x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Merger #2: Bila Unsur Manusia Diabaikan, Bersiaplah Gagal

Kurangnya perhatian terhadap aspek manusia telah memberi sumbangan penting bagi hasil merger yang mengecewakan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam upaya menyatukan dua organisasi atau perusahaan (merger), lebih banyak perhatian ditujukan kepada unsur-unsur finansial, bisnis, legal, dan operasional. Pengacara, bankir, dan akuntan memang berperan penting dalam proses merger. Namun, para eksekutif perusahaan pada akhirnya harus mengakui bahwa keberhasilan memadukan manusia dari dua organisasilah kunci sesungguhnya untuk dapat memaksimalkan nilai kesepakatan.

Berbagai studi telah berusaha mencari tahu penyebab kegagalan merger. Studi yang pernah dilakukan Watson Wyatt, berdasarkan survei terhadap 1.000 perusahaan, mengungkapkan bahwa lebih dari duapertiga perusahaan gagal mencapai sasaran keuntungan mereka setelah merger, dan hanya 46% yang berhasil mencapai sasaran pemangkasan biaya. Temuan ini didukung oleh studi A.T Kearney yang menyebutkan bahwa 58% merger gagal mencapai sasaran dan hanya 42% mampu melampaui kinerja pesaingnya setelah dua tahun merger.

Apa yang sebenarnya keliru? Jawabannya barangkali dapat dikembalikan kepada studi PricewaterhouseCoopers yang menyebutkan bahwa kurangnya perhatian terhadap aspek manusia dan organisasi telah memberi sumbangan penting bagi hasil merger yang mengecewakan. Studi ini sudah lama dilakukan, pada 1997, namun banyak organisasi dan perusahaan tidak belajar dari hasil studi ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hingga kemudian, banyak eksekutif menyadari bahwa unsur manusia perlu mendapat perhatian lebih besar dari semula. Survei lain yang dilakukan Forbes terhadap 500 orang chief financial officer (CFO) telah menemukan bahwa alasan utama kegagalan merger bukanlah persoalan-persoalan finansial, melainkan masalah yang terkait dengan manusia: kultur yang tidak cocok, ketidakmampuan mengelola perusahaan, ketidakmampuan mengimplementasikan perubahan, sikap berlebihan bahwa sinergi pasti berhasil, kegagalan memperkirakan peristiwa yang tak terduga, atau pertikaian gaya manajemen yang berbeda maupun perselisihan karena ego.

Merger yang berhasil pada umumnya memperoleh kontribusi utama dari pemahaman bahwa unsur manusia sangat penting. Orang-orang SDM dilibatkan dari awal untuk memastikan bahwa tujuan merger dipahami dengan baik oleh seluruh lapisan organisasi. Alasan-alasan merger dikomunikasikan secara jelas dengan menunjukkan konsekuensi dan risiko terkait manusianya—tanpa keterlibatan manusia, organisasi tidak akan berjalan.

Merger adalah perubahan besar dalam organisasi, karena itu mengomunikasi perubahan ini sangat krusial. Jangan sampai karyawan memperoleh informasi tentang merger justru dari media, bukan dari atasan mereka. Komunikasi yang buruk, kata Peter Dixon, ahli merger dari Braxton Associates, lebih merusak dibandingkan dengan sikap yang jelas dan konsisten sekalipun apabila pesannya tidak selalu positif bagi setiap orang—misalnya berujung pada pengurangan jumlah karyawan.

Peran departemen SDM penting sejak rencana merger dibicarakan dan bukan setelah keputusan merger dibuat. Dixon menyebutkan bahwa identifikasi isu-isu terkait SDM perlu dilakukan sejak sebuah perusahaan atau organisasi tertarik untuk merger.  Bukan hanya isu-isu bisnis dan finansial. Isu-isu manusia itu antara lain pengunduran diri, pension dini, pengaturan kompensasi, risiko hubungan antar karyawan dari dua organisasi, termasuk serikat pekerja, kemungkinan adanya legal actions, ketersediaan peluang bagi talenta yang kapabel untuk menempati peran-peran kunci. Dan, yang terutama ialah  menyelaraskan nilai-nilai organisasi—para eksekutif harus menghadapi kenyataan bahwa ini merupakan tugas yang tidak mudah diselesaikan dan berpotensi menyebabkan merger menemui kegagalan.

Dalam banyak kasus, profesional SDM tidak terlibat proses merger sebab mereka dianggap tidak cukup memiliki pengetahuan teknis mengenai merger maupun pengembangan strategi merger. Di sinilah titik krusialnya. Dalam praktik, pembicaraan rahasia dan terbatas di antara para eksekutif tanpa melibatkan departemen SDM merupakan kekeliruan yang kerap dilakukan manajemen. (Sbr ilustrasi: thezipper.umwblogs.org)***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler