x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Lebih Aman Menyeberang dengan Jempol

Kemajuan teknologi dan desain produk otomotif berkontribusi terhadap perubahan perilaku pengendara. Menyeberang jalan semakin sukar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebagai pejalan kaki, satu soal yang semakin menguntit kemanapun saya pergi ialah bagaimana cara menyeberang jalan secara aman dan selamat. Para produsen sepeda motor dan mobil menyediakan kendaraan dengan desain yang membuat pengemudinya merasa nyaman melaju dengan kencang. Desain sepeda motor, terutama, kini semakin aerodinamis, dan pengemudinya merasa enak meliuk-liuk di antara kepadatan lalu lintas.

Pengendara motor model ‘bebek’ mampu melaju sembari meliuk-liuk gesit, menyiasati kepadatan lalu lintas maupun menyusup di ruang-ruang sempit antar kendaraan. Penunggang motor yang ber-cc lebih besar akan melaju lebih kencang seolah menunjukkan bahwa motornya bukan jenis bebek. Begitu pula yang tergolong moge, yang seolah merasa punya keistimewaan saat melintasi jalan.

Sebagai pejalan kaki, saya tidak mudah untuk bisa menyeberang. Saya, dan pejalan kaki lain, harus sabar menunggu hingga sepeda motor maupun mobil berlalu. Ketika jaraknya masih jauh sekalipun, pengemudi terlihat enggan mengurangi laju motornya, bahkan membunyikan klakson dengan begitu nyaring. Pejalan kaki harus ekstra waspada saat menyeberang, sebab sepeda motor akan meliuk di depan atau di belakang kita. Swiiinggg!

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

(Kabarnya, di negara yang peradabannya lebih maju, pengendara mobil dan sepeda motor memberi kesempatan lebih dulu kepada pejalan kaki untuk menyeberang.)

Saya kemudian belajar tentang beberapa cara untuk menyeberang jalan dengan aman (setidaknya, aman merupakan harapan saya). Pertama, menunggu beberapa orang untuk menyeberang bersama-sama. Biasanya, pengemudi akan memperlambat laju kendaraannya. Kecuali bila bertemu dengan pengendara yang betul-betul tak peduli pada keselamatan penyeberang, yang lebih memilih meliuk-liuk di depan atau belakang kami.

Kedua, meminta pertolongan orang-orang yang rela membantu menyeberangkan—polisi, satpam, atau warga relawan. Biasanya, mereka membawa tongkat atau tanda harap berhenti. Ada pula yang mengandalkan peluit dan meniupnya dengan nyaring. Upaya ini relatif berhasil, walau tidak selalu. Sayangnya pula, di kota seperti Bandung, mereka hanya bisa ditemui di tempat seperti depan perkantoran atau sekolah tertentu.

Ketiga, ini yang menarik, menyeberang dengan menyorongkan jempol ke arah pengemudi mobil atau pengendara sepeda motor. Mirip dengan ketika meminta izin untuk lewat di hadapan orang tua yang tengah duduk-duduk. Apakah cara ini selalu berhasil? Ternyata bukan jaminan. Tetap saja ada yang cuek pada penyeberang dan maunya lewat lebih dulu walau jaraknya dengan penyeberang masih jauh. Padahal pula, mereka sudah diacungi jempol (pujian sebagai pengendara yang peduli penyeberang; bisa pula diartikan I like it!).

Mungkin ada kiat-kiat lain yang lebih ampuh. Saya belum tahu. Namun, makin banyak mobil, makin banyak sepeda motor—dengan cc yang kian besar pula, semakin tidak mudah untuk bisa menyeberang jalan dengan aman dan selamat. Belum lagi, polusi yang semakin membuat sesak napas. Jalanan menunjukkan bahwa teknologi dan desain otomotif telah memperlihatkan kesanggupannya dalam mengubah perilaku manusia pemakainya. Jalan yang kian macet membikin penggunanya semakin tak sabar, sehingga begitu melihat peluang ngebut, maka terjadilah. Jadi, menyeberang dengan mengacungkan jempol bukanlah jaminan keamanan.

Di jalanan, terlihat betul betapa rasa berempati pada orang lain semakin tergerus. Orang tertabrak, bila tidak wafat, dipandang biasa. Sepeda motor bersrempetan dan pengemudinya terjatuh dianggap lumrah. Jalanan menjadi bukti betapa masyarakat kita semakin abai terhadap kesukaran orang lain. Rasa berempati sepertinya kian pudar—terjadinya mungkin perlahan, sehingga kita tidak menyadari hal itu. (foto: tempo.co) *** 

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB