x

Iklan

Fadh Ahmad Arifan

Alumnus MI Khadijah kota Malang
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Buya Hamka Dibaiat Abah Anom?

Hamka adalah ulama dan sastrawan besar di Indonesia. Beliau dikenal sebagai pelopor "Tasawuf modern". Sebuah konsep sufi tanpa Tarekat yang bisa diterapkan di era Modern.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada pertemuan ke 10 perkuliahan Akhlak Tasawuf di STAI al-Yasini, saya memberikan materi tentang "Intisari Tasawuf Buya Hamka". Ulama dan Sastrawan besar ini perlu saya ulas kepada mahasiswa supaya mereka tahu bahwa ada seorang Tokoh Muhammadiyah seperti Hamka juga amat perhatian terhadap dunia Tasawuf. Jadi tidak semua orang Muhammadiyah alergi terhadap Tasawuf (Baca: Fadh Ahmad, Mereka yang Anti Tasawuf & Tarekat, dalam www.academia.edu 1/11/2014).

Konsep atau gagasan Hamka mengenai Tasawuf dapat diketahui dari Buku Tasawuf modern (Yayasan nurul Islam, 1978), Renungan Tasawuf (1985) dan buku Pandangan hidup Muslim yang diterbitkan oleh Bulan bintang. Secara garis besar, Tasawuf ala Hamka berorientasi pada Purifikasi (pemurnian). Dapat pula Tasawuf modern Hamka digolongkan ke dalam Mazhab Tasawuf Akhlaqi. Alasannya, banyak sekali pendidikan akhlak yang terkandung dalam buku-buku Tasawufnya (Skripsi Rini Setiani, Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tasawuf Modern Buya Hamka, UIN Jakarta, 2011, hal 69)

Menarik untuk dicermati, ada kabar yang mengatakan bahwa pada 1981, Hamka menjadi penganut Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN). Kisah buya Hamka jadi penganut Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, tercantum di website NU online 15 Juni 2009 dan buku Abah Anom: Wali Fenomenal Abad 21, (Noura books, 2013), hal 47. Saat Hamka wafat di usianya yang ke-73. Seluruh penganut TQN Indonesia, Singapura, dan Malaysia menunaikan sholat ghaib untuknya, sebagaimana dianjurkan oleh Abah Anom dari Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya. ("Hamka Juga Ber-TQN" dalam tasawufsuryalaya.wordpress.com, tgl 30 Juli 2012)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Syukurlah Ust Afif hamka telah memberikan klarifikasi. Begini jawaban beliau:"Pleasssse... deh! Mohon jangan menga-ada. Mungkin saja, -kalaupun ada- tokoh yang bergelar "kiyai", "ustadz", bahkan "ulama" sekalipun yang pernah "merasa" dibaiat oleh para "Kiyai yang dianggap jauh lebih Senior" sekelas Abah Anom, misalnya, hal itu sudah tidak zamannya lagi berlangsung di Ranah Minang, persisnya di Sumatera Barat".

Masih kata Ust Afif, "Asal tahu saja, para tokoh yang bergelar "Buya" (tentu khususnya yang berlaku di Ranah Minang) udah dari sononya nggak bakalan "ikutan" yang kayak begitu. Zaman "pembersihan" akidah, ibadah dan muamalah di Ranah Minang sudah berlangsung sejak sebelum "Perang Padri". Bayangin tuh! Jangankan mengelar "aroma Tareqat", ada saja kalimat Sholawat kepada Rasulullah SAW yang ditambah-tambah "dengan mendewa-dewakan Rasul" sudah dianggap menyimpang. Jadi nggak bakalan ada di kamus, seorang Buya dibaiat Kiyai apalagi dalam nuansa Tareqat. Dan Buya Hamka, jauh dari itu". (Ust Afif hamka, facebook 1/12/2014)

Secara Pribadi saya meragukan dibaiatnya Hamka oleh Abah Anom. Pasalnya kisah itu hanya berasal dari pengaggum Abah Anom dan bukti foto Buya dengan Abah anom. Apakah nama besar Hamka dicatut untuk motif tertentu? Wallahu'allam. Kalau membaca berbagai buku yang mengulas perjalanan hidup Hamka, kisah atau kabar pembaiatan ini tidak kita jumpai. Perlu diketahui juga bahwa Dasar tasawuf adalah Tauhid. Hamka menambahkan bila orang yang mengaku bertasawuf mengadakan Haul dan bertawasul ke makam guru (mursyid), maka yang demikian belum dikatakan mengenal Tauhid dan Tasawuf yang sejati (Hamka, Pandangan hidup Muslim, Bulan Bintang, 1992. hal 57-58). 

Ikuti tulisan menarik Fadh Ahmad Arifan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler