x

Iklan

Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja - FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tetaplah Merujuk pada Perjanjian Kerja!

Perjanjian Kerja Lebih Kuat dari Tata Tertib Karyawan Perusahaan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setelah berkonsultasi dengan teman saya Irawan Malebra, ahli hukum yang sedang menempuh program pasca sarjananya, akhirnya saya beranikan diri menulis masalah ini. Ada sebuah kisah nyata, demi menghormati Perusahaan maka saya menggunakan inisial saja. Si B sedang mengalami penghambatan untuk keluar dari Perusahaan A dengan alasan bekerja di Perusahaan A sangat berat dan ingin bekerja di tempat lain yang lebih berkah dan sambil berwirausaha. Perlu diketahui, 9 Januari 2016 adalah waktu terakhir masa kerjanya di sebuah perusahaan menurut perjanjian kerja.

Dalam Pasal 2 butir (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Materai, dinyatakan bahwa dikenakan bea materai atas dokumen yang berbentuk surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan.

Tapi sebuah keanehan pada Tata Tertib Karyawan Perusahaan A, ditandatangani oleh Si B tapi tidak ada tanda tangan dari pihak Perusahaan A. Dengan materai, membuktikan kesediaan Si B mematuhi ketentuan-ketentuan di dalam Tata Tertib tersebut, termasuk masa kerja sampai 30 juni 2016.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tata tertib tersebut tidak bisa membatalkan perjanjian kerja yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu oleh Si B dan pihak dari Perusahaan A untuk masa kerja sampai 9 Januari 2016.

Dalam pasal 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ayat (1) butir (i): perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya juga memuat tandatangan para pihak dalam perjanjian kerja. Dalam pasal 55, perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak. Dalam pasal 54 ayat (2) menunjukkan ketentuan dalam perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan. Dalam pasal 54 ayat (3) menunjukkan bahwa perjanjian kerja wajib dibuat rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja dan pengusaha masing-masing mendapat 1 perjanjian kerja.

Saat dibuatkan surat perjanjian kerja di Perusahaan A, Si B tidak tahu Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga ia tidak meminta lembar tersebut sebagai arsip pribadinya.

Menurut logika siapapun, dengan tanda tangan yang hanya ia sendiri di dalam tata tertib, penyataan yang ia buat berarti memungkinkan baginya untuk mengevaluasinya, sehingga di kemudian hari ia berhak mengubah sikapnya meskipun ia secara tertulis bersedia mematuhi tata tertib termasuk poin masa kerja samapai 31 Juni 2016. Tetapi jika tata tertib tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak maka Si B wajib mematuhinya. Siapa pun tentu tidak ingin mengakui sertifikat tanah yang hanya ditandatangani salah satu pihak bukan? Tentu saja secara hukum, kebenarannya adalah masa kerja sampai 9 Januari 2016 bukan 30 Juni 2016.

Menurut saya tidak tepat dengan judul tata tertib jika ingin memperpanjang masa kerja, tapi judul seharusnya adalah perjanjian kerja. Dengan begitu saya berkesimpulan Tata Tertib Karyawan Perusahaan A  menjadi menggantung, artinya tidak mengikat. Tidak mengikat kedua belah pihak. Ada sebuah hipotesis (sebagaimana dalam penelitian ada hipotesis positif dan negatif).

Jika Perusahaan A di kemudian hari pailit atau tutup  (baca pasal 164 dan 165) karena rugi terus-menerus dalam dua tahun maka tidak berkewajiban memberikan dana pesangon, dana penghargaan masa kerja, dan dana penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (1), (2), dan (3) karena karyawan secara hukum tidak terikat perjanjian kerja.  Tata Tertib Karyawan Perusahaan A  dibuat untuk mengikat karyawan tanpa perjanjian, memanfaatkan ketidaktahuan karyawan tentang UU Ketenagakerjaan.

Adapun hipotesis positif, Perusahaan A tidak tahu cara atau prosedur memperpanjang perjanjian kerja, atau Perushaan X belum mendalami UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Artinya, ketika karyawan akan ‘keluar’ atau memberhentikan hubungan kerja ketika masa kerja dalam perjanjian kerja telah habis, demikian itu menjadi hak karyawan. Namun anehnya, Si B dituntut oleh Perusahaan A mencari pengganti Si B sebagai karyawan. Padahal Si B berhak ‘keluar’ dari Perusahaan A.

Untuk menghormati Perusahaan A, maka ia mengajukan terakhir bekerja adalah 31 Januari 2016. Sesuai dengan perjanjian kerja untuk masa kerja 10 Januari 2014 - 9 Januari 2016, maka Si B tidak berkewajiban membayarkan denda 5,4 juta rupiah yang ketentuannya tertera dalam Tata Tertib Perusahaan A. Tata Tertib Karyawan Perusahaan A tidak mengikat Si B, karena bukan bentuk perjanjian. Perjanjian atau kontrak kerja Y yang sah adalah sampai tanggal 9 Januari 2016 bukan 31 Juni 2016. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, untuk kasus Si B ini maka kontraknya dapat dibatalkan, karena tidak memenuhi syarat subjektif (yaitu hanya satu pihak yang tanda tangan) atau kontrak tersebut tidak sah.

 

Hikmah dari kejadian ini:

  1. Mintalah duplikat surat perjanjian kerja yang asli ditandatangani kedua belah pihak pada perjanjian kerja (kontrak kerja). Ketika perusahaan tidak memberikan duplikat aslinya Anda mungkin akan lupa tanggal berapa terakhir masa Anda bekerja.
  2. Telitilah dengan yang namanya perpanjangan perjanjian kerja, bedakan antara perjanjian kerja dengan tata tertib karyawan karena perusahaan bisa menyelipkan ketentuan masa kerja dalam tata tertib sehingga menganggap bisa mengikat Anda karena Anda yang menandatangani.
  3. Jika sudah terlanjur menandatangani maka tetaplah mengacu pada perjanjian awal, bukan pada tata tertib karyawan.
  4. Jangan takut jika perusahaan mengatakan tata tertib karyawan tersebut bermaterai, sesungguhnya hal tersebut hanya membuktikan suatu perbuatan bukan membuktikan perjanjian.
  5. Ketentuan-ketentuan dapat dilanggar dan kontrak dapat dibatalkan jika syarat subjektif (yaitu hanya satu pihak yang tanda tangan) tidak dipenuhi.

 

Referensi:

UU Ketenagakerjaan (2003)

UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (2004)

UU Bea Materai (1985)

KUH Perdata

Ikuti tulisan menarik Mahendra Ibn Muhammad Adam lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB