x

Iklan

anton septian

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Seorang Sosialis di Negeri Kapitalis

Siapkah Amerika Serikat dengan sosialisme Bernie Sanders?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

PADA awal 1980-an, sejumlah surat beralamat asal Burlington dikirimkan kepada para pemimpin dunia. Isinya sangat serius: meminta orang-orang berpengaruh tersebut untuk meletakkan senjata dan memulai perundingan. “Seperti kekuatan bawah sadar yang tak terkendali, planet kita menuju kehancuran,” demikian petikan surat yang ditujukan kepada Hu Yaobang, Ketua Partai Komunis Cina.

Hari-hari itu dunia terbelah menjadi Blok Barat dan Blok Timur. Perang ideologi memantik perlombaan senjata—bukan lagi bom atom tapi nuklir. Dari Burlington, sebuah kota kecil di negara bagian Vermont, Amerika Serikat, yang berjarak sekitar 60 kilometer dari perbatasan Kanada, sang wali kota menyerukan nonproliferasi senjata. “Warga Burlington tak bisa diam saja melihat planet ini dihancurkan dengan ratusan juta orang terbakar jadi abu,” kata wali kota itu dalam suratnya.

Bernie Sanders, sang wali kota, melayangkan surat serupa ke Gedung Putih, Istana Elysee, Downing Street, dan, tentu saja, Kremlin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada kesempatan lain, Sanders menyurati Margareth Thatcher soal perlakuan terhadap tahanan di Irlandia Utara. Ia pun mengutuk keras rezim apartheid di Afrika Selatan sebagaimana ia memprotes campur tangan pemerintahan Ronald Reagan di Nikaragua. Berikutnya ia berkunjung ke Nikaragua, menjelaskan kepada pemerintahan kiri Sandinista bahwa kebijakan Washington di bawah Reagan dipengaruhi korporasi-korporasi besar.

Sanders yang terpilih menjadi wali kota pada 1981, meyakini bahwa politik adalah alat untuk mengubah keadaan, termasuk dunia yang sedang dicabik Perang Dingin, meski dari sebuah kota kecil di utara Amerika. “Gunakan kemampuanmu, apakah Anda wali kota, gubernur, senator, atau presiden—atau apapun itu—untuk membuat dunia lebih baik,” katanya.

Dengan keyakinan yang sama, lebih dari tiga puluh tahun kemudian Sanders maju sebagai calon presiden Amerika Serikat. Ia menawarkan sesuatu yang berbeda bagi Amerika, sebuah negeri kapitalis: sosialisme demokratik.

Siapakah pria berumur 74 tahun dengan rambut perak yang terang-terangan mengaku dirinya sebagai sosialis itu? Lahir dari keluarga imigran Yahudi asal Polandia, sejak bocah Sanders tertarik pada politik. “Seorang pria bernama Adolf Hitler memenangi pemilu pada 1932,” katanya. “Dia menang pemilu dan 50 juta orang tewas, termasuk enam juta Yahudi. Jadi yang kupelajari saat kecil, politik itu sangat penting.”

Ia memilih “kiri” sejak kuliah di jurusan ilmu politik di Universitas Chicago pada awal 1960-an.  Menemukan jalanan lebih menyenangkan ketimbang ruang kuliah, ia bergabung dengan Liga Pemuda Sosialis, organisasi sayap Partai Sosialis Amerika, dan aktif dalam pergerakan untuk memperjuangkan hak-hak sipil yang antara lain dimotori Martin Luther King Jr.

Lulus dari kampus, Sanders jungkir balik mencari penghidupan. Ia pindah ke Vermont dan menjadi tukang kayu. Di sana, ia menemukan habitatnya: politik. Ia bergabung dengan Partai Uni Kebebasan, partai lokal di negara bagian Vermont yang beraliran sosialis. Mewakili partai tersebut, ia maju dalam dua pemilihan gubernur dan dua pemilihan senat… dan kalah.

Pada 1976, ia mundur dari partai. Menggebu-gebu maju dalam tiap pemilihan, suaranya selalu jeblok. Sanders kemudian beralih profesi menjadi pembuat film dokumenter kecil-kecilan. Ia menjajakan film strip bertema pendidikan ke sekolah-sekolah sebagai salah satu mata pencaharian.

Empat tahun kemudian, menjelang pemilihan Wali Kota Burlington, sahabatnya Richard Sugarman datang menemui Sanders. Sugarman, profesor filsafat di Universitas Vermont, membujuk Sanders untuk maju dalam pemilihan, yang gilanya, tanpa kendaraan politik. Sugarman yakin Sanders bisa menjungkalkan inkumben dari Partai Demokrat. Seolah nujum, pada akhir perhitungan Sanders yang maju lewat jalur independen, menang dengan keunggulan hanya 10 suara!

Setelah itu, di sela-sela kesibukannya mengurus aneka masalah perkotaan, sebagai Wali Kota Burlington—kota dengan penduduk kurang dari 40 ribu jiwa pada 1980—Sanders mulai menyurati para pemimpin dunia, mengajak mereka membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Ia percaya bahwa tindakan kecilnya bisa turut membuat perubahan di tempat lain yang jauh dari Burlington.

Setelah menjabat wali kota selama delapan tahun (dan menjadikan Burlington sebagai salah satu kota paling layak huni), Sanders memutuskan maju sebagai anggota DPR dari Vermont lewat jalur independen. Ia gagal pada kesempatan pertama dan baru sukses dua tahun kemudian—tetap dari jalur nonpartai. Setelah itu, tiap kali coblosan, ia selalu dipilih oleh mayoritas pemilih. Setelah 16 tahun di DPR, ia mencalonkan diri sebagai senator dari Vermont. Pertama pada 2006, dan kemudian pada 2012. Seperti yang sudah-sudah, ia maju tanpa bendera partai.

Di legislatif, Sanders adalah salah satu penentang invasi Amerika ke Irak. Ia pun kerap menyuarakan ketimpangan kesejahteraan antara si kaya dan si papa. Baginya, warga kelas bawah harus punya akses yang luas terhadap kesehatan dan pendidikan. Terkait isu lingkungan, Sanders getol menyerukan agar bahan bakar fosil ditinggalkan untuk meredam pemanasan global.

Dengan rekam jejaknya tersebut, tahun ini Bernie Sanders maju sebagai bakal calon presiden dari Partai Demokrat. Sikap politik Sanders memang lebih condong ke Demokrat. Partai ini pula yang menolongnya maju dalam pemilihan senat dengan tidak memajukan calon di Vermont. Obama yang pada 2006 masih senator dari Demokrat, ikut berkampanye di Vermont untuk Sanders. Maka setelah terpilih, di senat pun Sanders bergabung dengan kaukus Demokrat.

Hasil konvensi baru akan ketahuan pada 2016, namun Sanders sudah terlihat sebagai lawan paling tangguh bagi Hillary Clinton, yang jauh lebih dikenal publik. Setidaknya dalam adu visi. Konsep sosialisme demokratik Sanders lebih membetot perhatian publik ketimbang janji-janji Clinton.

Dalam berbagai pidato, Sanders menjelaskan sosialisme demokratik versinya. “Artinya kita menciptakan perekonomian buat semua, bukan cuma orang kaya,” katanya. Sanders meniscayakan sebuah pemerintahan yang kuat, yang tak mudah takluk pada pasar. Sebuah pemerintahan yang bisa mendistribusikan kemakmuran bagi banyak orang. Di Amerika, ia menyebut pemerintahan F.D. Roosevelt sebagai modelnya.

Maka, isu kampanyenya tak ramah bagi kelompok “satu persen”—orang-orang super tajir yang menguasai perekonomian Amerika. Sanders, antara lain, mendesak deregulasi Wall Street, mendorong pemberlakukan pajak progresif, dan penetapan upah minimum US$ 15 per jam. Ia pun menuntut agar biaya kuliah digratiskan lewat subsidi silang dari pajak orang kaya.

Orang Amerika yang tak memahami sosialisme segera mengaitkannya dengan komunisme. Sanders buru-buru memasang pagar: “Saya tak percaya pemerintah harus mengambil alih toko kelontong atau memiliki alat-alat produksi, tapi saya percaya bahwa kelas menengah dan keluarga buruh yang memakmurkan negeri ini pantas mendapatkan standar hidup yang layak dan pendapatannya naik, bukan turun.”

Jelas sudah bahwa sosialisme Sanders tak bersandar pada tradisi Marxisme. Sanders lebih condong pada model Nordic (yang dianut negara-negara Skandinavia). Sebab itu, para sosialis tulen menolak sosialisme versi Sanders. Bahkan, kata mereka, Bernie Sanders tak pernah sekali pun menyebut kata “kapitalisme” dalam pidatonya. Sosialisme Sanders adalah sosialisme menye-menye, yang sebangun dengan kapitalisme kesejahteraan (welfare capitalism). Bagi mereka, Roosevelt jauh lebih sosialis sebab dia membuat instrumen yang kemudian memperkuat serikat buruh—suatu hal yang tak disinggung Sanders.

Para pembelanya mengatakan justru Sanders berhasil menjinakkan “sosialisme” agar bisa diterima Amerika (lihatlah, pemerintahan sosialis tulen di Venezuela yang telah memenangi pemilihan umum selama 16 tahun, kalah dalam pemilihan umum yang baru saja). Dulu sekali, John Stuart Mills pun telah meramalkan bahwa kapitalisme akan menanggalkan perangainya yang tamak dan menjadi sosialisme (atau komunisme) dalam versi yang lebih realistis. Entah apa itu nama persisnya.

Huck Gutman, sahabat Sanders yang juga penasihatnya di senat, mengatakan Sanders bukan orang yang terlalu suka bergelut dengan buku. Sanders orang kiri yang senang langsung beraksi ketimbang berdebat soal teori. Namun, kata Gutman, Sanders paham betul bahwa persoalan mendasar bagi orang Amerika adalah ekonomi—persis ajaran Marx sebenarnya.

Kini, pria 74 tahun dengan rambut perak itu menatap pemilihan presiden Amerika. Ia percaya bahwa orang ramai mesti bersatu “untuk menjungkalkan kelas berkuasa yang rakus dan telah menghancurkan Amerika”. “Para miliuner tak bisa memiliki semuanya,” katanya. “Negeri kita milik kita, bukan milik kelompok satu persen.”

---

Foto: thisiscommonsense.com

Ikuti tulisan menarik anton septian lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler