x

Sekretaris Kabinet Pramono Anung (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, 28 September 2015. Kedatangan Pramono Anung untuk menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) atas nama dirinya. ANTARA/M Agun

Iklan

Agus Supriyatna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Rajinnya Wartawan Senior, Usai Subuh Sudah Dapat Berita

Insting menangkap peristiwa jadi sebuah berita, bagi seorang wartawan adalah hal yang mutlak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Insting menangkap peristiwa jadi sebuah berita, bagi seorang wartawan adalah hal yang mutlak. Insting itu harus terus diasah, agar wartawan tak sekedar melaksanakan perintah redaktur. Di mana pun, kapan pun, dan dalam kondisi apa pun insting itu harus 'menyala'. Bila tidak akan pusing sendiri. 
 
Tentang ini, saya punya cerita. Akhir Januari 2016, saya mendapat undangan untuk meliput kegiatan sosialisasi Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Urusan Pemerintahan Umum dari Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri. Kegiatan sosialisasi dilakukan di Kota Makassar. 
 
Nah, kegiatan dilakukan dua hari. Jadi, saya menginap semalam di sebuah hotel yang berdiri tepat pinggir pantai Losari, Makassar. Ikut meliput Mas Tomo, wartawan senior JPNN.com, sebuah portal berita punyanya Pak Dahlan Iskan. Saya satu kamar dengan Mas Tomo. 
 
Pagi hari, hanya beberapa menit setelah adzan Subuh saya bangun. Tapi, Mas Tomo sudah tak ada. Saya pun malas-malasan untuk bangun. Sampai kemudian menjelang pukul enam pagi, Mas Tomo mengirimkan pesan pendek, meminta saya turun dari kamar untuk sarapan. Katanya, Bang Bahtiar, Kepala Bagian Perundang-Undangan Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, mengajak untuk sarapan di depan hotel. 
 
Dengan agak malas-malasan saya beranjak dari tempat tidur. Basuh muka, setelah itu keluar kamar menuju lobi. Setelah di luar hotel saya celingak-celinguk mencari kedai kopi, tempat Bang Bahtiar mengajak saya dan Mas Tomo sarapan pagi. Ternyata kedai kopi letaknya tak jauh dari hotel. Benar-benar ada di seberang hotel. Terlihat sosok Mas Tomo, sedang memotret sebuah gerobak. 
 
Saya pun bergegas ke sana. Setelah sampai, saya langsung menghampiri Mas Tomo. " Ngapain Mas motret-motret?" tanya saya. 
 
" Ini untuk berita. Menarik ini. Dia penjual kue pancong paling tenar se Makassar. Katanya dia sudah berjualan sejak tahun 70-an. Penghasilannya bisa 500 ribu sehari," jawab Mas Tomo melanjutkan acara motretnya. Depan gerobak, seorang lelaki tua sibuk membuat dan mengangkat kue pancong. Harumnya menggoda iman, eh perut.
 
Dalam kedai, Bang Bahtiar sedang asyik mengobrol dengan seseorang. Saya pun langsung masuk kedai. " Udah bangun mas? Ayo sarapan. Itu kue pancongnya enak, dicoba. Kue pancong terenak se-Makassar," kata Bang Bahtiar setengah berpromosi.
 
Saya pun langsung duduk, dan memesan segelas kopi. Di meja, sudah terhidang kue pancong. Saya pun langsung mencicipi. Wuih rasanya memang enak, beda dengan kue pancong di Jakarta. Kue pancong ala Makassar manis legit,m sementara kue pancong di Jakarta rasanya cenderung gurih asin. 
 
Hanya beberapa menit, beberapa kue pancong sudah berpindah ke perut. Saya pun berkenalan dengan teman ngobrol Bang Bahtiar. Ternyata dia, senior Bang Bahtiar di IPDN. Oh ya lupa, Bang Bahtiar adalah lulusan IPDN. Temannya menyebut nama Amsarizal. Dia, ternyata salah satu pejabat di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Makassar. Kami pun mengobrol, sampai kemudian datang Mas Tomo. 
 
" Mas tadi keluar hotel jam berapa? Saya bangun sudah tak ada," kata saya. 
 
Setelah duduk, Mas Tomo pun bercerita, bahwa ia keluar setelah solat Subuh. Katanya, ia ingin cari angin segar. Lalu jalan-jalan di pinggir pantai. Dan, di pinggir pantai itu, ia bertemu dengan dua anak kecil. Yang bikin dia kaget, dua anak kecil itu sedang mabuk lem. Sedang nge-fly dengan lem Aibon. 
 
" Kaget saya. Yang lebih kaget itu, keduanya umurnya mungkin sekitar tujuh tahunanlah. Jadi, masih anak SD. Bayangkan, mereka sudah doyan mabok lem, enggak tahu kalau sudah gede," dengan antusias Mas Tomo bercerita tentang 'temuanya' di pagi hari pinggir Pantai Losari. 
 
Bang Amsarizal pun ikut berkomentar. Kata dia, itulah sisi lain Makassar yang buram. Ini fenomena gunung es, karena tak hanya terjadi di Kota Makassar saja, tapi kisah-kisah seperti itu jamak terjadi di pinggiran Makassar. " Memprihatinkan memang," katanya.
 
" Nanti dibuat berita Mas?" saya bertanya ke Mas Tomo.
 
" Oh ya, ini menarik Gus untuk jadi berita," kata Mas Tomo. 
 
Rajinnya Mas Tomo, subuh hari sudah dapat berita. Dua berita pula. Satu berita tentang anak kecil mabok lem, satunya lagi tentang penjual kue pancong. Benar-benar wartawan senior yang militan memang. 
 

Ikuti tulisan menarik Agus Supriyatna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB