Seorang pengantin perempuan mengangkat tangannya dalam kelas konseling perkawinan, di Universitas Islam di Gaza City, 19 Januari 2016. Kelas gratis ini berlangsung selama 15 jam dengan peserta campuran dan terpisah laki-laki dan perempuan. REUTERS/Su
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Kenapa Sunat Perempuan Harus Dilawan?
Diperkirakan 50% anak perempuan berumur 11 tahun di Indonesia mengalami sunat perempun
Dibaca : 1.785 kali
Tanggal 6 Pebruari diperingati sebagai hari internasional tanpa sunat perempuan. Kalangan aktivis perempun dan mereka yang memiliki kepedulian terhadap kesehatan seksual dan reproduksi perempuan menganggap praktik sunat perempun melanggar hak anak perempuan dan perempun dewasa.
Di Indonesia praktik sunat perempuan masih jamak dilakukan dengan berbagai alasan, menjalankan tradisi dan sebagiannya alasan agama. Dalam Islam, misalnya, praktik sunat perempuan dianggap sebagai tindakan memuliakan perempuan.
Sunat perempuan memiliki ragam praktik dan berbeda antara satu negara dengan negara lain, satu budaya dengan budaya lainnya. Misalnya, di sebagian tempat, termasuk Indonesia, praktik itu dilakukan dengan penusukan atau sayatan kecil pada ujung atau bagian lain. Di tempat berbeda, sunat perempuan dilakukan dengan menghilangkan seluruh klitoris dan bahkan seluruh labiaminora dan labiamayora.
Banyak studi menunjukkan sunat perempuan memiliki dampak negatif terhadap fisik dan psikis perempuan. Secara fisik sunat perempuan dinilai bisa memicu gangguan kesehatan seksual dan reproduksi perempuan. Secara psikis bisa menimbulkan traumatik dalam kehidupan perempuan.
Ideologi patriarkhi Dalam kajian mengenai seksualitas praktik sunat perempuan dilakukan sebagai bentuk penundukkan terhadap otonomi tubuh perempuan. Klitoris merupakan bagian tubuh perempuan yang paling sensitif terhadap rangsangan seksual. Dengan sunat perempuan, patriarkhi sedang menghabisi kemungkinan perempuan bisa mendapatkan kepuasan seksualnya.
Dengan demikian, perempuan secara seksual berada dalam kontrol laki-laki. Kontrol ini menjadi penting dilakukan, sebab seks diajarkan sebagai hak istimewa bagi laki-laki, dan hanya sebagai kewajiban bagi perempuan. Lihat saja dalam UU No.1 Tahun 1974, berhak bagi laki-laki menceraikan istrinya manakala tak lagi bisa melayani suaminya.
Dengan pembacaan seperti inilah, praktik sunat perempuan dilawan dan dihapuskan praktiknya sejak kini dan di masa mendatang. Sebab berakibat fatal dan bukti nyata dari pemujaan seks sebagai hak istimewa laki-laki, sambil mengabakan hak kesehatan seksual dan reproduksi perempuan.
Suka dengan apa yang Anda baca?
Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.
2 hari lalu

8 Aplikasi yang Tepat untuk Kalian yang Hobi Menulis, Asah Bakatmu Mulai Dari Sekarang!
Dibaca : 670 kali
3 hari lalu

3 Tip Investasi Saham untuk Milenial dan Pemula di Tengah Pandemi Covid-19
Dibaca : 520 kali
Selasa, 19 Januari 2021 17:33 WIB

8 Langkah Menemukan Arah dalam Hidup Jika Anda Merasa Tersesat
Dibaca : 1.335 kali
1 hari lalu

Ketua Satgas Covid-19 Umumkan Positif: Nah, Begitu Bagus!
Dibaca : 924 kali
5 hari lalu

Dinilai Bermain Aman, Keberpihakan Puan Maharani kepada Hak-hak Perempuan Dipertanyakan
Dibaca : 921 kali
5 hari lalu
