x

Iklan

Syukri MS

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

[2015] Tahun Baru Penuh Dukacita

Seminggu menjelang berakhirnya tahun 2014, musibah kembali terjadi di Indonesia. Pesawat Air Asia QZ8501, Minggu 28 Desember 2014 jatuh di lepas pantai Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Biasanya, langit akan dipenuhi dengan kembang api dan ledakan petasan memasuki pergantian tahun. Jalanan riuh dengan suara terompet. Pesta pora berlangsung di bar dan cafe. Warga di pedesaan juga tak ketinggalan, musik semalam suntuk diiringi organ tunggal yang sangat meriah.

Masih adakah kembang api di langit Indonesia? Soalnya, suasana di tanah air saat ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Musibah dan bencana terjadi hampir di semua wilayah nusantara. Mulai dari tanah longsor di Banjarnegara Jawa Tengah, banjir di Aceh, Sumut, Bandung dan beberapa tempat lainnya di Jawa dan Sumatera, sampai musibah terbakarnya pasar Klewer di Solo Jawa Tengah.

Tragisnya, seminggu menjelang berakhirnya tahun 2014, musibah kembali terjadi di Indonesia. Pesawat Air Asia dengan nomor penerbangan QZ 8501, Minggu 28 Desember 2014 jatuh di lepas pantai Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Pesawat yang terbang dari Bandara Juanda Surabaya ke Singapura itu membawa 155 penumpang, 138 orang dewasa, 16 anak-anak, 1 bayi, 2 pilot dan 5 kru kabin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hampir semua orang saat ini sedang larut dalam rasa dukacita. Mereka adalah para keluarga korban longsor, korban banjir, korban kebakaran, dan keluarga korban pesawat Air Asia QZ8501. Selain itu, rakyat kecil juga sedang berdukacita karena kehilangan daya beli akibat harga barang terus melonjak.

Lengkaplah dukacita Indonesia memasuki 2015. Menelisik kondisi itu, sebenarnya menyongsong tahun baru 2015 tidak layak disambut dengan pesta kembang api dan sukacita. Pasalnya, ditengah-tengah kita sangat banyak orang yang sedang berduka.

Dukacita harus diiringi dengan doa dan hening cipta, bukan dengan pesta dan sukacita. Sayangnya, pesta kembang api tetap berlangsung meski sebagian rakyat Indonesia sedang berdukacita. Inilah kita, bangsa yang sedang kehilangan rasa empati.

Seharusnya, inilah saatnya bangsa Indonesia mengubah tradisi menyambut tahun baru dari pesta pora ke tradisi hening cipta. Misalnya, detik-detik berakhirnya tahun 2014, semua stasion televisi menayangkan semua peristiwa dukacita. Hal itu untuk mengingatkan bangsa ini bahwa belum tiba saatnya untuk berpesta.

Momen ini juga dapat digunakan oleh para pemimpin dan seluruh rakyat Indonesia untuk introspeksi diri. Merenungkan dan tafakkur, apa yang sudah dilakukan (diberikan) untuk orang dan makhluk lain yang bernaung dibawah ibu pertiwi.

Kalau kita sudah memberikan yang terbaik untuk ibu pertiwi, cukup layak mengakhiri penutupan tahun 2014 dengan pesta kembang api. Sebaliknya, jika penghuni tanah air ini makin menderita, harusnya pemimpin dan seluruh bangsa Indonesia menangisi kegagalan itu pada acara penutupan tahun 2014 ini.

Inilah salah satu wujud revolusi mental, berempati kepada orang-orang yang sedang dilanda musibah. Berempati kepada rakyat kecil yang kehilangan kemampuan membeli kebutuhan pokoknya.

Harusnya begitu, tetapi faktanya berbeda. Ditengah musibah ada yang berpesta, bukti bahwa kita telah kehilangan rasa empati. Kini, sila persatuan Indonesia hanya menjadi simbol yang terpajang didada garuda.

Ikuti tulisan menarik Syukri MS lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler