Dakota Seulawah, Dari Heroisme ke Isu Pecah Belah?

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Douglas C-47 B Skytrain, pesawat canggih jenis Dakota pernah terbeli oleh Indonesia kurang dari lima tahun sejak produksi pertamanya. Heroisme rakyat Aceh menjadi jalan kita memiliki pesawat itu dulu. Masihkah sejarah dipahami dengan semangat sama?

Douglas C-3 Skytrain atau Dakota dibuat akhir 1940 oleh pabrik pesawat terbang Amerika Serikat sebagai penyempurnaan model sebelumnya, Douglas C-2,  yang murni pesawat angkut. Kelahiran Dakota terkondisi Perang Dunia II, sehingga perusahaan bersiasat melengkapi pesawat berdaya angkut dengan kemampuan operasi militer. Dakota merajai angkasa karena sempurnanya teknologi pesawat ini masa itu, dalam situasi perang dunia. Saking larisnya, Douglas Aircraft Company terus membuat penyempurnaan, sehingga dalam waktu dekat jenis ini telah memiliki banyak varian. Douglas C-47 B Skytrain, yang pertama diproduksi 1943, salah satu jenis Dakota, terbeli Indonesia, kurang dari lima tahun setelahnya, yaitu pada Juni 1948.   

Sebelum tiga tahun merdeka, ‘bayi’ Indonesia memiliki pesawat angkut pertama, pesawat tercanggih dan terpopuler masa itu. Kita perlu untuk mobilisasi kenegaraan, mengantar Presiden atau anggota kabinet ke daerah atau ke luar negeri, atau keperluan mengirim delegasi-delegasi RI pada pertemuan-pertemuan internasional. Di masa pergolakan, ketika kemerdekaan kita berusaha digagalkan penjajah dengan segala upaya termasuk agresi militer, Dakota adalah angkutan tepat. November tahun sama, pesawat ini pertama kali digunakan resmi untuk kepentingan negara, mengantar tur Wakil Presiden, Bung Hatta, dari Maguwo (cikal lapangan terbang Adi Sucipto), ke Payakumbuh, Sumatera Barat, ke Jambi, hingga Kutaraja atau Kota Banda Aceh.

Heroisme mengharukan, menurut saya, melatari terbelinya Dakota pertama kita itu. 120 ribu dolar Singapura dan 20 kg emas adalah sumbangan rakyat selama dua hari saja dalam kunjungan Bung Karno ke Aceh. Dipelopori HM. Djoenet Joesof, ketua sebuah ikatan saudagar di Aceh, rakyat mengumpulkan hartanya untuk mimpi Indonesia waktu itu, memiliki pesawat angkut. Karena himpunan dana cukup, terbelilah pesawat secanggih Dakota kemudian dinamai Dakota RI-001 Seulawah (Seulawah nama gunung di Aceh), mengabadikan heroisme rakyat Aceh.

Hal lain. 1948, ketika itu terjadi, Indonesia merdeka telah lengkap dengan dasar negara melalui prosesnya. Piagam Jakarta, salah satu dokumen yang mewarnai perjalanan penyusunan dasar negara, jelas berisi sila-sila Pancasila, yang sila pertama berbunyi ‘KeTuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya’. 22 Juni 1945, ini ditetapkan Panitia Sembilan sebagai persiapan naskah proklamasi kemerdekaan, awalnya, mengikuti alur Jepang yang ingin nampak tidak mengingkari janji setelah perlu banyak dukungan menghadapi Perang Dunia II, menurut saya.  Piagam Jakarta akhirnya menjadi Pembukaan UUD 1945 karena Proklamasi RI disusun cepat mengejar perlu segeranya sebuah pernyataan kemerdekaan, ketika Jepang menyerah ke blok lawan (sekutu).

Sehari setelah penetapan Piagam Jakarta, beberapa tokoh menemui Bung Karno, salah satu Panitia Sembilan, mengusulkan perubahan redaksional. Dengan musyawarah, mufakatlah seluruh anggota Panitia Sembilan mengganti redaksi Piagam Jakarta menjunjung kesatuan bangsa, yang dijamin negara keberagamannya, termasuk soal keyakinan. Digantilah naskah tersebut sehingga bersusunan seperti Pembukaan UUD 1945 yang kita kenal sekarang, menghilangkan kalimat 'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya'.

Percaya atau tidak, sekarang, ‘Bung Karno mengingkari janji pelaksanaan syariat Islam di Aceh setelah sumbangan Dakota dulu’, menjadi isu santer yang ditelan bulat kebanyakan orang Aceh setahu saya. Sama populernya dengan ‘gerutuan Kartini’, yang saya tulis di blog ini, sebelum judul ini, tema tadi hampir adalah obrolan sehari-hari dalam kehidupan Aceh.

Desas-desusnya, Bung Karno menjanjikan pelaksanaan syariat Islam di Aceh jika Dakota terbeli dan kemudian Bung Karno melanggar itu setelah ternyata rakyat Aceh benar menyanggupi sejumlah dana dari kumpulan harta. Apakah selang tiga tahun, dari 1945 ke 1948, rakyat Aceh melupakan proses penyusunan dasar negara? Apakah Bung Karno berubah menjadi egois dalam tiga tahun dengan sepihak menjanjikan pelaksanaan syariat Islam di salah satu bagian saja di Indonesia?

Sedih menyaksikan sejarah dengan mudah diplintir berubah isu, sekaligus sangat sedih banyak orang percaya yang membuat ini bergulir besar menjadi pemahaman kebanyakan karena berantai ditiupkan. Setelah sangat menderita oleh konflik bertahun-tahun, ditambah kurangnya pemahaman sejarah Indonesia, yang bukan saja kondisi di Aceh melainkan kenyataan nasional, mudah membuat Aceh memberontak.

Jika kemauan rakyat Aceh benar-benar tidak sejalan dengan NKRI mustahil Dakota RI-001 Seulawah terbeli. Dan jika benar pelaksanaan syariat Islam terselenggara di Aceh adalah yang murni diperjuangkan, sejak penetapan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), yang salah satu poinnya memungkinkan Aceh menerbitkan peraturan mengatur daerahnya, harusnya syariat Islam berlaku kafah atau total. Nyatanya hari ini syariat Islam di Aceh sekedar seputar hijab, baju ketat, dan posisi duduk perempuan ketika membonceng sepeda motor. Apa agenda sebenarnya?

Soal Aceh dan banyak peristiwa lain, syariat Islam seperti alasan menjadi kedok tujuan utama pecah belah. Setahu saya, tanpa pendirian Negara Islam, umat Islam adalah wajib menjalankan syariat atau hukum Islam, bahkan terbukti Bapak-Bapak kita memahami itu dulu dan menjadikannya jelas tertera dalam perencanaan pernyataan kemerdekaan Negara Kesatuan Indonesia berbentuk Republik. Artinya identitas kita jelas, bukan berarti negara Republik umat Islamnya bebas tidak bersyariat. Hanya demi keluhuran meletakkan kebersamaan bangsa yang beraneka ini di atas egoisme golonganlah, yang membuat Panitia Sembilan bersepakat mengganti redaksi piagam. Jelas, bukan berarti umat Islam Indonesia terbebas dari kewajiban menunaikan keyakinannya itu.

Pelaksanaan syariat Islam oleh umat Islam bukan soal bentuk negara tapi soal kesungguhan menghormati keragaman. Sejarah hijrah dalam perjalanan Islam jelas menuturkan bahwa Rasulullah Muhammad membangun negara Madinah di atas bangsanya yang majemuk, termasuk dalam keyakinan, karena ada Yahudi, Nasrani, juga kafir.  Saya selalu khawatir pecah belah demi menghancurkan Islam karena Indonesia adalah negeri berpenduduk muslim terbesar dunia, dan Aceh basis terkental.

‘Luka’ besar seperti sengaja diciptakan di Aceh, demi penghancuran, dugaan saya, sekedar hipotesa. Maaf, jika mengerucut pada Islam, bukan bermaksud mementingkan keyakinan saya dibanding agama bangsa Indonesia lainnya, tetapi menghancurkan Islam adalah menghancurkan Indonesia, jika mengikuti alur sejarah dunia meleburkan ajaran komunis ditempuh pertama dengan memporakporandakan Uni Sovyet, negeri berhaluan komunis terbesar.

Jika tidak salah memetakan, Islam dan komunislah yang besar dan berseberangan dengan kapitalisme, sehingga bisa saja demi kelanggengan absolut, Islam dan komunis harus hancur, kalau perlu dua ini biar saling berbenturan. Sekarang, ketika komunis seperti lenyap, Islamlah target utama.  

Andai-andai saya saja, yang awam. Saya takut Indonesia sedang dihancurkan dengan pecah belah. Ini sekedar pengingat karena kedaulatan Indonesia utama dan berarti penting dijaga, termasuk melestarikan semangat saling menghargai, saling menjaga.

Catatan kecil di akhir, Dakota Seulawah dibuatkan tiga replika, masing-masing ada di Lapangan Blang Padang Banda Aceh menjadi monumen, di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta, dan satu lagi di Myanmar. Sepanjang 1949, Dakota RI-001 Seulawah membantu operasi militer pemerintah Myanmar memerangi pemberontakan di negerinya. Bangga jadi generasi Indonesia. Kita jaga ya..

 

Sumber foto : www.airliners.net

Bagikan Artikel Ini
img-content
Wulung Dian Pertiwi

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Andai Saya Jurnalis, Kemarin

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
img-content

Tentang Kebenaran (Bagian 2 The Help)

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler