x

Iklan

Gapey Fadli Sandy

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Quo Vadis, Perpustakaan Sekolah?

Hari ini, 18 Oktober, bertepatan dengan Hari Perpustakaan Sekolah Sedunia. Bagaimana potret Perpustakaan Sekolah kita?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tak banyak orang tahu, kalau pada Sabtu, 18 Oktober ini, merupakan Hari Perpustakaan Sekolah Sedunia. Kekurangtahuan ini wajar, lantaran memang gaung perayaannya nyaris tidak kentara. Segelintir saja yang memperingatinya, itu pun terbatas pada kalangan yang sehari-hari bergelut dengan Dunia Perpustakaan.

Perayaan lain yang masih terkait dengan Perpustakaan, dan biasanya agak ramai diperingati adalah, Hari Kunjung Perpustakaan yang jatuh pada setiap tanggal 14 September. Atau, tanggal 17 Mei yang diperingati sebagai Hari Buku Nasional, sekaligus Hari Ulang Tahun Perpustakaan Nasional RI. Begitu pula dengan Hari Buku Sedunia (World Book Day) pada 23 April, yang perayaannya cukup meriah di sejumlah sekolah. Terutama, sekolah atau lembaga pendidikan formal maupun nonformal yang peduli dengan Perpustakaan, dan selalu menggelorakan budaya gemar membaca di kalangan civitas akademikanya.

Kurang terkenalnya Hari Perpustakaan Sekolah Sedunia, tidak hanya terasa di dunia nyata, bahkan di dunia maya, salah satu sumber rujukan sekelas Wikipedia, tidak mencantumkan 18 Oktober sebagai Hari Perpustakaan Sekolah Sedunia. Kondisi miris juga terjadi di search engine Google. Ketika kita mengetik Hari Perpustakaan Sekolah Sedunia, yang muncul pada ‘jendela’ web dan image, justru arsip berita dan foto yang bertemakan Hari Buku Sedunia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beruntung, pada situs resmi Perpustakaan Nasional RI yaitu pnri.go.id, Hari Perpustakaan Sekolah Sedunia tercantum dalam window Direktori Hari Penting urutan ke-164 (dari 224). Dalam penjelasan detilnya disebutkan bahwa, International School Library Day ini dicanangkan oleh Presiden IASL (International Association of School Libraries), Dr Blanche Woolls, dan ditegaskan kembali oleh Presiden IASL, Peter Genco, pada 2005 lalu. Hari Perpustakaan Sekolah Sedunia pertama kali diselenggarakan pada 18 Oktober 1999, dengan mengangkat tajuk “A Day in The Life …”.

Nyaris Sepi, Peringatan Hari Perpustakaan Sekolah Sedunia di Tangsel

Terkait peringatan Hari Perpustakaan Sekolah Sedunia ini, penulis menyambangi Kantor Perpustakaan Daerah Kota Tangerang Selatan (Perpusda Tangsel), pada Selasa, 14 Oktober 2014 kemarin. Di kantor berlantai III yang berstatus sewa di seputaran Taman Tekno, Bumi Serpong Damai (BSD) City ini, Perpusda Tangsel menjalankan aneka tugas rutin kedinasannya.

Kepada penulis, Kepala Seksi Pembinaan dan Pemberdayaan Perpusda Tangsel, Drs Bhakti Haribowo H. M.Si menjelaskan, setidaknya ada dua sekolah yang turut andil memeriahkan peringatan Hari Perpustakaan Sekolah Sedunia yang jatuh pada 18 Oktober 2014, hari ini, yakni SMPN 8 yang berlokasi di area Kompleks Perumahan Puspiptek Serpong, dan SMAN 4 Pondok Ranji, Tangsel.

“Sebenarnya, kami sudah memberi informasi, saran dan masukan kepada mayoritas Perpustakaan Sekolah se-Kota Tangsel terkait peringatan Hari Perpustakaan Sekolah Sedunia ini. Tapi, yang lebih intens menanggapi adalah SMPN 8 dan SMAN 4, Tangsel. Khusus untuk pelaksanaan di SMPN 8, kami akan mengirimkan mobil dinas Perpustakaan Keliling (Pusling) untuk lebih menyemarakkan suasana. Diantara kegiatan peringatan Hari Perpustakaan Sekolah Sedunia itu sendiri adalah, agenda program yang dinamakan One Man One Book. Ini adalah upaya dari seluruh civitas akademika di lingkungan SMPN 8 Serpong, Tangsel, untuk menambah koleksi bahan pustaka di Perpustakaan Sekolah. Caranya, setiap siswa, guru, kepala sekolah, dan seluruh anggota civitas akademika di sekolah ini menyumbang masing-masing satu buku. Tak perlu buku dalam kondisi baru, yang penting buku yang masih layak baca,” tutur Bhakti penuh semangat.

Sayangnya, ketika penulis melakukan konfirmasi langsung dengan mendatangi SMAN 4 Pondok Ranji, Tangsel, Ibu Nyai selaku Koordinator Perpustakaan Sekolah justru menyatakan belum siap untuk menggelar kegiatan One Man One Book di sekolahnya. “Waktu persiapannya nyaris tidak ada, apalagi kami baru saja menyelesaikan Ujian Tengah Semester (UTS), tambah lagi saya harus mengikuti workshop dalam beberapa hari ini yang membuat agenda kegiatan Perpustakaan Sekolah menjadi terhenti sementara,”  sesalnya.

Kondisi berbeda justru dijumpai ketika penulis berkunjung ke SMPN 8 Puspiptek, Serpong. Menurut Koordinator Perpustakaan Sekolah, Inez Kinanthi, sejumlah kegiatan telah dipersiapkan untuk memperingati Hari Perpustakaan Sekolah Sedunia. “Sesuai arahan dari Kantor Perpusda Tangsel, kami akan melaksanakan kegiatan One Man One Book, satu orang menyumbang satu buku untuk menambah koleksi bahan pustaka di sekolah. Insya Allah, kegiatannya berlangsung semarak, karena hari Sabtu, 18 Oktober 2014 ini juga bertepatan dengan pengambilan rapor siswa oleh para orangtua siswa,” kata dara muda 25 tahun ini.

Prestasi Perpustakaan SMA di Tangsel

Dalam hal pembinaan Perpustakaan Sekolah se-Kota Tangsel, Kasie Pembinaan dan Pemberdayaan Perpusda Tangsel, Bhakti Haribowo mengaku, pihaknya tak segan untuk melakukan pembinaan on the spot atau langsung ke lokasi. Adapun upaya pembinaan yang dilakukan oleh Perpusda Tangsel meliputi pembinaan kepada Perpustakaan Sekolah, Kecamatan, Kelurahan atau Desa, Taman Bacaan Masyarakat, dan Perpustakaan Keliling. “Inilah struktur piramida pembinaan yang kami lakukan,” ujarnya.

Dari sisi jumlah masing-masing perpustakaan itu, Bhakti mengungkapkan secara detil. “Di wilayah Kota Tangsel ini, jumlah Perpustakaan SD mencapai 312 unit, Perpustakaan SMP 142 unit, Perpustakaan SMA 65 unit, Perpustakaan SMK sebanyak 52 unit, Perpustakaan Kecamatan ada 7 unit, Perpustakaan Kelurahan sebanyak 54 unit, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) tercatat sejumlah 62 unit, dan jumlah Perpustakaan Masjid yang cukup banyak yaitu 548 unit. Seluruhnya, menjadi perpustakaan binaan dari Perpusda Tangsel,” paparnya.

Dengan jumlah total sebanyak 571 Perpustakaan Sekolah dari berbagai jenjang pendidikan se-Kota Tangsel ini, bagaimana pula kualitasnya? “Untuk Perpustakaan Sekolah setingkat SMA, kami memantau secara kualitas, layak diacungi jempol, dalam arti sudah menunjukkan performa yang baik. Tapi, untuk Perpustakaan SMP, kami akui, acungan jempolnya belum tegak, masih miring, artinya, masih harus ditingkatkan lagi kualitasnya. Yang lebih parah, adalah Perpustakaan SD, karena jempolnya justru terbalik, alias kondisi perpustakaan sekolahnya masih memprihatinkan. Dengan fakta inilah, kami bertekad untuk terus melakukan pembinaan dan pemberdayaan,” janji Bhakti.

Apa yang disampaikan Bhakti bukan omong kosong. Terbukti, Perpustakaan SMA selama dua tahun berturut-turut, berhasil menempatkan diri sebagai jawara terbaik pada kompetisi tingkat Provinsi Banten. “Pada kompetisi antar Perpustakaan Sekolah tingkat Provinsi yang diselenggarakan oleh Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Pemprov Banten, pada tahun 2013 lalu, juara pertamanya adalah Perpustakaan SMAN 2 Muncul, Serpong, Tangsel. Kemudian, pada tahun 2014 ini, masih dalam kompetisi yang sama, juara nomor wahidnya yaitu SMAN 3, Pamulang Dua, Tangsel. Ini bukti bahwa, Perpustakaan SMA di Kota Tangsel memang layak diacungi jempol,” bangganya.

Meski Perpustakaan Sekolah tingkat SMA di Tangsel telah menunjukkan prestasi membanggakan sekaligus mengharumkan nama Kota Tangerang Selatan, Bhakti tetap bertekad untuk melakukan pembinaan secara intensif kepada Perpustakaan Sekolah. Salah satu alasannya adalah, agar supaya Perpustakaan Sekolah di Tangsel sesuai dengan Standar Nasional Perpustakaan (SNP) yang memperhatikan pula Standar Nasional Pendidikan. “Diantara aturan standar itu umpamanya, mengharuskan Perpustakaan Sekolah memiliki koleksi buku-buku Referensi sebanyak 60 persen, dan buku-buku Muatan Lokal sebanyak 40 persen. Tapi bagaimana kenyataannya? Justru yang terjadi adalah, Perpustakaan Sekolah memiliki koleksi buku-buku Pelajaran sebanyak 80 persen, dan sisanya atau 20 persen lagi adalah buku-buku campuran Referensi dan Muatan Lokal. Ini jelas menyalahi aturan standarisasi yang diberlakukan,” ungkap Bhakti seraya menyatakan tak tahu persis mengapa kesalahan prinsipil seperti ini justru terjadi.

Menurut Bhakti, seandainya yang menjadi alasan untuk “melanggar aturan” standar koleksi buku-buku Perpustakaan Sekolah adalah lantaran masalah keuangan, justru UU No.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan (Pasal 23) telah mengatur perihal pengalokasian dana sekolah untuk perpustakaan, Pasal terbut berbunyi: Sekolah/Madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari Anggaran Belanja Operasioal Sekolah/Madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan Perpustakaan.

“Penyebutan kalimat pengembangan Perpustakaan seperti yang termuat dalam Pasal 23 itu, bukan hanya diwujudkan dengan pembelian koleksi buku-buku perpustakaan saja, tapi juga untuk membiayai renovasi kecil-kecilan bangunan fisik perpustakaan, membeli komputer untuk penyimpanan database koleksi perpustakaan dan anggotanya, membiayai pelatihan bagi petugas atau pengelola perpustakaan, membeli modem internet sekaligus membayar sewa web hosting untuk kepentingan online situs, begitu juga untuk pemeliharaan koleksi buku-buku, misalnya dengan melakukan penyemprotan anti ngengat yang umumnya rutin dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Bahkan, apabila alokasi Anggaran Belanja Operasional Sekolah/Madrasah untuk pengembangan Perpustakaan itu jumlahnya lebih dari 5% pun diperbolehkan, asalkan syaratnya diketahui pula oleh pihak Komite Sekolah,” urai Bhakti.

Memang, terkait aturan pengalokasian dana minimal sebesar 5% dari Anggaran Belanja Operasional Sekolah/Madrasah untuk pengembangan Perpustakaan Sekolah ini, terselip “ancaman” sanksi bagi pihak Sekolah/Madrasah yang tidak menaatinya. Berdasarkan PP No.24 tahun 2014 (Pasal 86) yang intinya mengatur tentang pelaksanaan UU No.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan dinyatakan bahwa, pelanggaran atas kewajiban pengalokasian dana untuk pengembangan Perpustakaan ini dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan, tertulis, dan pemberhentian bantuan pembinaan. Sanksi untuk Perpustakaan Sekolah diberikan oleh Dinas Pendidikan Provinsi atau Dinas Pendidikan Kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing. Sedangkan sanksi untuk Perpustakaan Madrasah disampaikan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.

Dari hasil reportase singkat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, Perpustakaan Sekolah masih memerlukan pembinaan dan pemberdayaan yang intensif juga kontinyu. Pihak kantor Perpustakaan Daerah yang dalam kaitan ini bertindak selaku pembina dari Perpustakaan Sekolah hendaknya mampu memberi bantuan/bimbingan teknis maupun non-teknis secara berkala, misalnya melalui berbagai pelatihan, workshop, hingga Bimbingan Teknis yang bermanfaat untuk meningkatkan skill dan profesionalisme para pustakawan, khususnya mereka yang sehari-hari bertanggung-jawab mengelola Perpustakaan Sekolah.

Berharap, Perpustakaan Sekolah dapat terus berkembang dan maju dengan penuh kesadaran, tanpa perlu diintimidasi berbagai sanksi administratif sesuai landasan payung hukum yang berlaku. Percayalah, menjatuhkan sanksi itu lebih mudah, ketimbang upaya serius untuk memajukan Perpustakaan Sekolah itu sendiri.

 

*O*

 

Ikuti tulisan menarik Gapey Fadli Sandy lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler