x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Needfinding: Pahami Kebutuhan, Selesaikan Masalah

Dengan memahami kebutuhan pihak yang berselisih, manajer dapat menyelesaikan masalah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam bekerja sehari-hari, selalu saja ada persoalan. Kita memang hidup di tengah beragam persoalan—karena adanya persoalan, kita mendapati peluang, baik itu peluang bisnis maupun peluang perbaikan proses kerja ataupun inovasi produk. Meski awalnya, sebuah persoalan sempat menimbulkan ketegangan antar bagian dalam organisasi perusahaan.

Sebagai contoh, dalam suatu rangkaian proses produksi buku, bagian redaksi mengeluh bahwa hasil layout oleh bagian desain lamban mereka peroleh. Akibatnya, redaksi tidak bisa segera memeriksa hasil layout untuk mengoreksi salah ketik, pemenggalan kata yang kurang benar, dan lainnya. Sementara itu, bagian desain mengeluh bahwa mereka hanya punya waktu yang sempit untuk me-layout karena naskah dari redaksi tidak segera diserahkan.

Ketika bagian pemasaran dan penjualan ‘berteriak’ bahwa buku tidak bisa segera dikirim ke toko, ketegangan antara bagian redaksi dan bagian desain semakin meningkat. Bagian redaksi dan desain mulai saling menyalahkan. Masing-masing bersikukuh mengatakan telah bekerja dengan benar. Situasi seperti ini bisa membikin manajer yang membawahi mereka naik tekanan darahnya.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apa yang bisa dilakukan manajer menghadapi situasi seperti ini? Ahli manajemen menganjurkan penggunaan pendekatan ‘needfinding’ untuk mencari jalan keluar dari situasi tersebut. Sesuai namanya, yang terpenting dari pendekatan ini ialah menemukan apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkaitan agar proses kerja bersama dapat berjalan lancar. Needfinding merupakan cara untuk menembus persoalan hingga ke akarnya.

Terdapat dua cara yang dapat digunakan untuk menemukan kebutuhan masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik atau perbedaan persepsi. Pertama, melalui observasi, yakni dengan melihat secara langsung apa yang terjadi di lapangan. Ini berarti manajer melihat fakta, misalnya naskah dari redaksi terlambat masuk ke bagian desain dan hasil layout juga terlambat dikembalikan ke bagian redaksi untuk koreksi.

Kedua, melalui wawancara. Tujuan wawancara adalah untuk memahami persepsi dan kebutuhan masing-masing pihak yang saling berkaitan. Dari wawancara ini, manajer juga dapat mengetahui jadwal kerja dan penyelesaian pengerjaan yang diinginkan masing-masing pihak.

Lazimnya, kedua cara itu—observasi dan wawancara—dipakai bersama-sama karena saling melengkapi. Manajer dapat membandingkan antara keinginan dan kebutuhan masing-masing pihak dengan fakta yang ditemui dalam praktik. Dari sini, manajer dapat mengetahui kebutuhan masing-masing pihak yang tidak terpenuhi sehingga proses produksi tidak berjalan lancar.

Istilah needfinding digunakan pertama kali oleh desainer Robert McKim, kira-kira 30 tahun yang silam. Dari pengamatannya, McKim melihat bahwa pemimpin organisasi kerap menemukan persoalan baru yang sangat penting terkait suatu produk, tapi tidak selalu mereka yang memecahkan persoalan itu. McKim lantas berhipotesis bahwa desainer yang ingin berpengaruh besar terhadap pengembangan produk perlu dilibatkan sejak awal pendefinisian produk itu. Dengan memahami terlebih dulu kebutuhan konsumen, desain dapat menciptakan produk yang memang diperlukan oleh konsumen.

Needfinding kemudian dikembangkan menjadi sejenis perangkat (tool) yang bermanfaat untuk memecahkan persoalan di dalam organisasi. Kebanyakan desainer secara intuitif memahami bahwa kebutuhan itu penting. Mereka tahu bahwa mereka akan bekerja dengan hasil terbaik dalam memecahkan suatu persoalan apabila mereka memahami dengan jelas apa persoalan tersebut.

Para manajer dapat memanfaatkan pendekatan needfinding untuk mempertemukan kebutuhan pihak-pihak yang berselisih dalam organisasi. Sebab, pada dasarnya, satu bagian berada dalam posisi sebagai produsen yang mesti ‘melayani’ bagian lain yang bertindak sebagai ‘konsumen’ internal.

Dalam konteks contoh di atas, bagian redaksi adalah produsen atau pemasok naskah bagi bagian desain; dan dalam proses berikutnya, bagian desain adalah pemasok hasil layout bagi bagian redaksi. Kedua bagian ini mesti bekerjasama dengan erat. Bila manajer berhasil mengakurkan kebutuhan masing-masing pihak, ia boleh dibilang sukses. Kuncinya ialah memahami apa yang dibutuhkan masing-masing bagian. (sbr foto: 4wordppp.co.uk) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu