Wina, Kota Favorit Para Mata-mata
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBSebuah buku yang baru-baru ini diterbitkan memperkirakan bahwa ada 7.000 mata-mata di antara 17.000 diplomat terakreditasi yang tinggal dan bekerja di Wina.
Di masa Perang Dingin, Wina adalah kota yang menjadi pusat mata-mata paling sibuk di Eropa, yang menghubungkan negara blok Timur dan Barat. Menurut penulis soal intelijen Joseph Fitsanakis, situasi itu tak banyak berubah hingga hari ini. Ibukota Austria ini masih diyakini memiliki jumlah mata-mata asing terbanyak di dunia.
Sebuah buku yang baru-baru ini diterbitkan memperkirakan bahwa ada 7.000 mata-mata di antara 17.000 diplomat terakreditasi yang tinggal dan bekerja di Wina, sebuah kota yang penduduknya kurang dari 2 juta jiwa. Rusia saja dikatakan memiliki lebih dari 500 intel aktif yang berpusat di kota itu, yang sebagian besar tugasnya adalah mengawasi sekitar 20.000 ekspatriat Chechnya.
Para mata-mata dunia mengambil keuntungan dari undang-undang spionase negara ini yang relatif liberal. Di bawah hukum Austria, kegiatan intelijen tidak dianggap kriminal kecuali mereka menyasar negara tuan rumah. Untuk alasan ini pula mengapa badan intelijen Amerika Serikat, Rusia, Jerman, Perancis, dan lainnya bertahun-tahun menggunakan Wina sebagai basis untuk merekrut agen dan mengumpulkan informasi intelijen.
Mungkin itu pula sebabnya pertukaran mata-mata, antara Rusia dan Amerika Serikat, dilakukan di negara ini, empat tahun lalu. Menurut laporan BBC 9 Juli 2010, kedua negara menukar para tersangka mata-mata di Bandara Wina. Saat itu Amerika sepakat melepas 10 orang mata-mata Rusia yang ditangkap FBI, yang salah satunya adalah agen cantik Anna Chapman, untuk ditukar dengan empat orang yang ditahan Rusia.
Tapi sekarang Kementerian Dalam Negeri Austria berusaha untuk mengakhiri rezim liberal dalam hukum spionase dan telah memulai rencana memberikan otoritas kekuasaan lokal untuk memiliki kewenangan melakukan aktivitas kontraintelijen. Para pendukung proposal baru ini berpendapat bahwa Austria memiliki "undang-undang mata-mata yang paling permisif di Eropa", yang memungkinkan agen-agen asing untuk beroperasi di tanah Austria dengan impunitas tingkat tinggi.
Para pendukung usulan Kementerian Dalam Negeri menyatakan bahwa rezim hukum saat ini merugikan kepentingan nasional Austria dan keamanan Uni Eropa. Ini merujuk pada klaim baru-baru ini di media Austria yang menyatakan bahwa badan intelijen sinyal Amerika Serikat, National Security Agency (NSA) telah memata-matai markas besar PBB yang berada di Wina.
Selain itu, pihak berwenang Austria mengatakan kini mereka khawatir terhadap warga Muslim setempat yang menjadi radikal dan usai melakukan perjalanan ke Irak dan Suriah untuk bergabung dengan Negara Islam (Islamic State). Pemerintah memperkirakan bahwa setidaknya ada 140 Muslim Austria yang melakukan perjalanan ke Timur Tengah untuk bergabung dengan organisasi militan itu.
Badan kontrateroris Austria, State Offices for the Protection of the Constitution and Counter-Terrorism atau BVT, mengatakan, dalam laporan tahunan 2014 bahwa 60 Muslim radikal lainnya telah kembali ke Austria dari Timur Tengah sejak pecahnya perang sipil Suriah. Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Austria Alexander Marakovits mengatakan, badan keamanan Austria "mengalami kesulitan melakukan tugas dengan cara yang mereka harapkan bisa dilakukan".
Marakovits mengatakan, hukum Austria saat ini melarang pemerintah menyimpan berkas informasi tentang orang yang berpotensi menjadi mata-mata atau tersangka terorisme jika tidak ada tuduhan yang diajukan terhadapnya dalam waktu sembilan bulan sejak awal penyelidikan. Selain itu, badan kontra intelijen Austria tidak memiliki akses ke perangkat lunak penyadapan komunikasi, dan dengan demikian tidak dapat memantau pertukaran informasi di antara para tersangka.
Jurnalis yang tertarik mengamati isu jurnalisme, pertahanan, dan intelijen. Blog: abdulmanan.net, email [email protected]
0 Pengikut
Ribut Vonis Kebiri buat Pemerkosa: Kenapa Hukuman ala Jokowi Ini Kuno?
Kamis, 29 Agustus 2019 16:48 WIBKhaled Mashal dan Misi Gagal Mossad di Yordania
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler