Mahasiswa tahun ke-3 jurusan Hubungan Internasional, Universitas Padjadjaran. Menempuh kepakaran Keamanan kawasan, Diplomasi Publik, dan Paradiplomasi
Membumikan Diplomasi Melalui Paradiplomasi
Sabtu, 30 November 2024 18:23 WIBParadiplomasi sebagai garda terdepan pembumian diplomasi di Indonesia, memiliki peran dan keunikan tersendiri yang turut mewarnai citra diplomasi Indonesia.
Selama ini, masyarakat mengenal diplomasi sebagai kegiatan elitis yang hanya dilakukan oleh pelaku atau aktor negara. Diplomasi dikenal sebagai ranah eksklusif Kementerian Luar Negeri dan hanya dapat dilanggengkan oleh presiden, duta besar, diplomat, dan/atau pekerjaan sejenisnya.
Berangkat dari faktor-faktor tersebut, diplomasi pada akhirnya sering diartikan sebagai ilmu yang tinggi dan tidak menyentuh akar rumput. Padahal diplomasi tak hanya sebatas jalinan kerja sama atau interaksi negara dengan negara, namun lebih luas daripada itu.
Hal inilah yang dipikirkan oleh Duta Besar RI untuk Austria merangkap Slovenia dan juga Wakil Tetap RI untuk Badan-Badan PBB 2017-2021, Darmansjah Djumala, merilis hasil buah pemikirannya dalam buku yang bertajuk Diplomasi Membumi, Narasi Cita Diplomat Indonesia.
Dalam bukunya ia menerangkan bahwasanya diplomasi membumi memiliki arti bahwa diplomasi tersebut harus berwujud kepada hasil-hasil yang dapat dinikmati oleh rakyat, dalam hal ini rakyat Indonesia. Diplomasi membumi bertujuan untuk mengekspansi manfaat dan realisasi dari berbagai output diplomasi yang telah dikerjakan.
Masyarakat secara awam hanya mengenal hubungan antarnegara berdasarkan penilaian ‘kuat-kuatan’ dan moralitas lokal, seperti dalam hal penilaian sebagian masyarakat Indonesia terhadap Perang Rusia-Ukraina. Hal itu terlihat dari kalangan asyarakat yang mengagung-agungkan dan menjagokan Rusia. Hal itu terjadi karena sosok Vladimir Putin yang dinilai gagah, penuh wibawa, dan kharismatik.
Hal ini tentu bertolak belakang dengan bagaimana dunia internasional menilai secara ke-hak asasi manusia-an. Rusia dinilai bersalah karena invasi-nya terhadap teritori kedaulatan Ukraina. Asumsi dan persepsi yang tumbuh atas kekurangpahaman terhadap konstelasi global berikutlah yang turut menjadi tantangan dan kebutuhan bagi para pemangku kebijakan dan praktisi diplomasi untuk lebih membumikan diplomasi itu sendiri bagi warga negara, khususnya Indonesia.
Darmansjah Djumala dalam bukunya banyak menyinggung bahwasanya diplomasi membumi hampir senantiasa menyangkut kepada aspek ekonomi dan berupaya untuk membumikan output tersebut kepada masyarakat karena hanya melalui ekonomi, sebagian masyarakat dapat merasakannya secara langsung manfaat dari diplomasi. Kerjasama ekonomi seperti BRICS, ASEAN, dan berbagai forum kerjasama lainnya, perlu merumuskan kebijakan-kebijakan yang down to earth, agar makna dari diplomasi membumi ini dapat terlaksana dengan baik. Namun, yang ingin penulis kaji di sini adalah keterkaitan upaya pembumian diplomasi ini dengan kebijakan luar negeri daerah atau yang biasa dikenal dengan paradiplomasi.
Sesuai dengan istilahnya, paradiplomasi merupakan diplomasi yang dikerjakan secara paralel, mengacu dari kata ‘para’ pada ‘paradiplomasi’ itu sendiri. Ivo Duchacek, seorang profesor ilmu politik berkebangsaan Amerika Serikat, memproponenkan istilah paradiplomasi pertama kali pada 1984, yang hingga kini istilah tersebut digunakan untuk mendefinisikan hubungan luar negeri yang dilakukan oleh subunit negara, dalam hal ini pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten. Paralel yang dimaksud dalam paradiplomasi memiliki arti sebuah usaha yang sejalan dengan usaha utama yang dijalankan, yakni hubungan luar negeri daerah di samping hubungan luar negeri yang dikerjakan oleh pusat.
Dalam dunia modern yang sudah mengenal lebih jauh terkait globalisasi, perbatasan antarnegara terasa hilang –deteritorialisasi– dikarenakan meleburnya aspek sosial, budaya, dan masih banyak lagi. Selain itu, globalisasi juga mendorong timbulnya rasa saling ketergantungan atau interdependensi antarnegara yang semakin tidak terelakkan. Interdependensi ini mendorong pentingnya upaya paradiplomasi sebagai sarana kerjasama yang dilakukan antar subunit negara sebagai penghuni global yang turut berperan besar bagi dunia. Masyarakat kota/kabupaten sebuah daerah semakin memiliki peran yang krusial dalam keberlanjutan kehidupan global, salah satunya dalam aspek lingkungan. Jika kita telisik lebih jauh, sebagai dampak globalisasi, sebagian besar fenomena yang menjadi faktor penyumbang terbesar penyebab pemanasan global terjadi di wilayah perkotaan. Kegiatan manusia seperti berkendara, bekerja, produksi, hampir semuanya turut berkontribusi dalam hal tersebut. Tantangan global ini harus turut diselesaikan sampai ke level lokal. Dalam hal ini, paradiplomasi berperan sebagai upaya global yang dilokalisasikan, dikarenakan paradiplomasi menyasar langsung masyarakat dan dilakukan oleh pemerintah dari masyarakat setempat.
Selaras dengan upaya membumikan diplomasi, paradiplomasi menjadi salah satu jalan besar dalam hal ini. Tak tanggung-tanggung, fokus utama dari paradiplomasi umumnya langsung menyasar ke masyarakat akar rumput. Salah satu output dan bukti nyata dari suksesnya paradiplomasi adalah Jakarta. Jakarta menjadi kota percontohan paradiplomasi bagi kota-kota di Indonesia. Sebagai ibukota Indonesia dan juga menyandang status sebagai kota terpadat di ASEAN, Jakarta benar-benar mendorong eksistensi-nya untuk turut andil sebagai kota global. Jakarta banyak melibatkan diri dalam berbagai forum kerjasama luar negeri daerah antarkota di seluruh dunia, seperti C40 Cities dan U20. Selain itu, paradiplomasi Jakarta juga menghasilkan jalinan sister city dengan berbagai kota besar di dunia, seperti Berlin, Tokyo, dan Seoul.
Upaya membumikan diplomasi bukanlah hal yang mudah. Perlu adanya perluasan manfaat dari adanya sub-sub bagian diplomasi demi keberlangsungan hidup rakyat Indonesia. Dengan berbagai keterbatasan dan tantangan yang ada, paradiplomasi sebagai proses yang dikerjakan oleh subunit negara perlu mempopulerkan dirinya dengan berbagai kebijakan dan manfaat yang populis. Paradiplomasi masih dipandang sebagai suatu kajian kontemporer yang awam dan perlu pendalaman lebih lanjut. Selain itu, banyak pihak yang skeptis dengan adanya paradiplomasi dikarenakan proses ini memberikan keleluasaan lebih bagi suatu daerah dalam menjalin hubungan luar negeri dan dapat berpotensi menjadi hal yang berada di luar kendali pemerintah pusat. Paradiplomasi dikhawatirkan dapat menjadi jalan bagi suatu daerah untuk meraih exposure negatif, seperti upaya separatis. Narasi potensi ancaman integritas bangsa dan potensi upaya gerakan bawah tanah yang dapat dilakukan oleh daerah inilah yang turut menjadi tantangan bagi paradiplomasi untuk eksis.
Bagaimanapun juga, paradiplomasi masih menjadi salah satu jalan yang berpotensi besar untuk mencapai tujuan-tujuan dari upaya pembumian diplomasi. Berbeda tipis dengan diplomasi publik yang bertujuan memenuhi kepentingan nasional, paradiplomasi membawa aktor non-negara untuk terlibat langsung dalam memperjuangkan kebutuhan daerahnya. Paradiplomasi betul-betul menjadi sarana langsung bagi daerah untuk membumikan makna dari diplomasi itu sendiri. Harapannya, dengan kekayaan yang Indonesia miliki, paradiplomasi dapat menjadi senjata bagi Indonesia untuk jauh lebih eksis di kancah global yang penuh dengan deteritorialisasi.
Referensi
Djumala, D., Joko Widodo, & Marsudi, R. L. P. (2021). Diplomasi membumi: narasi citra diplomat Indonesia (D. Djumala & Suhartono, Eds.). Penerbit Buku Kompas.
Hocking, B. (1993). Localizing Foreign Policy: Non-Central Governments and Multilayered Diplomacy. Palgrave Macmillan UK.
Kuznetsov, A. S. (2015). Theory and Practice of Paradiplomacy: Subnational Governments in International Affairs. Routledge.
Lachapelle, G., & Paquin, S. (Eds.). (2005). Mastering Globalization: New Sub-states' Governance and Strategies. Routledge.
Schiavon, J. A. (2019). Comparative Paradiplomacy. Routledge.
Sriyono, A. A., Hapsoro, B., & Djumala, D. (2024). 40 Tahun Mengabdi di Dunia Diplomasi. Gramedia Pustaka Utama.
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Padjadjaran
0 Pengikut
Membumikan Diplomasi Melalui Paradiplomasi
Sabtu, 30 November 2024 18:23 WIBBRICS: Turki dan Pragmatisme Erdogan
Senin, 11 November 2024 11:16 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler