x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengapa Iklan yang Anda Sukai Bukan Iklan Saya?

Siapapun yang membeli sebuah produk, ia sebenarnya membeli apa yang dapat dilakukan produk itu untuknya, misalnya melangsingkan tubuh, bukan untuk memuaskan pemasang iklan yang barangkali “narsis habis”.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

 

“Creative without strategy is called 'art.' Creative with strategy is called 'advertising'.”
--Jef  I. Richards

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

“Berbagilah dunia bersama kami.” Tahukah Anda siapa pemilik tagline ini? Mungkin Anda menjawab, “Apa peduli saya?”

Steve Lance dan Jeff Woll mencontohkan tagline di atas sebagai kesalahan yang paling umum dibuat oleh para pengiklan. Alih-alih menyampaikan manfaat produk atua jasa yang mereka buat bagi konsumen, mereka justru hanya menepuk dada! “Kami luar biasa, bukan?” Mungkin ya, tapi siapa peduli?

Pengiklan seringkali mengabaikan bahwa pesan terpenting untuk disampaikan kepada konsumen adalah manfaat. Siapapun yang membeli sebuah produk, ia sebenarnya membeli apa yang dapat dilakukan produk itu untuknya (misalnya, membikin lebih sehat, membuat tampak lebih segar, melangsingkan tubuh), bukan untuk memuaskan penjual yang barangkali “narsis habis”.

Sebagai pemasang iklan, Anda mungkin juga bingung: Mengapa semua iklan hebat yang Anda sukai bukan iklan saya?

Dalam buku mereka, The Little Blue Book of Advertising, Steve dan Jeff berusaha menjawab pertanyaan itu dengan mengurai satu per satu segi-segi penting sebuah iklan. Kedua orang yang telah puluhan tahun bergelut di dunia periklanan ini menunjukkan kesalahan-kesalahan yang sering dibuat oleh pengiklan. Namun yang terpokok, keduanya berbagi prinsip-prinsip dasar yang manjur dalam mengiklankan produk.

Sebagai pembuka, kita diajak untuk memahami bahwa 52 prinsip (mereka menyebutnya ide kecil yang luar biasa) dalam buku ini didasarkan pada tiga sudut pandang. Pertama, pemasar dan pekerja kreatif tidak berbicara dalam bahasa yang sama. Kenyataan ini kerap ditampik, padahal semestinya perbedaan ini dipahami untuk kemudian dikelola.

Steve mencontohkan: seorang direktur menginginkan logo perusahaan di sebuah iklan dibuat lebih besar agar terlihat menonjol, sementara itu pengarah kreatif terus berusaha menjelaskan kepada direktur ini bahwa upaya itu tidak akan berhasil; logo yang lebih besar akan mengubah pusat-visual iklan tersebut. Logo itu jadi terlihat lebh menonjol ketimbang produk yang dijual. Masing-masing orang bersikukuh pada pendapatnya. Keduanya, menurut Steve, berbicara dalam bahasa yang berbeda.

Kedua, berpikirlah ‘di dalam kotak’. Kata Steve dan Jeff, janganlah berpikir di luar kotak, kecuali bila Anda seorang Albert Einstein. Bagi kita yang orang awam, melakukan sesuatu yang cemerlang bahkan di dalam kotak yang kita kenal sekalipun merupakan peristiwa langka. Mengapa? Sebab, banyak orang pintar telah mengisi banyak kotak dengan banyak hal bagus. Jadi bagaimana?

Steve dan Jeff mengatakan bahwa hal-hal penting dan bagus dalam pemasaran dan periklanan sudah banyak ditemukan. Karena itulah, yang dilakukan oleh Steve dan Jeff adalah menghimpun pengetahuan yang dapat menjadi fondasi kokoh tempat Anda dapat membangun merek yang bertahan lama, kampanye iklan yang sukses dan menempel di benak konsumen, serta promosi yang memberikan hasil efektif (produk dan jasa terjual).

Ketiga, Anda tidak dapat mengatur dan mengelola apa yang tidak dapat Anda ukur. Sudut pandang ini terkait dengan apakah iklan Anda efektif? Bagaimana Anda bisa mengetahui hal itu bila Anda tidak dapat mengukurnya? Dan jika tidak mengukur, bagaimana Anda dapat mengaturnya? Banyak cara yang dapat dipakai untuk mengukur, terserah Anda memilih yang mana. Namun Steve menyarankan untuk memilih ukuran yang paling realistis dan paling lama berlakunya, serta bertahanlah dengan ukuran itu selama mungkin.

Gagasan-gagasan yang dituangkan secara ringkas dalam ‘buku biru kecil’ ini mungkin sudah Anda kenali. Steve dan Jeff mengakui hal itu, namun ia dengan piawai menunjukkan bahwa gagasan-gagasan besar ini tetap relevan dengan situasi bisnis saat ini dan betapa banyak perusahaan yang mencoba mengingkari gagasan itu ternyata gagal. Perusahaan ini lebih cenderung bersikap narsis ketimbang berusaha terus melayani kebutuhan pelanggannya. Bagi Anda yang sudah lama berkecimpung di dunia periklanan sekalipun, buku ini tetap layak sebagai sumber inspirasi. (sbr foto: quoteimg.com) **

 
 
 

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler