Selama tiga hari, 10-13 November 2015, berlangsung peristiwa bersejarah dalam penyelesaian kejahatan HAM masa lalu, peristiwa 1965, di Den Haag. Pada tanggal ini, sedang berlangsung pengadilan internasional melalui mekanisme pengadilan internasional di luar pengadilan formal seperti Mahkamah Internasional di bawah PBB.
Sebagai pengadilan di luar sistem hukum formal internasional, pengadilan ini memang hasil atau keputusannya sama sekali tak mengikat Indonesia untuk memenuhi kewajiban berdasarkan keputusan yang dihasilkan. Maka bisa jadi Indonesia boleh saja tak usah memerhatikannya.
Lantas apa maknanya? Meski tak mengikat secara hukum formal internasional, Indonesia tak boleh menganggap remeh hasil pengadilan ini. Sebab, pengadilan ini memiliki prestise yang diperhitungkan dunia internasional. Pengadilan memiliki tekanan moral dan politik yang sangat kuat.
Pasalnya, pengadilan ini didukung cara kerja secara profesional dalam melakukan proses pembuktiannya. Tidak saja berdasarkan bukti-bukti bersifat dokumen sejarah, tetapi juga dengan kesaksian para korban. Karenanya, keputusan yang akan ditetapkan bisa jadi akurat.
Dari keputusan pengadilan selain bisa diajukan ke pengadilan internasional di bawah PBB, secara sosial dan budaya proses pengadilan ini akan bisa menjadi pijakan dalam melakukan pelurusan sejarah.
Maka pemerintah Indonesia sangat keliru manakala meremehkan proses international people tribunal ini.
Ikuti tulisan menarik Mukhotib MD lainnya di sini.