x

Iklan

ahmad rosyidi syahid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Rasa Seni yang Hilang dari Para Pencari Kekuasaan

Opini tentang kepekaan parpol dalam menjaga keindahan Yogyakarta

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ada hal menarik yang saya jumpai hari ini. Sebuah pemandangan kontras di tengah daerah wisata bernama Yogyakarta. Di depan sebuah pusat perbelanjaan bonafit, Ambarrukmo Plaza, tepatnya di pembatas jalan yang berada di tengah antara jalur kiri dan kanan, terpasang bendera berwarna kuning yang diikatkan di bambu menyilang. Bendera-bendera tersebut ditempelkan menggunakan kawat di beberapa pohon sepanjang beberapa ratus meter. Pemandangan ini sekilas nampak biasa. Namun, ketika saya mengamati lebih dalam, mulai terasa bahwa pemasangan bendera-bendera tersebut terlihat kumuh dan “miskin”, sangat “menyakiti mata”, khususnya jika memandangnya dari sudut pandang wisatawan. Bagaimana tidak. Bendera-bendera berwarna kuning tersebut, terpasang tepat di depan sebuah pusat perbelanjaan mewah, tempat para Shopaholic memuaskan diri membeli barang-barang berkelas tinggi. Terlihat sekali betapa “gagal”-nya bendera-bendera tersebut mencitrakan kemeriahan sebuah acara yang mungkin menjadi alasan mengapa mereka terpasang. Bandingkan saja dengan iklan rokok yang ada di depan Plaza tersebut, memakai peralatan elektronik, atraktif, dan menarik.

Tapi, sejujurnya yang lebih “seksi” untuk dibahas adalah pemilik dari bendera-bendera kuning itu. Mungkin pembaca bisa menebak dari judul di atas yang berbicara tentang kekuasaan. Siapa lagi kalau bukan sebuah partai politik. Ya, bendera-bendera tersebut milik para pencari kekuasaan (secara objektif, tanpa bermaksud mengkonotasikan negatif). Mereka yang setiap 5 tahunan bertempur habis-habisan di kancah politik itu pasti kemudian ada anggotanya yang menjadi penguasa (a.k.a pemerintah). Mereka yang kemudian menjadi perwakilan dari rakyat, lalu menduduki posisi masing-masing, ada yang berposisi sebagai kepala pemerintahan pusat, daerah ataupun yang lainnya. Kemudian tugas mereka adalah mengurusi daerah yang diwakilinya. Kalau di Yogyakarta, ya mengurusi Yogyakarta. 

Nah, dari logika berfikir yang demikian, saya kemudian menjadi heran sendiri. Bukankah seharusnya mereka (para penghasil pemimpin-pemimpin rakyat) itu lebih mengerti cara mengurus daerah, khususnya dalam artikel ini Yogyakarta? Saya rasa, orang awam pun tahu kalau Yogyakarta ini daerah wisata, daerah yang banyak didatangi oleh wisman dan wisnus. Menjaga keindahan, kebersihan dan keamanan seharusnya tidak menjadi persoalan lagi. Lalu, mengapa ketika partai politik ini sedang mengadakan acara untuk membahas daerah (mungkin), mereka malah mencitrakan hal yang kurang indah untuk dipandang di daerah yang sedang dibahas tersebut? 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi saya, masalah pemasangan bendera yang tidak tertata rapi ini merupakan sesuatu yang serius. Hal ini karena pariwisata merupakan masalah kepuasan. Hal sekecil apapun bisa jadi penyebab ketidakpuasan wisatawan. Termasuk “sakitnya” mata melihat pemandangan bendera-bendera tersebut. 

Pemasangan bendera-bendera parpol ini juga bisa memicu parpol lain untuk melakukan hal yang sama, saya tidak bisa membayangkan ketika mereka “bertempur” lagi, lalu mulai semena-mena menempel apapun di pohon-pohon tersebut. Kalau sudah begini, apa yang bisa dicontohkan kepada masyarakat tentang menjaga keindahan? Toh, calon-calon pemimpin juga tidak perduli dengan keindahan. Wajar saja sekarang ini papan reklame, pamflet, leaflet, spanduk, banner dan lain sejenisnya bertebaran “menghiasi” Yogyakarta. Indah memang kalau dibuat seperti di Las Vegas, Los Angeles, atau yang terdekat Singapura. Namun, kalau pemasangannya saja menggunakan kawat berkarat, tali rafia, dan lem yang berbekas ketika dilepaskan, bagaimana bisa indah?

KEDEWASAAN. Itu mungkin yang perlu ditekankan bagi pemasang Sampah Visual (Istilah Sumbo Tinarbuko untuk menyebutkan hal-hal yang merusak pemandangan) tersebut. Menurut saya, dari pada memasang bendera dengan upah pekerja yang cukup tinggi. Alihkan saja biayanya untuk membuat presensi di media sosial seperti Facebook, Twitter dan lain sebagainya. Malah, menurut saya, itu lebih hemat, cepat dan tepat. Mau menargetkan Awarness untuk golongan muda, pakai saja penargetan iklan di situs-situs media sosial tersebut. Tidak usah mengorbankan keindahan Yogyakarta. Atau, kalau memang “kebelet” ingin meningkatkan pemasaran parpol di dunia nyata, ya coba di “sentil” anggota-anggota nya yang duduk di kursi empuk untuk menganggarkan perencanaan tata kota yang baik. Sediakan tiang-tiang khusus yang suatu saat bisa dipakai untuk memajang bendera parpol-parpol yang sedang kampanye atau yang sedang membuat acara. Jadinya kan bisa lebih elegan, dan terlihat bonafit.

Yah, itulah mungkin yang bisa saya sumbangkan untuk para pencari kekuasaan tersebut. Semoga dari hal sekecil apapun, mereka (calon pemimpin rakyat) bisa menjadi pemimpin yang sebenarnya. Pemimpin yang bisa menjadi contoh, panutan dan harapan. Kita tidak cuma butuh harapan baru, kita butuh panutan yang baru tentang kinerja yang profesional dari mereka, para pencari kekuasaan.

 

Ikuti tulisan menarik ahmad rosyidi syahid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler