x

Iklan

Amir Mahmud

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Muslimin, Tukang Kayu dengan Segudang Keahlian

Muslimin adalah orang biasa dengan beragam keahlian. Pekerjaan sehari hari harinya adalah seorang tukang kayu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Untuk pintar itu tak harus mahal, untuk pintar itu juga tak harus sekolah sampai perguruan tinggi, yang penting ada kemauan pasti ada jalan. Hal ini bisa di contohkan oleh sosok inspiratif bernama Muslimin yang tak lain adalah kakak kandung saya sendiri. Walaupun ia hanya seorang tukang kayu biasa, namun ia memiliki beberapa hal yang “luar biasa”, yaitu keahlian keahlianya selain menjadi tukang kayu itu sendiri.

Di lahirkan dari keluarga sederhana dengan ekonomi sederhana, membuatnya hanya mampu menamatkan pendidikan hingga SMP saja, itu pun hanya sampai kelas 1. Saat ini kakak saya bekerja sebagai tukang kayu. Membuat pintu, jendela, lemari, bipet, meja dan lain sebagainya adalah pekerjaan sehari harinya. Awalnya (saat umurnya masih 15 tahun) ia mempelajari ilmu pertukangan ini secara otodidak. Bermula dari keisenganya karena tidak memiliki lemari untuk menyimpan pakaianya, ia dengan segenap kemampuanya membuatnya sendiri sejadi jadinya. Hasilnya lumayan, walaupun masih terlihat kurang rapih di sana sini, maklum karena baru pertama kali.

Kebetulan paman saya sendiri yang juga seorang tukang kayu mengetahui apa yang ia kerjakan. Di ajaklah kakak saya bekerja denganya. Hingga sekarang sudah hampir 17 tahun dan ia sudah menjadi tukang kayu professional.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Muslimin adalah tipe seorang pemikir. Setiap apa yang ia lihat, selalu terbesit di pikiranya untuk di jadikan sesuatu yang bermanfaat. Terbukti dalam pekerjaanya, ia bukan hanya memanfaatkan alat pertukangan yang ada, namun ia juga berhasil membuat alat ciptaanya sendiri. Yaitu mesin potong kayu dengan memanfaatkan dua pompa air bekas yang di rancang sedemikian rupa agar bisa menggantikan gergaji manual, supaya pekerjaan memotong lebih cepat. Mesin tersebut ia buat atas dasar pemikiranya sendiri.

Selain mesin potong, ia juga berhasil membuat mesin bubut sederhana. Fungsinya untuk membuat ornamen ornamen hiasan seperti pada ranjang tempat tidur, kaki meja dll. Walaupun kedua mesin ciptaanya terlihat sangat sederhana, namun butuh pemikiran yang dalam untuk bisa membuatnya, yang tidak semua orang bisa dan mau melakukanya. Padahal ia hanya lulus SD, SMP tidak tamat.

Selain keahlianya menjadi tukang kayu, ia juga memiliki beberapa keahlian lain yang hampir kesemuanya ia pelajari secara otodiak. Contoh keahlian yang pertama yaitu reparasi sepeda motor. Hingga saat ini ia sudah beberapa kali ganti sepeda motor. Motor yang ia beli bukanlah motor baru atau layak pakai, melainkan motor seken dengan harga yang sangat murah, maksudnya agar sekalian bisa buat praktek memperdalam ilmunya.

Bahkan salah satu motornya pernah ia preteli hingga hancur lebur menjadi satu karung, kemudian ia terapkan lagi menjadi utuh dan bisa berjalan kembali. Saya sendiri pun heran, bagaimana ia bisa melakukanya. Padahal bekerja di bengkel atau kursus pun ia belum pernah. Dari keahlianya tersebut, keluarga kami jadi agak jarang ke bengkel jika memang kerusakan bisa di atasi sendiri.

Contoh kedua, kakak saya ini mahir dalam reparasi elektronik. Sebelumnya ia pernah mengikuti kursus elektronik di dekat kecamatan tempat saya tinggal. Dari ilmu yang ia dapatkan selama kursus, ia bisa memperbaiki beberapa macam alat elektronik, seperti TV, radio, ampli dll.

Ada cerita unik terkait reparasi elektronik darinya. Jadi pas waktu itu ada tetangga saya yang memiliki ampli yang sudah rusak, lalu oleh kakak saya di beli untuk di perbaiki. Betapa senangnya dia, setelah di otak atik berhari hari ternyata ampli tersebut bisa hidup kembali. Tetangga saya yang menjual ampli tersebut pun mengetahui dan berniat ingin membelinya lagi, namun tidak di ijinkan walaupun di bujuk berulang kali dan ingin membayarnya dengan harga tinggi sekalipun. Alasanya agar bisa menjadi bukti bahwa ia bisa memperbaikinya, dan juga karena itu yang pertama kalinya. Hingga sekarang, banyak dari tetangga saya yang memperbaiki peralatan elektroniknya yang rusak kepada kakak saya, sehingga tidak perlu repot repot ke tukang service elektronik yang jauh letaknya di kecamatan.

Contoh ketiga, kakak saya mahir mereparasi handphone. Pernah ada teman kakak saya yang tanpa sengaja handphonenya masuk kedalam air, kemudian ia membawanya ke tempat saya dan di perbaiki oleh kakak saya. Dan apa yang terjadi, setelah di betulkan handphone tersebut hidup kembali dan bisa gunakan lagi. Waktu itu masih jamanya baru kenal handphone, jadi barang tersebut merupakan barang yang sangat berharga dan mahal, tidak semua orang memilikinya. Ketrampilan ini ia pelajari secara otodidak tanpa kursus atau belajar dari orang lain.

Contoh yang ke empat, ia mahir dalam hal kelistrikan. Karena keahlianya tersebut, membuat keluarga kami tak perlu memanggil tukang listrik atau petugas PLN jika listrik di rumah kami terjadi kerusakan. Seperti biasa, ia juga seringkali di mintai bantuan oleh tetangga tetanga saya yang kebetulan listriknya mati atau korsleting. Ketrampilan ini pun ia pelajari secara otodidak atas dasar inisiatifnya sendiri tanpa kursus atau sekolah kelistrikan.

Contoh kelima, ia mahir dalam urusan pertanian. Beruntung dan bersyukurlah kami karena untuk kebutuhan sehari hari, kami memiliki beberapa petak sawah sebagai modal pangan sehari hari. Dan keberhasilan panen padi di sawah kami, tak lepas dari triknya dalam mengelola tanaman padi kami. Ia tahu bagaimana membuat kluyon (lelehan untuk menanam bibit padi) yang baik, memilih benih unggul, nyebar (menanam) bibit, sampai kapan waktu yang pas untuk di petik, hingga soal pengairan dan urea, ia paham.

Kesalahan sedikit dalam pengelolaan bibit padi bisa berakibat kurang maksimal terhadap hasil panen. Dengan keahlianya tersebut membuat hasil panen kami cenderung melimpah. Semua berkat kepandaianya dalam mengelola sawah. Dan lagi lagi, kemampuan tersebut ia dapat dari inisiatifnya sendiri, alias otodidak.

Contoh yang ke enam atau terakhir yaitu ia pandai membuat kandang atau gubuk gubukan. Kandang atau gubuk gubukan tempat ia bekerja menaruh kayu kayunya, ia buat dengan pemikiran ia sendiri. Ia tau bagaimana agar kandang atau gubuk tersebut bisa berdiri rata sesuai dengan timbangan air, juga material material yang baik untuk di gunakan layaknya tukang bangunan.

Sebenarnya menurut pengamatan saya, ia juga paham dengan ilmu tukang bangunan selain membuat kandang atau gubuk gubukan tersebut, seperti memasang bata, keramik dan lain sebagainya, walaupun ia sendiri adalah tukang kayu. Hal ini bisa di lihat dari pandainya dia membuat kandang, mengecor jalan dan lain sebagainya.

Kesimpulanya, dari semua keahlian yang ia miliki, ia dapat dari belajar secara otodidak. Hanya ketrampilan elektronik saja yang ia pelajari dari kursus. Walaupun ia tidak sekolah tinggi, namun ia bisa membuktikan bahwa untuk pintar itu tidak harus mahal dan mengeluarkan banyak biaya. Asalkan ada niat pasti ada jalan. Dia juga pandai mengambil keputusan dengan memilih satu pekerjaan pokok, sementara yang lainya sebagai sampingan.

Dengan keahliannya pula, ia tidak kesulitan dalam mencari pekerjaan, malah pekerjaan tersebut yang datang kepadanya. Dan semoga tulisan yang amat sederhana ini bisa bermanfaat dan bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, bahwasanya jika kita rajin dan bersungguh sungguh mau belajar, pasti keinginan kita bisa terwujud, hingga bisa menciptakan peluang untuk masa depan yang lebih baik. Pintar itu tak harus mahal, pintar itu juga tak harus sekolah hingga perguruan tinggi, bukan begitukah ?

Ikuti tulisan menarik Amir Mahmud lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu