x

Dua siswa saat diberikan kejutan untuk meniup lilin ucapan selamat ulang tahun, di SMAN 6 Kota Bogor, 3 Juni 2015. Walikota Bogor Bima Arya merayakan ulang tahun sejumlah siswa yang jatuh bertepatan dengan HUT Kota Bogor ke-533. TEMPO/Lazyra Amadea H

Iklan

Agus Supriyatna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mas Bima, Kok Saya Tak Kenal Sampeyan...

Di dinding akun Fesbuknya, Mas Ulin memposting isi pesan pendek yang dikirimkan Pak Abdillah Toha untuk Mas Bima Arya Sugiarto, Wali Kota Bogor.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Minggu malam, 25 Oktober 2015, saya iseng-iseng buka Fesbuk. Dan, di wall-nya akun Fesbuk Mas Ulin Ni'am Yusron, mata saya terpaku sejenak. Ada yang menarik di wall-nya akun Fesbuk Mas Ulin. Di dinding akun Fesbuknya,  Mas Ulin memposting isi pesan pendek yang dikirimkan Pak Abdillah Toha untuk Mas Bima Arya Sugiarto, Wali Kota Bogor. Pak Abdillah ini, adalah salah satu pendiri Partai Amanat Nasional (PAN), partai dimana Mas Bima Arya Sugiarto bernaung. 
 
Ya, akhir-akhir ini, Mas Bima jadi sorotan, karena mengeluarkan SK Wali Kota yang berisi larangan perayaan Asyura di Bogor, kota yang dipimpinnya. Pelarangan itu kini memantik banyak reaksi. Banyak yang mengkritik, juga mengecam larangan Mas Bima. Semua tak menyangka, Mas Bima mantan pengamat politik yang cerdas serta "capetang" bicara demokrasi, sampai melakukan itu. 
 
Mungkin karena merasa satu partai, dan juga merasa kenal dekat, maka Pak Abdillah perlu mengirimkan pesan pendek. Dalam pesan pendeknya, Pak Abdillah dengan terus terang merasa kecewa dengan keputusan Mas Bima melarang perayaan Asyura di Bogor. Sampai Pak Abdillah bilang, tak seperti Bima yang ia kenal. 
 
Seperti apa bunyi pesan Pak Abdillah untuk Mas Bima? Di bawah ini, adalah pesan Pak Abdillah yang saya copy dari dinding akun fesbuknya Mas Ulin. 
 
"Mas Bima, semoga anda sehat selalu. Saya terkejut mendapat copy SK Walkot Bogor ttg larangan peringatan Asyura. Seharusnya anda melindungi kelompok minoritas, bukan melarang. Seharusnya anda berpegang kpd konstitusi bukan fatwa atau opini ulama sbg dasar SK dan kebijakan. Menjaga kerukunan bukan dgn menyudutkan yang kecil tapi dgn mendidik yang mayoritas. Menyebarkan toleransi, bukan fanatisme sempit golongan. Saya terkejut karena SK itu tidak seperti Bima Arya yang saya kenal. Mudah2an ini bukan karena pertimbangan politik jangka pendek dengan mengorbankan prinsip HAM dan demokrasi. Asyura bukan hanya diperingati oleh Syiah tetapi juga oleh ahlussunnah. Rasul SAW bahkan menyarankan puasa sunnah pada hari-hari tertentu bulan ini. Di Jawa, bulan Suro adalah bulan berkabung. Mohon maaf bila pesan saya ini agak keras. Salam, Abdillah Toha."
 
Setelah membaca itu, saya tercenung. Saya pun sama dengan Pak Abdillah, merasa makin tak kenal dengan Mas Bima. Padahal dulu, kala Mas Bima masih jadi pengamat politik, dan saya sering mewawancarainya, ada rasa kagum akan sosok Mas Bima. Mas Bima dimata saya ketika itu adalah pengamat politik muda yang cerdas. Gaya bicaranya enak. Dan, kalau menjelaskan sesuatu terasa renyah. Apalagi kalau bicara demokrasi, Mas Bima makin kelihatan pintarnya. Kata kawan saya, Mas Bima memang yahud, muda, ganteng dan pintar.
 
Omongan Mas Bima selalu nge-lead. Dan, tak ribet dibuat berita. Tak ngelantur, tapi ringkas dan rasional. Pokoknya, dulu Mas Bima mengagumkan. Tapi, pasca keluarnya larangan perayaan Asyura, kok saya seperti tak mengenal Mas Bima. Saya sampai heran dan tak percaya, apa ini Mas Bima yang saya kenal dan selalu saya wawancarai? Atau ini Mas Bima yang lain? Entahlah, saya bingung. Semakin saya berusaha mengenalinya,  semakin saya tak kenal Mas Bima. Ah Mas Bima, Mas Bima, sampeyan kok begitu...

Ikuti tulisan menarik Agus Supriyatna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler