x

Kepala BNN, Komjen Pol Budi Waseso (tengah) saat konferensi press barang bukti TPPU narkotika yang disaksikan tersangka, GP (kanan) di kantor BNN, Jakarta, 26 Januari 2016. GP sudah melakukan pencucian uang dari bisnis narkotik sejak 2000 hingga 2014

Iklan

Agus Supriyatna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Satu RT, Dua Pencandu Narkoba

Budi Waseso,kembali menunjukan taringnya. Pasukan BNN yang dipimpinnya berhasil membongkar upaya penyelundupan sabu-sabu yang disamarkan lewat pengiriman mesin genset.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jenderal Buwas atau Budi Waseso, kembali menunjukan taringnya. Pasukan Badan Nasional Narkotika (BNN) yang dipimpinnya, berhasil membongkar upaya penyelundupan sabu-sabu yang disamarkan lewat pengiriman mesin genset. Tak tanggung-tanggung barang haram yang berhasil di sita, jumlahnya mencapai 100 kilogram. Jumlah itu pun masih sementara, karena petugas BNN baru mengeluarkan sabu dari 94 mesin genset. Jumlah mesin genset yang disita dari sebuah gedung di Pekalongan, Kabupaten Jepara sendiri totalnya 294 unit. Di luar mesin, ikut pula disita filter udara. 
 
Menurut keterangan Jenderal Buwas, dari setiap mesin yang dibongkar terdapat  1,5 kilogram sampai 2 kilogram sabu. Sabu tersebut disembunyikan dalam mesin dengan dibungkus plastik karton. Sang Jenderal memperkirakan, ada sekitar 300 kilogram sabu yang disembunyikan dalam mesin genset. Siapa pemainnya?  Jenderal Buwas menduga pemainnya adalah jaringan pengedar narkoba asal Pakistan. 
 
Gudang yang jadi tempat menimbun sabu sendiri milik CV Jepara International, sebuah perusahaan mebel. Delapan orang yang diduga pelaku dan bagian dari jaringan pengedar ikut digelandang BNN. Dari delapan orang yang ditangkap, empat orang diantaranya adalah warga Pakistan. Mereka adalah  Faiq, Amran Malik, Riaz, dan Toriq. Sementara empat orang lainnya adalah warga Indonesia, yaitu Yulian, Tommy, Kristiadi, dan Didit. 
 
Pemerintah memang menabuh keras  genderang perang terhadap peredaran narkotika. Bahkan di era pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, para bandar tak diberi ampun. Hukuman mati diberlakukan. Sudah beberapa yang dieksekusi. 
 
Maraknya peredaran narkotika di Indonesia, membuat banyak kalangan menganggap Indonesia sudah darurat narkotika. Kematian akibat narkotika, makin mengkhawatirkan. Peredarannya pun makin massif, merangsek hingga pelosok. Korbannya tak kenal usia. Anak belia pun banyak yang jadi korban. 
 
Mengenai penerapan hukuman mati sendiri menuai pro kontra. Publik terbelah. Ada yang setuju dan ada yang pula yang menentangnya. Menurut Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, maraknya peredaran narkotika di Indonesia, banyak faktor penyebabnya. Indonesia sendiri bisa dikatakan salah satu pangsa pasar yang dibidik jaringan besar narkotika internasional. Narkotika 'impor' dapat masuk ke Indonesia, karena memang banyak jalur tikus yang digunakan pengedar untuk menyelundupkan barang haram tersebut. Menteri Tjahjo mengucapkan itu saat berpidato di hadapan seluruh kepala daerah se-provinsi Riau, di Kota Pekanbaru, Riau, Jumat beberapa pekan yang lewat. Dalam pidato hampir dua jam lamanya, mantan Sekjen PDIP itu mengulas banyak isu, mulai dari perencanaan pembangunan, penyerapan anggaran, Pilkada,  radikalisme, terorisme, isu Gafatar, juga soal penyelundupan dan peredaran narkotika. 
 
Tjahjo mencontohkan jalur tikus di sepanjang perbatasan Kepulauan Riau (Kepri). Jalur tikus di Kepri, kata Tjahjo, jadi 'favorit'  untuk menyelundupkan barang ilegal. Ada, 59 titik jalur tikus yang sering jadi pintu masuk penyelundup. Barang-barang ilegal, mulai dari pakaian bekas, rokok, narkotika hingga senjata, masuk ke Indonesia, salah satunya lewat jalur tikus di Kepri. Bahkan lewat jalur tikus itu pula, para WNA yang ditenggarai hendak bergabung dengan kelompok teroris di Indonesia, menyelundup masuk. 
 
" Di Kepri itu ada 59 jalur tikur. Belum jalur tikus di Entikong sampai Sanggau, ada ratusan jalur tikus. Jalur tikus lainnya, Merauke, Malaka dan Atambua. Semua rawan penyelundupan, mulai rokok, pakaian bekas, narkoba pasti itu, tapi yang terparah penyelundupan senjata dan WNA," tutur Tjahjo. 
 
Saat mengulas soal bahaya narkoba, Tjahjo mengingatkan agar semua pihak tak menganggap remeh itu. Indonesia, sudah darurat narkoba. Narkoba tak kenal status. Korbannya mulai dari anak Jenderal, menteri sampai rakyat biasa. Penestrasinya pun kian mengkhawatirkan, sudah menyasar hingga perkampungan dan pelosok-pelosok. Peredaran sudah parah. 
 
"  Ini sudah parah, di setiap RT itu, ada dua orang terkena narkoba. Di seluruh Indonesia, 49 mati tiap harinya karena narkoba," katanya.
 
Memang kepolisian sudah bekerja keras memerangi peredaran narkoba. Banyak bandar yang sudah ditangkap. Tapi, pengedar makin nekad. Mereka sudah berani menyelundupkan barang laknat itu sampai berkontainer jumlahnya. Tjahjo pun bercerita, bahwa ada rekaman penyelundupan sabu yang masuk via lapangan terbang. 
 
" Kepolisian sudah banyak menangkap bandar. Yang 20-100 orang ketangkep, tapi yang masuk berkontainer. Masuk di lapangan terbang, penuh sabu. Rekaman ada,. Ini jaringan besar.  Bayangkan. Angka kecelakaan lalu lintas memang menurun. Tapi per jam puluhan orang kena dan mati karena narkoba," tutur Menteri Tjahjo. 
 
 
 
 
 
 

 

Ikuti tulisan menarik Agus Supriyatna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler