih terkoneksi.

Aku menjaga agar mataku tidak tertutup beberapa hari ini lebih baik sibuk kerja saja. Penglihatan apapun tentangnya sangat menganggu. Tutup semua pintu itu, jangan biarkan dia masuk dari pintu manapun, tutup rapat-rapat. Jangan rasakan apapun lagi.

Kini hidupmu nomor satu. Usir dan siram jauh.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Acha Hallatu

Penulis Indonesiana

2 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
img-content
img-content
Lihat semua