x

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (tengah) ketika memotret Pewarta Foto Antara ketika menghadiri peluncuran Buku Kilas Balik 2012 karya Pewarta Foto Antara di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta, Kamis (29/3) malam. TEMPO/Dian Triyuli Handoko

Iklan

Tempo Institute

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Media Sosial dan Menjamurnya Jurnalisme Judul

Jurnalisme judul memang makin menjamur seiring maraknya media sosial. Judul yang bombastis, tak presisi atau bahkan menjebak pembaca kian jamak kita temui di dunia maya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Beberapa tahun lalu, seorang kawan meliput bom di Cirebon. Karena mendapati pelaku masih sebagai tersangka, sesuai etika jurnalistik, dia menulis nama tersangka dengan inisial AS. Kawan tadi menulis judul berita itu seperti ini; AS Diduga Terlibat Bom Cirebon.

Sebenarnya ini berita biasa. Seorang yang diduga melakukan kejahatan dan diberitakan dengan nama inisial. Jika membaca beritanya dengan tuntas, berita ini tak heboh-heboh amat. Namun, di jaman media sosial ini, sebagian pembaca cenderung malas menuntaskan isi berita. Bahkan hanya membaca judulnya dan langsung mengambil kesimpulan.

Akibatnya, berita tak hanya berhenti sekedar informasi. Ia bisa direkadaya pembaca dan ditambahi bumbu. Lewat komentar yang dijajakan di media sosial. Berita itu tersebar di media sosial dengan tambahan bumbu hingga hasilnya jauh panggang dari pada api. AS dalam judul itu dipahami sebagai Amerika Serikat. Mereka yang tak tuntas membaca berita itu ikut terbawa arus. Lalu ramai-ramai ikut memaki dan mengutuk Amerika Serikat. Pembaca terjebak dalam jurnalisme judul.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jurnalisme judul memang makin menjamur seiring maraknya media sosial. Judul yang bombastis, tak presisi atau bahkan menjebak pembaca kian jamak kita temui di dunia maya. Konten di media sosial yang ringkas dan singkat, yang biasa dikonsumsi dengan perangkat ponsel yang berlayar kecil, membentuk pembaca dengan daya baca yang pendek. Mereka mementingkan judul sebuah berita. Karena beranggapan judul merupakan perwakilan isi berita.

Tapi anggapan ini tak seiring dengan kualitas jurnalis di media massa. Tak semua jurnalis memiliki kecakapan menulis judul dan berita dengan ringkas. Di sisi lain, persaingan antar media menggiring mereka membuat judul yang menarik perhatian, tapi menyesatkan pembaca. Jamak kita mendapati berita dengan judul ditambahi tanda tanya (?). Setelah dibaca tuntas, isi beritanya tak sesuai judulnya. Jenis-jenis berita ini kerap lalu lalang di linimasa dan membanjiri media sehari-hari.

Bagaimana agar tak terjebak dengan jurnalisme judul?

Pertama, bacalah berita yang memang menjadi minat anda. Bukan karena berita itu muncul di linimasa media sosial anda. Lalu, tuntaslah dalam membaca berita. Kesalahan penyebar berita yang paling sering adalah, merasa sudah membaca berita hanya dari judulnya saja. Padahal isi beritanya ada yang menyimpang. Tuntaslah membaca berita.  Ketiga, bacalah berita dengan pola pikir skeptis (skeptical knowing). Ragukanlah isi berita.Tiap informasi yang ditulis wartawan, bisa menjadi jebakan buat pembaca. Maka, keraguan pembaca bisa menggiring mereka memeriksa logika tulisan wartawan.

Keempat, saringlah berita dengan memeriksa, hal-hal berikut;

Dari mana sumbernya? Apakah sumber memang sumber A1, pelaku langsung atau orang yang terlibat langsung? Apakah dia kredibel sebagai sumber? Jika sumber memang tokoh sudah dikenal, apakah dia kredibel? Pernahkah ia berbohong?Atau sumbernya hanya anonim?

Jika sumbernya anonim, periksa media tersebut. Apakah media itu terpercaya? Pernahkah media itu menulis berita bohong?

Terakhir, bandingkan berita yang sama di dua media lain. Ini membuat anda tak terjebak dalam kaca mata media partisan. (*)

Ikuti tulisan menarik Tempo Institute lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler