Bekerja Sembari Bermain

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Interaksi dalam bermain game ini sanggup melahirkan keterlibatan emosional pemain. Unsur itulah yang diadopsi ke dalam aktivitas di luar game, seperti bekerja, berlatih, berbisnis, maupun belajar.

Bermain digital game memang mengasyikkan. Game yang bagus biasanya menawarkan beragam pengalaman kepada pemainnya. Bila berhasil menyelesaikan satu sesi tertentu, pemain dapat menemukan hal-hal baru saat memasuki sesi berikutnya, misalnya latar permainan. Game juga menawarkan tantangan yang berlapis-lapis, makin tinggi tingkat permainan, makin sukar tantangan yang mesti diselesaikan. Dalam game yang dimainkan oleh kelompok, kerjasama antar pemain menjadi faktor krusial untuk memenangkan kompetisi.

Interaksi dalam bermain game ini sanggup melahirkan keterlibatan emosional pemain, di samping tentu saja kesenangan. Beberapa unsur inti itulah yang kemudian diadopsi ke dalam aktivitas di luar game, seperti bekerja, berlatih, berbisnis, maupun belajar. Unsur-unsur itulah yang membuat sebagian orang membicarakan lagi teori David McClelland tentang kebutuhan meraih prestasi, ataupun jenjang-jenjang kebutuhan menurut Abraham Maslow. Penerapan teori ini dalam praktek dihadapkan pada pertanyaan: bagaimana menyediakan sarana dan lingkungan yang pas agar kebutuhan itu terpenuhi?

Banyak perusahaan maupun sekolah memilih cara yang sangat berdisiplin untuk mewujudkannya. Gamificatioan melihat cara lain, yakni mengadopsi unsur-unsur dalam game untuk menyediakan lingkungan dan mekanisme yang menyenangkan dalam upaya meraih prestasi. Ketimbang memakai ungkapa-ungkapan yang berkonotasi negatif, seperti ‘salah dan malu’ (setiap kesalahan itu memalukan), gamification menawarkan ‘penghargaan dan pengakuan’. Hasilnya? Sejauh ini terlihat lebih baik: orang berpacu untuk memberikan yang terbaik.

Seperti dalam game, penghargaan dan pengakuan itu menjadi bekal untuk menapaki jenjang tantangan berikutnya. Dan pengakuan itu tidak akan lenyap dengan segera seperti halnya pujian manajer yang diberikan kepada karyawannya melalui e-mail: “Pekerjaanmu bagus minggu ini.” Dengan memberikan achievement badge untuk pencapaian tertentu, efeknya berbeda. Maknanya juga bertambah. Penghargaan itu akan melekat. Karyawan lain juga terdorong untuk belajar mengapa orang ini memperoleh badge tersebut.

Cara seperti itu akan membuat semua orang cepat belajar mengenai “nilai” dari sesuatu yang diberikan kepada mereka. Penghargaan itu akan menambah deretan reputasi baik mereka dalam jangka panjang. Orang-orang juga mulai memandang upaya membangun karier sebagai ikhtiar membangun personal brand yang kredibel. Ini merupakan contoh sederhana dari gamification pekerjaan.

Sebuah perusahaan berbasis teknologi menggunakan kompetisi menyerupai American Idol untuk mendorong lahirnya social entrepreneur dengan memberikan dukungan finansial untuk proyek pesertanya. Misinya adalah menemukan apa yang mereka sebut “rockstar of social innovation”. Bintang rock yang dimaksud ialah orang-orang yang dapat dipandang sebagai role model dan mampu membangun pengikut yang loyal dalam inovasi sosial. Kompetisi ini menggabungkan format reality show dan game design yang melibatkan voting.

Ada pula game untuk pelajaran sains kelas 7. Game ini memotivasi siswa untuk “membangun” sebuah kota dengan memakai kartu-kartu. Game ini mendorong pemainnya untuk berperilaku positif agar berhasil membangun kota tersebut. Cara-cara yang kotor akan menghalangi keberhasilan. Game ini juga mendorong siswa untuk mencoba memerankan identitas baru (‘saya seorang ilmuwan’) dan perilaku tertentu (‘saya bisa mengerjakan sains’).

Gamification terus mencari bentuknya yang lebih pas dalam menopang cara-cara meraih prestasi yang menyenangkan. (Sbr ilustrasi: weplay.co) **

Bagikan Artikel Ini
img-content
dian basuki

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

img-content

Bila Jatuh, Melentinglah

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler