x

Sejumlah anak membaca buku di Taman Baca kampung Awat, Raja Ampat, 21 April 2015. Taman baca ini dibangun atas kerjasama The Nature Conservancy, Statoil Indonesia, dan Universitas Khairun untuk menumbuhkan budaya membaca. TEMPO/Hariandi Hafid

Iklan

Al Mahfudd

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

ICBD dan Minat Baca Anak

Anak yang tumbuh di lingkungan yang akrab dengan aktivitas membaca, akan tumbuh dan besar menjadi seseorang berwawasan luas. Budaya membaca akan terbangun jika dibiasakan sejak masa kanak-kanak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Masa kanak-kanak adalah masa membangun. Tentu yang membangun di sini adalah orang dewasa di sekitarnya. Anak yang tumbuh di lingkungan yang akrab dengan aktivitas membaca, akan tumbuh dan besar menjadi seseorang berwawasan luas. Sebaliknya, anak yang tumbuh di lingkungan yang  tak pernah bersinggungan dengan kegiatan membaca, tentu sulit tumbuh menjadi seseorang yang berwawasan.

Budaya berbuku atau membaca, akan terbangun jika dibiasakan sejak masa kanak-kanak. Masa di mana seseorang gencar-gencarnya berimajinasi dan ingin tahu dunia luar. Ketika sejak kecil terbiasa dengan aktivitas membaca, anak akan memandang membaca sebagai kebutuhan.

Tanggal 2 April kemarin, diperingati Hari Buku Anak Internasional (International Children’s Book Day; ICBD). Barangkali peringatan ini masih terdengar asing di telinga kita. Padahal, peringatan ini dimulai sejak tahun 1967 dan digagas oleh International Board on Books for Young People (IBBY). Penetapan tanggal 2 April merujuk pada hari kelahiran Hans Christian Andersen, penulis buku anak terkenal dari Denmark. Apa makna yang bisa dipetik dari peringatan buku anak Internasional?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebuah peringatan hanya menjadi peringatan tanpa renungan dan aksi. Begitu juga dengan peringatan ICBD, hanya menjadi angin lalu jika tak dibarengi aksi atau menjadikannya momentum berbenah. Pentingnya budaya membaca, sudah tidak diragukan lagi. Hanya saja, sama-sama kita ketahui, minat baca masyarakat kita berada di juru kunci, bahkan untuk wilayah Asia Tenggara sekalipun.

Banyak faktor penyebab rendahnya minat baca. Mulai dari minimnya akses terhadap bacaan,  sampai tingginya harga buku. Menjadi persoalan yang kompleks membicarakan hal ini. Namun, hal urgen yang harus diupayakan sebagai investasi membangun generasi gemar membaca, rasanya tepat dilakukan sejak masa kanak-kanak.

Berbagai faktor eksternal penyebab minat baca rendah, tidak terlalu menjadi soal ketika anak-anak kita sudah memiliki ruh keilmuan, atau semangat berliterasi yang tertanam dalam jiwanya. Dari sini, pertanyaan yang kemudian muncul adalah, bagaimana membangun budaya membaca pada anak sejak dini?

Peringatan ICBD, selain soal konten buku dan relevansinya dengan dunia anak, juga bisa dimaknai sebagai kesadaran pentingnya mengakrabkan anak dengan buku. Buku anak merupakan bacaan yang dibuat atau ditulis khusus untuk anak-anak, yang dengan sendirinya mengisyaraktkan, sejak kecil anak perlu dikenalkan dengan buku.

Menumbuhkan

Membiasakan anak agar akrab dengan buku, pertama kali harus dilakukan orang-orang sekeliling. Keluarga atau orang tua menjadi kunci. Kebiasaan orang tua yang gemar membaca, tentu mendukung terbentuknya budaya membaca di rumah. Menjadi sulit—untuk tidak mengatakan mustahil—membangun semangat membaca anak sementara orang tua sendiri tak pernah membaca.

Rumah menjadi ruang paling berpengaruh bagi seorang anak. Dalam konteks membaca, ini mengharuskan adanya ruang baca yang menyediakan buku. Keseharian anak, dalam beraktivitas di rumah, bisa diarahkan dalam laku membaca oleh orang tua. Di samping itu, pendampingan orang tua dalam merekomendasikan bacaan bagi anak-anak juga penting. Hal ini untuk mencegah anak mengkonsumsi buku-buku yang tidak sesuai dengan kebutuhannya.

Setelah rumah, lingkungan ke dua adalah sekolah. Terkait buku, tentu keseharian anak di sekolah sudah akrab dengan buku. Hanya saja, fokus pada buku pelajaran membuat wawasan anak terbatas. Ketersediaan buku di luar buku pelajaran atau buku pengayaan, menjadi penting untuk memperkaya wawasan anak. Dari buku-buku tersebut, kreativitas anak akan terpupuk. Siswa yang gemar membaca bermacam jenis buku, tentu berbeda dengan anak yang hanya membaca buku pelajaran.

Ketika seorang siswa melangkahkan kaki ke perpustakaan di jam istirahat, ia datang menghampiri buku atas kemauannya sendiri. Ia dengan antusias mencari buku yang disukainya dan membacanya dengan senang hati. Spirit seperti inilah yang perlu ditumbuhkan. Tentu, kesadaran guru dan pustakawan sekolah memotivasi dan merekomendasikan berbagai jenis buku menjadi kunci.

Suasana perpustakaan sekolah harus mengakrabkan siswa dengan buku. Suasana yang tenang dan ramah, dengan obrolan intim tentang buku. Bukan hanya berisi pemandangan administratif menjemukan yang berkutat pada peminjaman dan pengembalian buku. Penting bagi Pustakawan sekolah berkeahlian mendampingi siswa mencari buku-buku yang ia inginkan.

Kebosanan dalam mengikuti pelajaran, bisa jadi disebabkan monoton-nya bacaan. Meteri buku pelajaran yang kaku, ditambah penyampaian guru yang kurang menarik, semakin membuat anak terjerumus dalam kemalasan belajar. Hal ini akan akan terjadi jika iklim membaca berbagai jenis buku dibangun. Anak akan memiliki sudut pandang luas saat dihadapkan pada materi pelajaran. Berbekal buku bacaan yang inspiratif, anak secara kreatif memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru yang nyaris tak bisa ditemui dalam buku pelajaran. Dan jelas, itu membuat pembelajaran di kelas menjadi lebih hidup.

Kita tahu, buku adalah jendela dunia. Dan anak dalah generasi penerus penentu masa depan bangsa. Jadi tidak ada yang perlu diragukan terkait pentingnya mengawinkan keduanya*

Ikuti tulisan menarik Al Mahfudd lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler