Pakta Madinah

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pakta atau piagam pertama di dunia berisi pengakuan keesaan Tuhan, toleransi, dan pengutamaan nilai-nilai kebaikan, tidak jauh berbeda dengan konstitusi Indonesia.

‘Tiap warga negara sama kedudukannya dalam hukum, seluruh warga negara wajib bahu-membahu menegakkan hukum, dan siapapun pelanggar adalah musuh bersama, meskipun ia anak atau keturunan salah satu antara mereka’, bunyi salah satu pasal. Pesannya jelas, menurut saya, bahwa hukum berlaku sama terhadap warga negara, tanpa kecuali, tanpa memandang status sosial, dan soal penegakkannya tangung jawab satu bangsa. Menetap di sana, akan berarti, tiap pribadi wajib peduli pada berlakunya hukum. Abai pada tegaknya hukum adalah pelanggaran, kesimpulan saya.

Penggalan pasal lain, ‘Para pelanggar konstitusi ini akan mendapat murka dan laknat Tuhan di hari pembalasan, tanpa ampunan bagi mereka’. Senada dengan pasal, ‘Tuhan melindungi warga negara yang baik, yaitu yang taat hukum dan taat pada Tuhan’. Masih ada lagi, ‘Ketika terjadi perbedaan pendapat dalam penentuan keadilan, maka sandaran keputusan adalah Tuhan’. Ukuran hukum negara itu jelas, benar salah di sisi Tuhan.

Jangan terburu menyangka negeri ini menganut satu agama karena nyatanya toleransi atas banyak perbedaan dijunjung tinggi, soal keyakinan ber-Tuhan sekalipun. Bahkan kafir, orang-orang yang belum diijinkan Tuhan mempercayai Tuhan, diperlakukan sama soal hak dan kewajiban. Satu pasal berbunyi, ‘Tiap warga bebas dengan keyakinan mereka sekaligus bebas beribadah sesuai cara mereka’ disambung kalimat, ‘Hak itu juga harus diberikan kepada kaum mereka selama mereka tidak melakukan penindasan atau melanggar konstitusi ini’. Pembuat kesepakatan dan mereka yang menyetujui pakta yakin kebenaran yang dianut, bahwa ada Sang Maha Berkuasa, Tuhan Yang Maha Esa, sekaligus Tuhan Maha Berkehendak atas segala hal, termasuk memberi tuntunan jiwa-jiwa.

Tiga inti kesepakatan adalah tentang ikatan negara, soal keserasian hidup bersama berdampingan, dan tentang keyakinan ada Tuhan Maha Tunggal pengatur segala hal. Tidak ada pasal-pasal merinci bentuk-bentuk kejahatan dengan konsekuensi pidana. Aturan hidup sehari-hari justru dipercayakan kepada kebiasaan lama yang berlaku dalam masyarakat, tiap-tiap suku, ditambah catatan harus mengedepankan nilai kemanusiaan dan keadilan. Berulang dalam banyak pasal, soal itu dimuat dengan redaksi sama hanya berbeda peruntukan, bergantian dicantumkan nama tiap banu atau suku.

Ini isi Kesepakatan Madinah atau Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah atau Shahifatul Madinah, dalam bahasa aslinya, pakta yang disusun oleh Rasulullah Muhammad SAW pada 622 Masehi. Saat itu, belum ada hukum atau kesepakatan yang mengikat warga Madinah, belum lengkap Al Quran (karena baru diwahyukan beberapa ayat), bahkan belum ada satupun dasar negara di dunia. Ahli-ahli sejarah meyakini Piagam Madinah adalah tatanan pertama masyarakat majemuk dalam satu ikatan bangsa.

Piagam Madinah segera dibuat Rasulullah Muhammad SAW setelah hijrah. Dalam sejarah, 622 Masehi adalah dimulainya perhitungan tahun Islam yaitu tahun Hijrah atau tahun 1 Hijriyah menandai kepindahan Muhammad dari Mekah ke Madinah. Tidak ada perbedaan penduduk Mekah dan Madinah dari segi keragaman keyakinan masa itu. Hal mendasar penyebab kepindahan Rasulullah adalah ancaman keselamatan jiwa di Mekah.

Sebelumnya, usaha Muhammad menyebarkan Islam ramai ditentang di Mekah, tanah kelahirannya. Beliau terus diteror. Sementara, syiar Rasul menarik beberapa penduduk Madinah menemui beliau ke Mekah untuk mendengarkan ajaran-ajaran, hingga beberapa menyatakan iman. Itu sebabnya, ketika jiwa Rasulullah terancam dengan banyak percobaan pembunuhan, Madinah dipilih sebagai tempat pindah sekaligus karena kedekatan jarak.

Dalam usaha mewujudkan tempat tinggal yang aman bagi kaum muslim, sekaligus menegaskan keutamaan nilai Islam yang memberi manfaat bagi seluruh alam, bukan untuk menebar perpecahan apalagi kerusakan, maka Rasulullah Muhammad, atas tuntunan Tuhan, menyusun kesepakatan. Jelas, Islam tidak menyalahi agama-agama lain yang telah ada waktu itu sekaligus bukan meniadakan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan, menurut saya, buktinya Yahudi, Nasrani, bahkan kafir di Madinah, masa itu, menerima kesepakatan.

Muslim, tidak lebih 200 orang waktu itu, bersama Kaum Yahudi, Kaum Nasrani, dan kafir kemudian mengikat diri menjadi satu Bangsa Madinah. Keharusan bersatu menjaga Madinah dari ancaman luar, kesadaran bahwa mereka adalah satu bangsa dalam satu wadah negara, kewajiban menjunjung tinggi kebenaran, kebaikan, dan keadilan bersandar pada Tuhan, tuntunan saling menjaga, saling menghargai, saling menghormati, bahu-membahu membantu yang lemah, juga nilai dalam menyikapi hubungan dengan bangsa luar, yang mengutamakan perdamaian, ada dalam Piagam Madinah.

Bagi saya, membaca Pakta Madinah seperti membaca Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, termasuk lima sarinya, Pancasila. Kadarnya persis. Ajaran-ajarannya mirip. Jika Indonesia dibangun dari ikatan kemajemukan maka Piagam Madinah sama. Jika keyakinan kita beragam, maka ada Islam, Nasrani, Yahudi, dan Kaum Kafir di Piagam Madinah. Jika Indonesia banyak suku, maka banu-banu disebut dalam Pakta Madinah lengkap dengan keharusan antar mereka dan tanggung jawab pada negara.

Sayangnya, meskipun ahli sejarah meyakini Piagam Madinah sebagai piagam pertama di dunia, juga konstitusi sebuah negara berbangsa majemuk pertama di dunia, lembar pakta ini hilang. Jaman belajar di sekolah menengah, seingat saya, kalau tidak salah, Magna Charta (disusun 1215 Masehi atau hampir 6 abad setelah Piagam Madina) dikenalkan sebagai piagam kemanusiaan pertama dunia dalam pelajaran sejarah. Tentang tahun Islam Hijriyah juga sekedar perpindahan Muhammad ke Madinah sehingga inti nilai-nilai Islam, yang jelas di perjanjian, tidak dikenal.

Mungkin itu sebabnya ketika Islam sering ditampilkan penuh kekerasan dan paksaan, bangsa ini sulit menentukan penilaian benar-salah. Sebaliknya, ketika banyak kecurangan dan kejahatan di depan mata, seperti tidak ada gerakan bersama para cendekiawan agama memeranginya, padahal jelas itu menodai Islam. Saya awam, bukan ulama penentu halal haram, tapi membaca Pakta Madina saya yakin penuh Islam adalah toleran, bukan pada berlakunya kejahatan, tapi pada keragaman yang asli warna Tuhan, sekaligus Islam adalah keluhuran, bukan kekerasan.

Menjadi muslim Indonesia itu penuh kekhawatiran bagi saya karena negeri ini berpenduduk muslim terbanyak di dunia. Bukan mengecilkan arti warga-warga negara Indonesia berkeyakinan lain, tetapi bicara Indonesia tidak bisa tidak bicara Islam, menurut saya. Maaf seandainya khawatir saya berlebihan, saya hanya terkenang kikisnya komunis seiring hancurnya negara berkeyakinan komunis terbesar dunia, Uni Sovyet. Jangan-jangan mengikis Islam adalah menghancurkan Indonesia dengan nilai-nilainya. 

Hilangnya lembar asli pakta bisa saja tidak terlalu berarti dibanding kikisnya keyakinan atas isi, meskipun kehilagan itu juga kemalangan besar. Saya yakin manusia-manusia dibekali akal untuk mampu menelaah kemudian menemukan nilai-nilai kebenaran. Fakta-fakta tersembunyi mungkin belum ditemukan, itu masalah manusia, tapi kebenaran pasti tampil, meski kemudian, karena kebenaran adalah warna Tuhan, yang dijanjikan Tuhan akan langsung dan selalu dijaga-Nya.

Manusia hanya harus terus mencari kebenaran dengan segala titipan Tuhan, akal, pikiran, juga nurani. Terus berusaha, terus mencari, tidak boleh berhenti, karena menurut saya, runtuhnya kebenaran bukan karena kebenaran itu ditutupi tapi karena manusia berhenti mencari. Janji Tuhan itu pasti, kebenaran akan selalu tampil. Satu catatan besar untuk pengingat, kehancuran bisa juga adalah ganjaran Tuhan atas kebodohan. Semoga, yang ini, tidak menimpa Indonesia. Semoga dari banyak persamaan, hilangnya Piagam Madinah tidak menimpa konstitusi Indonesia, lembar-lembar juga isi-isi. Mudah-mudahan... Lindungi negeri ini, Tuhan.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Wulung Dian Pertiwi

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Andai Saya Jurnalis, Kemarin

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
img-content

Tentang Kebenaran (Bagian 2 The Help)

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler