x

Iklan

Thurneysen Simanjuntak

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ketika Sukarno Menitipkan 'Jasmerah' ke Sutarno

Guru itu profesi mulia, yang harus menjadi teladan, mampu menginspirasi dan memotivasi para siswa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Suaranya menggelegar, lantang dan tegas. Mimik dan ekspresinya sungguh menjiwai setiap rangkaian peristiwa sejarah yang sedang dikisahkan. Kata demi kata yang disampaikan penuh makna untuk menggugah rasa kebangsaan dan patriotis seorang siswa. Ditambah dengan balutan semangat ’45, laksana pejuang yang merebut kemerdekaan dari penjajah. Demikianlah Sutarno Harjosentono ketika berada di depan kelas, ketika merekonstruksi peristiwa sejarah sebagai bagian dari pembelajaran sejarah.

Sutarno adalah seorang guru senior di sekolah kami. Dia sangat menjiwai pribadi sebagai seorang guru. Dia dilahirkan di Klaten kira-kira limapuluh tahun yang lalu. Mengecap pendidikan tinggi di IKIP Jakarta  (sekarang : Universitas Negeri Jakarta) dari tahun 1985-1990.

Awalnya menjadi mahasiswa di jurusan sejarah tidak pernah terpikirkan olehnya. Sutarno lebih bercita-cita menjadi seorang tentara, tetapi orang tuanya tidak menyetujuinya. Keyakinannya bahwa ini adalah bagian dari rencana dan kehendak  Tuhan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seiring dengan waktu, Sutarno akhirnya memiliki pandangan lain. Untuk berbakti dan mengabdi pada negeri ini, ternyata banyak caranya. Bukan hanya melalui profesi tentara saja. Dia berharap dengan memilih jurusan sejarah semasa kuliah bukan sebuah pelarian, tapi dia bertekad menjadi langkah awalnya untuk berkarya bagi bangsa ini.

Selepas kuliah, Sutarno akhirnya memantapkan pilihannya menjadi seorang guru. Memang menghilangkan semangat tentara yang sempat bergelora di dadanya bukan perkara mudah. Simbol-simbol militer dan semangatnya masih terpatri hingga saat ini. Itulah sebabnya, dalam profesinya sebagai guru sejarah bila dipadu dengan jiwa dan semangat tentara yang masih bergelora, menjadikannya menjadi guru yang bersemangat dan antusias untuk mendorong siswa memiliki jiwa nasionalis dan  patriotis. Bahkan mengajak siswa untuk mempertahan kedaulatan bangsa  ini melalui semangat belajar, karena merekalah kelak yang akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan.

Jasmerah, "Jangan sekali-kali melupakan sejarah" ini adalah pidato yang pernah disampaikan oleh Bung Karno. Pidato tersebut menjadi filosofi Sutarno dalam mengajar sejarah. Sutarno mengerti betul kesungguhan Bung Karno menyatakan Jasmerah dalam pidatonya. Sutarno seolah-olah menangkap pesan ini sebagai wujud kekuatiran bahwa generasi penerus bangsa suatu saat melupakan sejarah bangsanya.  Ajakan inilah yang mendasarinya untuk mengingatkan para generasi muda untuk mencintai pelajaran sejarah dan jangan pernah melupakan sejarah bangsa ini sedikit pun.

Dengan pemahaman sejarah, bangsa kita tetap terjaga rasa kebangsaannya, menghargai perjuangan para pendahulu, semangat mengisi kemerdekaan, dan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Sutarno sadar betul dan pernah berkata kepada siswa “bangsa kita akan tetap ada, ketika masih ada generasi muda yang menghargai sejarah”

Kesungguhannya menginspirasi para generasi penerus bangsa patut diteladani. Demikian pula kegigihannya untuk beradaptasi dengan perubahan demi perubahan. Dengan metode dan sarana pembelajaran yang semakin maju, bahkan telah didominasi pembelajaran berbasis teknologi informasi, tidak menyurutkan niatnya tetap menekuni profesi sebagai pendidik, yang diyakininya sebagai panggilan hidup. Baginya tidak ada kata menyerah untuk belajar. Sutarno menganggap bahwa pembelajaran mengikuti teknologi informasi bukan menjadi penghalang dan tantangan tetapi justru menjadi peluang.

Sebagai rekan guru, saya banyak terinspirasi dari Sutarno. Bagaimana semangatnya yang luar biasa menempuh jarak  yang begitu jauh dari rumah ke sekolah. Demikian halnya dalam bersikap dan berlaku dengan sesama rekan guru. Bahkan caranya memperlakukan siswa dengan  cara pandang yang positif dan mengayomi. Serta selalu mengeluarkan kata-kata yang membangun dan memotivasi siswa, sehingga tidak jarang siswa yang malas belajar menjadi bergairah. Inilah  yang menjadi kekhasan dalam kesehariaannya seorang Sutarno.

Bila dihubungkan dengan slogan pendidikan yang pernah disampaikan Ki Hajar Dewantara, bahwa seorang guru itu harus mampu menjalankan perannya sebagai guru yang : Ing Ngarso Sung Tulodo, yaitu guru yang menunjukkan teladan. Tut Wuri Handayani, yaitu guru yang mendorong atau memotivasi anak didiknya untuk tetap semangat dan berjuang dalam belajar. Serta Ing Madya Mangunkarsa, yaitu guru yang berhasil menginspirasi siswa untuk bertindak dan berkarya. Demikian Sutarno telah menjadikannya sebagai pedoman dan mengamalkannya dalam kehidupannya sebagai guru.

Salam pendidikan!

#Tempo45

 

Ikuti tulisan menarik Thurneysen Simanjuntak lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler