Suap Dokter = 40% Harga Obat, Tiga Hal yang Mengejutkan
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBPenegak hukum atau IDI semestinya turun tangan lantaran suap buat dokter membuat harga obat meroket.
Temuan investigasi Majalah Tempo edisi terbaru mengenai persengkongkolan antara dokter dan perusahaan farmasi amat memprihatinkan. Praktek kotor itu masih berlangsung hingga sekarang, bahkan modusnya tak banyak berubah. Sebelumnya, 14 tahun lalu, Tempo juga melakukan penelisikan serupa dengan hasil yang mirip pula.
Penegak hukum, entah itu Komisi Pemberantasan Korupsi, kejaksaan, kepolisian, atau setidaknya Ikatan Dokter Indonesia semestinya turun tangan. Suap membuat harga obat meroket. Publik dirugikan. Biaya perusahaan farmasi untuk menyogok dokter cukup besar, yakni 40 sampai 45 persen dari harga obat. (Baca: Terkuak, 40 Persen dari Harga Obat buat Menyuap Dokter)
Dokter dan perusahaan farmasi seharusnya bisa dijerat dengan Undang-undang Pemberantasan Korupsi. Hadiah atau imbalan untuk dokter karena telah membikin resep obat dari perusahaan farmasi semestinya dikategorikan sebagai gratifikasi. Yang jelas, Kode Etik Kedokteran melarangnya. Dokter tidak boleh “membuat ikatan atau menerima imbalan dari perusahaan farmasi, perusahaan alat kesehatan atau badan lain yang dapat mempengaruhi pekerjaan dokter”. (Baca pula: Sanksi bagi Dokter Penerima Suap Obat)
Khusus dokter di lingkungan Kementerian Kesehatan terikat pula Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 14/2014 tentang Pengendalian Gratifikasi. Intinya sama, ada larangan untuk menerima imbalan dari perusahaan farmasi.
Baca juga:
Horee…!Ekonomi Membaik: Inilah Tiga Indikasinya
Asyik, Pegawai Negeri Sipil Akan Dapat THR
Memerangi suap dokter amat penting karena tak hanya merugikan rakyat tapi juga memicu ekonomi biaya tinggi sekaligus menciptakan persaingan bisnis yang tidak sehat. Berikut ini realitas yang mengejutkan:
1. Uang Triliunan untuk Dokter
Farmasi termasuk termasuk industri yang kebal krisis ekonomi. Di tengah ekonomi lesu, industri ini masih tumbuh antara 10 hingga 15 persen pada semester pertama 2015. Pada semester kedua, diperkirakan juga akan tumbuh dengan angka sama. Ini berarti industri farmasi bisa mencetak omzet Rp 55 sampai 57,5 triliun pada tahun ini karena omzet tahun lalu sekitar Rp 50 triliun.
Jika sekitar 40 persen dari harga obat digunakan untuk promosi yang tak wajar atau untuk menyuap dokter, betapa besar nilai dana yang disia-siakan itu. Jumlahnya bisa mencapai Rp 22 triliun!
2. Seorang Dokter Bisa Mendapat Miliaran
Dari investigasi Tempo terungkap, seorang dokter internis mendapatkan setoran sekitar Rp 1 miliar dari sebuah perusahaan farmasi. Uang itu ditransfer dalam 15 kali transaksi. Pada 2014 ia menerima Rp 678 juta dan Rp 332 juta pada 2013. Tempo juga mendapat bukti dalam bentuk fotokopi kuitansi dan cek atas nama seorang dokter yang lain. Ia mendapatkan cek senilai Rp 400 juta pada Mei 2013.
Tak cuma uang, dokter juga kerap ditawari hadiah lain seperti berwisata, beribadah haji, dan bonus lain yang menggiurkan. (Baca juga: Suap Obat, Dirut RSCM Pernah Ditawari PSK)
3. Asal Bikin Resep
Iming-iming itu menyebabkan seorang dokter enteng saja menulis resep obat bermerek yang mahal. Dokter juga gampang sekali memberikan obat antibiotik atau vitamin yang tak dibutuhkan oleh pasien.
Ada semacam aturan main antara perusahaan farmasi dan dokter. Seorang dokter harus mengumpulkan resep dengan nilai sebanyak 5 kali lipat dari setoran atau hadiah. Misalnya, si dokter disuap Rp 100 juta, maka ia harus membikin resep senilai Rp 500 juta. Seluk-beluk suap ini digambarkan secara gamblang dan lengkap dalam Majalah Tempo edisi terbaru.*
Baca juga:
Ribut Sampah, Ahok Balik Gertak Yusril: Ngotot, Kami Ladeni!
Aktivis Diseret Fadli Zon ke PN, Gubernur Ganjar: Lawan!
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
74 Tahun Merdeka: Peran TNI di Era Presiden Jokowi Kebablasan?
Senin, 12 Agustus 2019 12:49 WIBTiga Penyebab Ide Densus Antikorupsi Bikin Gaduh
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler