x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Agar Karyawan Antusias Bekerja

Para manajer ingin karyawannya antusias menunaikan pekerjaannya. Apa yang mesti dilakukan?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Highly engaged employees make the customer experience. Disengaged employees break it.”
--Timothy R. Clark

 

Banyak manajer bingung mengajak stafnya agar mau bekerja dengan penuh semangat. Karyawan-karyawan ini memang sudah bekerja. Tapi, menurut para manajer, mereka mestinya mampu bekerja lebih baik lagi. Bukan bekerja ala kadarnya atau pas bandrol. Para manajer ingin tim yang dipimpinnya ‘terlibat’ dalam pengembangan perusahaan, bukan sekedar bekerja. Para manajer ingin karyawannya antusias menunaikan pekerjaannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam bukunya, Getting Engaged: The New Workplace Loyalty, Tim Rutledge menjelaskan bahwa karyawan yang benar-benar terlibat (engaged employee) akan tertarik dan terinspirasi oleh pekerjaannya, berkomitmen, dan terpikat oleh pekerjaannya. “Saya senang sekali melakukan pekerjaan ini.” Ia juga peduli mengenai masa depan perusahaan dan senang berkontribusi dalam pengembangannya. Ia merasa puas bila perusahaannya sukses. Ia akan mencurahkan kemampuan terbaiknya.

Pengertian ‘kontribusi terbaik’ bukanlah perkara benar dan salah, melainkan kecocokan antara kontribusi karyawan dan harapan perusahaan—dalam hal ini manajemen. Jika Anda berharap karyawan selalu mencari cara baru yang lebih baik dalam memecahkan masalah, dan faktanya karyawan melakukan hal itu, maka ia telah berbuat yang terbaik.

Telah lama para manajer dan ahli-ahli manajemen mencari cara untuk melibatkan karyawan dalam setiap upaya pengembangan produk, membesarkan merek, dan meningkatkan produktivitas. Namun tantangan ini cukup rumit, sebab di dalamnya ada nuansa emosional, seperti tertarik, terinspirasi, menyukai, dan rasa senang.

Karyawan seperti itu, lazimnya, tidak banyak. Dalam satu perusahaan, mengutip hasil survei Gallup Management Journal di AS beberapa tahun lalu, hanya ada 29% karyawan yang betul-betul terlibat dalam pengembangan perusahaan (Bahkan dalam survei lain di negara berbeda, angka ini lebih rendah dari 20%). Sebagian besar, sekitar 54%, bekerja sewajarnya. Sedangkan sisanya terdiri atas karyawan yang bekerja dengan separuh hati, merasa tidak cocok dengan tempat kerjanya, atau ingin pindah kerja ke perusahaan lain.

Dalam mengajak karyawan dan anggota tim Anda agar menyumbangkan kemampuan terbaiknya bagi organisasi, Anda memerlukan keyakinan pertama-tama terhadap diri sendiri. Seperti kata Martha Finney dalam Engagement, mustahil untuk memimpin orang lain apabila Anda lupa bahwa Anda seorang manusia. Tugas pertama Anda sebagai manajer adalah mengelola diri dengan mengingat bahwa Anda tidak diharapkan untuk jadi sempurna.

Kedua, kebanyakan orang ingin bekerja sebaik-baiknya pada pekerjaan yang mereka senangi. Ingat, ada perasaan-perasaan yang nyaris universal dimiliki oleh setiap orang yang bekerja. Ada kesenangan, kegembiraan, bahkan ada passion di dalam bekerja.

Ketiga, pemimpin yang hebat tidak harus pintar, canggih, cerdas secara politik, atau bahkan sangat bijaksana. Karyawan menginginkan pemimpin yang baik, jujur, fokus, positif, dan otentik—tidak berpura-pura.

Menjadi tugas manajer sebagai orang yang diberi wewenang besar dalam perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan. Harapannya, jika karyawan senang, mereka akan berusaha memberikan kontribusi terbaik. Semakin banyak perusahaan yang bukan hanya merasa penting untuk memuaskan keinginan pemegang saham, tapi juga menyediakan lingkungan kerja yang memungkinkan karyawan merasa hebat dalam bekerja. Mereka merasa bangga menjadi bagian dari organisasi.

Perusahaan semacam berusaha terus memperbaiki lingkungan kerja, yang dimulai dengan melakukan survei untuk mengetahui seberapa bagus ‘pelayanan’ perusahaan terhadap karyawan. Jika biasanya dilakukan survei kepuasan pelanggan, maka perusahaan ini melakukan survei kepuasan karyawan.

Kepuasan karyawan tidak melulu perkara gaji, tunjangan, dan fasilitas yang kompetitif, tapi juga mencakup sisi-sisi soft dalam hubungan antara perusahaan dan karyawan. Misalnya, saling memercayai, pengakuan terhadap kontribusi karyawan, penghargaan atas kehadiran karyawan. Lingkungan kerja yang menyenangkan merupakan faktor penting agar karyawan bekerja dengan bahagia.

Begitu penting perkara kebahagiaan ini, sehingga kebahagiaan bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Barbara Frederikson, pengajar psikologi University of North Carolina, AS, telah menunjukkan bahwa emosi yang terkait dengan kebahagiaan memperluas kemampuan seseorang untuk merespons secara positif tekanan yang mereka terima setiap hari. Emosi-emosi negatif, sebaliknya, membuat orang berpikir sempit dan mendorong orang melarikan diri dari situasi.

Sukacita, minat, dan kepuasan adalah tiga kategori umum keadaan emosi yang memancarkan kebahagiaan. Sekalipun umumnya bersifat pribadi, menurut Barbara, keadaan emosi ini memiliki dampak langsung ke tempat kerja. Emosi yang positif akan mendorong karyawan untuk memberikan kontribusi terbaik. Mereka akan berusaha mencurahkan segenap kemampuan dengan rasa sukacita, bukan karena terpaksa. Sebab, mereka juga tahu bahwa tujuan perusahaan seiring dengan tujuan hidupnya. (sumber foto: tempo.co) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler