x

Personil Girls Generation atau SNSD memuaskan penonton dalam konsernya di Mata Elang International Stadium (MEIS) Ancol Beach City, Jakarta (14/9). Konser yang bertajuk 2013 Girls Generation World Tour Girls & Peace ini berlangsung selama 4 jam. TEMP

Iklan

margaretha diana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Fleksibel atau Tak Berkarakter?

Bangsa Indonesia dikenal dengan karakter masyarakatnya yang ramah dan santun. Di sisi lain, bangsa ini juga punya dengan fleksibilitas tinggi dalam menerima budaya baru.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Soekarno, ijasah hanyalah sepotong kertas. Hal ini tidak abadi. Ingatlah bahwa hanya karakter manusia yang selalu kekal. Karakter inilah yang akan tetap dikenal, lama setelah manusia itu meninggal.”

Kata-kata sederhana namun sarat makna tersebut diucapkan oleh Prof. Jan Klopper kepada Soekarno, saat wisuda dari Technische Hogeschool Te Bandung tanggal 25 Mei 1926. Mungkin pada waktu itu sang rektor tak pernah tahu jika kata-kata tersebut mengendap dalam sanubari seorang Soekarno muda. Pun mungkin tak pernah terbayang oleh Jan Klopper jika Soekarno pada akhirnya menjadi salah satu tokoh kunci kemerdekaan bangsa Indonesia.

Karakter, begitu mudah orang mengenali orang seseorang lewat karakternya. Dan bangsa Indonesia dahulu pun terkenal dengan karakter masyarakatnya yang ramah, santun dan berempati tinggi. Gemah ripah loh jinawi ayem tentrem kerta raharja, begitu masyarakat menggambarkan keadaan masyarakat Indonesia. Ramah tamah penuh empati pun simpati serta gotong royong dijunjung tinggi, itu pula yang digambarkan menjadi ciri khas masyarakat Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di sisi lain, negara ini terkenal dengan karakter fleksibilitas masyarakatnya dalam hal menerima sesuatu yang baru. Begitu fleksibelnya hingga bermacam agama bisa berkembang disini. Begitu fleksibel pula menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu. Mengingat culture dan counture serta bahasa yang berbeda di setiap daerah.

Tapi kemudian menjadi pertanyaan besar bagi saya, ini bentuk fleksibilitas atau justru bentuk sebuah masyarakat tanpa karakter? Mengingat pernah ada satu waktu begitu kecanduannya (atau keracunan) masyarakat kita dengan budaya Korea. Sehingga segala bentuk dan bahkan life style Korea diadopsi oleh masyarakat kita dengan mudahnya. Bahkan yang paling ekstrim, budaya operasi plastik pun diadopsi dengan harapan mendapatkan wujud seperti para bintang serial drama Korea yang terkenal cantik dan ganteng, halus mulus tanpa cacat.

Ada pula satu waktu di mana negara terkena bencana beruntun yang mengoyak jiwa seperti tsunami Aceh. Begitu banyak yang mengirimkan empati untuk sekedar menguatkan para korban. Tapi hal tersebut diimbangi pula oleh sebagian lainnya yang sibuk memamerkan koleksi tas Hermesnya yang berharga di atas sekian ratus juta rupiah.

Mungkin hal inilah yang menyebabkan studi tentang Indonesia mengalami penurunan drastis. Dan mungkin juga inilah sebab kenapa sangat sedikit sekali ditemukan literatur tentang Indonesia sekarang ini. Bahkan di Belanda, negara yang mempunyai literatur paling lengkap tentang Indonesia. Di Universitas Leiden sendiri, untuk fakultas studi Indonesia, mereka menyederhanakan pengajarannya.

Dan kemudian menjadi pertanyaan besar yang tertinggal, akan seperti apa karakter anak cucu kita kelak? Apakah mereka juga akan melupakan jati diri bangsa, dan tergerus oleh budaya bangsa lain? Entahlah..

Ikuti tulisan menarik margaretha diana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler