Pensiunan PT Chevron Pacific Indonesia. Menjadi Pemerhati aspal Buton sejak 2005.

Swasembada Aspal: Perjuangan Menuju Indonesia yang Lebih Sejahtera?

Sabtu, 30 November 2024 12:01 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam upaya dan perjuangan untuk mewujudkan swasembada aspal, seharusnya pemerintah mau kembali mengacu kepada Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33, Ayat 3.

Swasembada aspal adalah kondisi di mana suatu negara mampu memenuhi seluruh kebutuhan aspalnya secara mandiri tanpa harus mengimpor dari luar negeri. Swasembada aspal berarti memaksimalkan sumber daya dalam negeri, seperti aspal Buton, untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur jalan dan konstruksi di dalam negeri.

Tujuan Swasembada Aspal:

  1. Mengurangi Ketergantungan Impor
    • Indonesia saat ini mengimpor sekitar 95% kebutuhan aspal, sehingga swasembada aspal akan dapat menghemat devisa negara cukup besar.
  2. Mengoptimalkan Sumber Daya Lokal
    • Memanfaatkan potensi aspal Buton yang mencapai lebih dari 662 juta ton sebagai sumber aspal alami terbesar di dunia.
  3. Meningkatkan Kemandirian Nasional
    • Memastikan bahwa kebutuhan aspal dapat terpenuhi secara berkelanjutan dari produksi dalam negeri.
  4. Mendorong Pembangunan Berkelanjutan
    • Mendukung pembangunan infrastruktur tanpa mengandalkan pasokan dari luar negeri, terutama untuk proyek-proyek strategis nasional.
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Swasembada aspal adalah bagian dari upaya kemandirian nasional yang tidak hanya mengurangi ketergantungan pada aspal impor, tetapi juga menciptakan nilai tambah di dalam negeri melalui industri hilirisasi dan pengolahan.

Nilai tambah dari swasembada aspal mencakup berbagai aspek yang berdampak positif bagi ekonomi, sosial, lingkungan, dan pembangunan nasional. Berikut adalah nilai tambah utamanya:

  1. Penghematan Devisa Negara
  • Dengan memenuhi kebutuhan aspal dari sumber dalam negeri, Indonesia dapat mengurangi impor yang menghabiskan devisa negara. Ini berkontribusi pada stabilitas neraca perdagangan.
  1. Optimalisasi Potensi Sumber Daya Lokal
  • Aspal Buton, dengan cadangan besar sekitar 662 juta ton, dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mendukung kemandirian infrastruktur nasional.
  • Hilirisasi Aspal Buton menciptakan produk bernilai tambah, seperti aspal Buton ekstraksi yang siap digunakan di berbagai proyek nasional.
  1. Peningkatan Lapangan Kerja
  • Pengembangan industri aspal di dalam negeri menciptakan banyak lapangan kerja baru di sektor pengolahan, logistik, dan konstruksi, terutama di wilayah seperti Pulau Buton dan sekitarnya.
  1. Meningkatkan Ketahanan Nasional
  • Ketergantungan pada aspal impor membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga dan pasokan global. Dengan swasembada aspal, Indonesia akan memiliki kendali penuh atas kebutuhan aspal untuk pembangunan.
  1. Mendukung Program Infrastruktur Nasional
  • Dengan produksi aspal dalam negeri, proyek-proyek infrastruktur strategis dapat dilaksanakan lebih efisien, seperti pembangunan jalan di daerah terpencil atau kawasan perbatasan.
  1. Pemberdayaan Ekonomi Daerah
  • Daerah penghasil aspal, seperti Pulau Buton, akan mendapatkan manfaat langsung melalui pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi lokal, dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
  1. Mendorong Investasi dan Teknologi
  • Swasembada aspal mendorong investasi dalam teknologi pengolahan modern dan membangun ekosistem industri yang berkelanjutan.
  1. Mengurangi Dampak Lingkungan
  • Penggunaan aspal lokal mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari transportasi impor jarak jauh dan memastikan pengelolaan lingkungan yang lebih terencana.

Dengan kemandirian di sektor aspal, Indonesia tidak hanya menghemat biaya dan menciptakan lapangan kerja baru, tetapi juga memperkuat posisi strategis dalam pembangunan infrastruktur untuk mendukung ekonomi yang berkelanjutan.

Meskipun kita sudah tahu bahwa nilai tambah dari swasembada aspal cukup banyak untuk mensejahterakan rakyat Indonesia, tetapi mengapa pemerintah telah mengabaikan potensi besar dari aspal Buton ini untuk mensubstitusi aspal impor? Adapun alasannya, berdasarkan analisis penulis adalah sebagai berikut:

  1. Indonesia Sudah Berada di Dalam Zona Nyaman Impor Aspal.
  • Indonesia sudah 79 tahun merdeka. Dan Indonesia sudah 45 tahun mengimpor aspal. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pengimpor aspal terbesar di dunia. Dan anehnya, sampai saat ini Indonesia masih belum memiliki visi untuk mau swasembada aspal. Kelihatannya pemerintah masih dilema untuk memutuskan antara melanjutkan kebijakan impor aspal atau mewujudkan swasembada aspal. Hal ini disebabkan, karena Indonesia sudah berada di dalam zona nyaman impor aspal selama 45 tahun.
  1. Indonesia Tidak Memiliki Kemauan Politik untuk Mau Mensubstitusi Aspal Impor dengan Aspal Buton.
  • Indonesia memilih kebijakan untuk impor aspal daripada mau memanfaatkan dan mengolah aspal Buton menjadi aspal Buton ekstraksi dengan alasan harga aspal impor lebih murah daripada harga aspal Buton ekstraksi. Dan biaya untuk investasi membangun industri aspal Buton adalah sangat mahal. Padahal pada tahun 2020, Research & Technologi Center (RTC) Pertamina sudah mengumumkan kepada publik bahwa harga aspal Buton ekstraksi lebih murah daripada harga aspal impor. Tetapi informasi penting ini tidak pernah mendapatkan perhatian dan tindak lanjut, baik dari Pertamina sendiri, maupun pemerintah.
  1. Pemerintah Tidak Memiliki Dana untuk Membangun Industri Aspal Buton.
  • Mengingat diperlukannya dana yang cukup besar untuk membangun industri aspal Buton, seperti untuk membangun pabrik ekstraksi aspal Buton, infrastruktur pendukung untuk logistik dan pendistribusian, maka pemerintah lebih memilih kebijakan untuk tetap terus mengimpor aspal daripada mau memanfaatkan dan mengolah aspal Buton. Padahal harga aspal impor lebih mahal daripada harga aspal Buton ekstraksi. Dan harga aspal impor sangat bergantung kepada flutuasi harga minyaj bumi dunia yang berada di luar kendali pemerintah Indonesia.

Dari analisis di atas, kita dapat melihat dengan jelas faktor-faktor apa saja yang mendukung Indonesia swasembada aspal. Dan faktor-faktor apa saja yang menghalang-halangi terwujudnya Indonesia swasembada aspal. Bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi dilema yang rumit ini, dan tidak ada ujung pangkalnya? Kiat dan strategi apa yang akan menjadi kerangka pemikiran pemerintah agar masalah teka-teki : Mana dulu antara telur dan ayam?, akan dapat segera dicarikan solusinya secara adil, bijak, dan cerdas?

Untuk bisa memutuskan sesuatu masalah rumit dan besar, kita harus memiliki acuan yang kuat dan jelas. Adapun dalam kasus swasembada aspal ini, sebaiknya pemerintah harus kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33, Ayat 3, yang menyebutkan: Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Kesimpulannya sekarang sudah sangat jelas bahwa sejatinya perjuangan untuk mewujudkan Indonesia swasembada aspal itu adalah amanat dari kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah sesuai dan tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33, Ayat 3. Dan ayat ini adalah sebagai landasan hukum tertinggi di negara RI dalam perjuangan untuk menuju Indonesia yang lebih sejahtera. Dengan demikian segala macam rintangan dan halangan harus berani kita lawan, termasuk semua faktor-faktor penghambat untuk mewujudkan swasembada aspal tersebut.

Mungkin harus ada seorang wartawan yang berani menanyakan langsung kepada presiden RI, pak Prabowo Subianto, mengenai masalah swasembada aspal ini : Apabila pak Prabowo harus memilih antara mewujudkan swasembada aspal dengan terus mengimpor aspal, kebijakan manakah yang akan Bapak pilih? Dan apa alasannya?. Mudah-mudahan pak Prabowo akan menjawab dengan lantang: Saya akan memilih mewujudkan swasembada aspal karena kebijakan ini adalah untuk mensejahterakan rakyat. Tetapi apakah rakyat akan percaya begitu saja dengan ucapan pak Prabowo ini?

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler