x

Iklan

Adjat R. Sudradjat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Masih Saja Ada Maling Teriak Maling

Keberadaan LSM dan aktivis pegiat antikorupsi seperti ICW, disinyalir banyak dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab dengan mendompleng nama besar LSM tersebut hanya untuk kepentingan diri sendiri

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

9 Desember adalah Hari Antikorupsi Sedunia. Sebagaimana hari ini, masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan banyak yang menyambutnya dengan berbagai cara. Tak ketinggalan Presiden Jokowi pun ikut memperingatinya di Yogyakarta.

Semangat pemberantasan korupsi di Indonesia secara nyata baru dimulai pasca reformasi, setelah dibentuknya Komisi Pemberntasan Korupsi (KPK) pada tanggal 16 Desember 2003, di era pemerintahan Presiden Megawati. Hingga sekarang ini, meskipun belum dianggap memuaskan, akan tetapi upaya pemberantasan kejahatan yang merugikan anggaran negara, dan menyengsarakan rakyat itu terus berjalan seiring banyaknya pelaku korupsi yang ditangkap dari berbagai kalangan, baik politisi maupun oknum birokrasi sendiri.

Hal itu bisa jadi dengan adanya transparansi dan sikap independensi dari lembaga antirasuah itu sendiri, sehingga masyarakat pun mendukung kinerja KPK sepenuh hati. Terbukti dengan munculnya berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan aktivis pegiat antikorupsi cukup membantu KPK dakam mengungkap praktik kejahatan yang dianggap luar biasa, dan sudah mewabah sejak lama di indonesia itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

LSM yang dianggap paling depan dalam membeberkan berbagai kasus korupsi di Indonesia ini antara lain Indonesian Corruption Watch (ICW) yang dimotori pertama kali oleh Teten Masduki, lalu Pukat UGM (Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada).

Dalam kegiatannya pun, kedua LSM tersebut dianggap cukup kredibel dan mampu mengedepankan asas keterbukaan. Seperti misalnya saat ICW mendapat tudingan dibiayai oleh pihak asing, maka dengan gamblangnya pihak ICW sendiri membeberkan dana operasional kegiatan mereka selama ini.

Semangat masyarakat pegiat antikorupsi itu sendiri yang banyak bermunculan di berbagai daerah, baik di ibukota provinsi, kabupaten, maupun kota, dan sepertinya mengekor ICW juga dengan menambahkan CW di belakang nama suatu Ibukota provinsi, atau kabupaten/kota. Hanya saja eksistensi dan kegiatannya, termasuk dana operasionalnya belum ada kejelasan berasal dari mana – sebagaimana ICW telah melakukannya.

Bahkan ada sinyelemen buruk terkait kegiatan pegiat antikorupsi di beberapa daerah, konon temuan kasus dugaan korupsi yang ditemukannya justru digunakan untuk mendapatkan imbalan dari terduga pelaku korupsi itu sendiri. Bisa dikatakan modusnya seperti yang dilakukan @Trio Macan yang menghebohkan beberapa waktu ke belakang. Sehingga ungkapan ‘maling teriak maling’ pun beredar di tengah masyarakat. Dan persepsi aktivis pegiat antikorupsi menjadi tercoreng, tentu saja.

Hal seperti itulah sudah tentu merupakan preseden buruk bagi masyarakat  pegiat antikorupsi, niat baik dan suci mereka dikotori oleh oknum-oknum yang memanfaatkan dengan mendompleng nama besar – seperti ICW,  hanya untuk kepentingan diri sendiri.

Maka sinyalemen tersebut perlu disikapi dengan sungguh-sungguh oleh aktivis pegiat antikorupsi yang masih berjalan di atas rel yang ‘benar’. Jangan sampai suatu saat nanti ikut kena imbasnya, dianggap sama dengan oknum-oknum pegiat antikorupsi yang justru malah ibarat maling teriak maling.

Semoga. ***

Sumber foto: di sini

Ikuti tulisan menarik Adjat R. Sudradjat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler