x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Breadtalk dan Empati dalam Berbisnis

Dalam suasana duka, selayaknya pelaku bisnis lebih sensitif terhadap apa yang tengah dirasakan orang lain maupun masyarakat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

If there is any one secret of success, it lies in the ability to get the other person’s point of view and see things from that person’s angle as well as from your own.
--Henry Ford (Pendiri Ford Motor Company, 1863-1947)

 

 

Pelaku bisnis umumnya memiliki penciuman tajam terhadap ‘value’ atau nilai dari suatu peristiwa. Mereka umumnya beranggapan bahwa momen khusus seperti itu tidak akan berulang dan karena itu layak untuk diperingati dengan cara tertentu. Misalnya, mengeluarkan produk khusus, souvenir, atau mengadakan aktivitas lain yang tetap beraroma bisnis. Namun upaya ini tak selalu mendatangkan respons positif dari masyarakat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

BreadTalk, merek ternama produk roti, baru-baru ini memproduksi dan menjual ‘Roti Lee Kuan Yew’. Roti yang dibuat dari gula Malaka, kolang-kaling, dan kelapa ini dibuat khusus untuk mengenang pendiri negara Singapura modern itu yang baru saja wafat. Direncanakan oleh BreadTalk, hasil penjualan roti ini disumbangkan kepada sebuah yayasan di Singapura (tempo.co, Kamis, 26 Maret 2015).

Meski maksudnya terkesan baik, netizen Singapura tetap mengritik tindakan BreadTalk itu sebagai tak layak. Di tengah suasana duka yang tengah menyelimuti warga Singapura, menjual roti ‘Lee’ bukanlah gagasan yang baik kendati mungkin manajemen BreadTalk merasa itulah salah satu cara menghormati Bapak Pendiri Singapura. Mungkin pula, penamaan roti dengan nama pendiri negara dianggap bukan ide yang dapat diterima. Manajemen BreadTalk dikabarkan sudah meminta maaf dan menarik penjualan rot 'Lee'.

Pengalaman BreadTalk niscaya bukan kejadian pertama dalam lingkungan bisnis. Di Indonesia, misalnya, ketika ramai-ramai berlangsung ‘pertikaian’ antara DPRD DKI dan Gubernur Ahok, Haji Lulung—salah satu pimpinan DPRD—menjadi sosok yang banyak disorot media. Ketika ada orang yang penciuman bisnisnya tajam, beredarlah gantungan kunci berbentuk wajah Haji Lulung. Ada pula yang membuat kaos bergambar Haji Lulung disertai dengan kata-kata jenaka.

Tokoh Betawi ini tak mempermasalahkan orang-orang yang ‘membisniskan’ popularitas dirinya. Wakil Ketua DPRD DKI itu hanya meminta produsen gantungan kunci dan kaos untuk menjelaskan kepada masyarakat agar tidak ada kesan bahwa ia tengah mencari untung.

Dua kasus ini, meskin berbeda suasana, mengajarkan bahwa peluang bisnis memang bertebaran di sekeliling kita, ada yang berkelanjutan, tapi ada juga yang bergantung kepada momentum. Ketika Piala Dunia tengah berlangsung, berbagai peluang bisnis terbuka, mulai dari menjual kaos bergambar, kostum tim kesebelasan yang berkompetisi, pernak pernik souvenir, hingga nobar di kafe. Warung kopi pun ramai. Banyak sekali orang yang kecipratan rezeki dari penyelenggaraan Piala Dunia Sepakbola.

Dalam suasana gembira layaknya demam bola dunia seperti itu, orang tidak akan mempersoalkan siapapun mau berbisnis apa—asal sehat. Namun, dalam suasana duka, selayaknya pelaku bisnis lebih sensitif terhadap apa yang tengah dirasakan orang lain maupun masyarakat. Meski maksudnya baik bahwa hasil penjualan akan disumbangkan untuk kegiatan yayasan, masyarakat tidak mudah menerima alasan ini. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa pelaku bisnis melakukan upaya pemasaran dengan mendompleng suatu momentum peristiwa.

Di samping penting mengasah penciuman bisnis—kemampuan untuk menangkap adanya peluang bisnis yang dapat mendatangkan profit, orang juga membutuhkan kepekaan apakah peluang itu menyinggung perasaan banyak orang. Dalam suasana duka, empati dan sensitivitas perasaan adalah unsur penting hubungan antarmanusia yang juga mesti dimiliki oleh pelaku bisnis. Jika tidak memperhatikan soal ini, pelaku bisnis sama saja dengan tengah menabung ‘persepsi buruk’ di mata masyarakat, yang sebagian di antaranya pelanggan mereka. Jadi, ini bukan promosi yang baik, kan, apa lagi untuk merek terkenal? (sbr foto: tempo.co) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB