x

Iklan

Richa Miskiyya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mas’ud, Berjalan 500km Demi Kesetaraan Kaum Difabel

Mas'ud, seorang difabel yang pantang menyerah untuk menyuarakan dan memperjuangkan kesetaraan bagi kaum difabel

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mas’ud, seorang pemuda sederhana yang berasal dari sebuah desa kecil di Grobogan, Jawa Tengah. Jika dilihat sekilas, tak ada yang istimewa dari sosok seorang Mas’ud, bahkan sejak kecil, Mas’ud hidup dalam keterbatasan fisik karena virus polio yang menyerang tubuhnya membuatnya harus hidup dengan kaki kanan yang berukuran lebih kecil dibandingkan kaki kirinya hingga ia pun tak bisa melangkahkan kaki dengan sempurna.

Akan tetapi, keterbatasan fisiknya tak pernah membatasi semangatnya untuk mandiri dan bisa berdiri di atas kaki sendiri tanpa merepotkan orang lain. Selepas SMP, Mas’ud memilih untuk mengikuti pelatihan elektronik hingga ia kemudian bisa mandiri dengan membuka reparasi elektronik kecil-kecilan di rumahnya. Selama belasan tahun, Mas’ud bisa hidup mandiri bahkan ia pun bisa ikut membantu perekonomian keluarga dari hasil reparasi elektroniknya.

Sebagai seorang difabel, tak sedikit orang yang menganggap remeh atau memandang sebelah mata pada Mas’ud. Namun, Mas’ud tak ingin berkecil hati, baginya pandangan remeh itu justru bisa menjadi motivasi baginya agar bisa menjadi seseorang yang lebih baik, salah satunya adalah dengan mengikuti pelatihan bagi difabel yang diadakan di Solo.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seringnya ia bertemu dan bergaul dengan para difabel di kegiatan pelatihan, membuat Mas’ud sadar bahwa kehidupannya dan kehidupan teman-temannya selama ini cenderung tersisih di tengah masyarakat karena selalu dipandang sebagai orang-orang yang ‘tidak mampu’.

“Kami memang berbeda, tapi bukan berarti harus dibeda-bedakan. Kami ingin dianggap setara,” tutur Mas’ud.

Mas’ud merasa bahwa ia tak bisa berdiam diri, ia harus melakukan sesuatu untuk menyerukan pada dunia tentang kesetaraan bagi para difabel. Mulanya ia bingung bagaimana caranya? Sedangkan ia sendiri tak memiliki modal uang yang mencukupi untuk mengkampanyekan hal tersebut.

Pada tahun 2011, akhirnya Mas’ud membuat sebuah keputusan besar dalam hidupnya agar dunia tahu dan paham tentang keberadaaan para difabel. Mas’ud memang tak memiliki harta yang melimpah, namun ia memiliki semangat yang tak bisa diremehkan.

Mas’ud pun memutuskan untuk berjalan kaki dari Grobogan hingga Jakarta, ya, dengan kaki yang tak sempurna, Mas’ud bertekad menempuh jarak lebih dari 500 km untuk mengkampanyekan dan menyuarakan jeritan hati kaum difabel bahwa mereka ingin dipahami dan disetarakan bukan untuk disisihkan atau dikucilkan.

“Selama perjalanan ke Jakarta, banyak orang tertarik dengan apa yang saya lakukan, ketika di pom bensin, masjid, bahkan ketika saya makan di warteg pun banyak orang yang bertanya tentang hal-hal yang sedang saya perjuangkan untuk kaum difabel. Meski tanpa modal uang, dengan cara ini saya pun bisa mengkampanyekan tentang kaum difabel pada orang-orang di sepanjang jalur yang saya lalui,” jelas Mas’ud mengenang perjuangannya lima tahun silam.

Perjuangan Mas’ud menempuh jarak 500 km lebih ini ternyata membuahkan hasil karena apa yang dilakukan Mas’ud ini mendapatkan sorotan dari banyak media bahkan ia pun juga diundang menjadi bintang tamu salah satu acara talkshow kenamaan Indonesia.

Acara Talkshow yang mengundang Mas’ud pun tak disia-siakan olehnya sehingga bisa menjadi jembatan untuk mengutarakan isi hati dari sahabat-sahabatnya para difabel, dan dari acara tersebut, Mas’ud pun mendapatkan donasi sekian puluh juta dari sebuah badan zakat yang mana harus digunaka untuk pengembangan para difabel.

Akhirnya, dari dana yang ada, Mas’ud pun menggerakkan teman-temannya untuk mendirikan sebuah pusat perkumpulan dan advokasi para difabel. Mas’ud dan teman-temannya pun akhirnya mendirikan sebuah Self Help Group untuk para difabel agar bisa menjadi lebih mandiri bernama Kudifa (Kelompok Usaha Difabel).

Kelompok Usaha Difabel ini menjadi rumah bernaung para difabel yang memiliki usaha agar bisa memperkenalkan usahanya serta memasarkan produknya lebih luas lagi. Tak hanya menjadi tempat bernaung para difabel yang memiliki usaha saja, namun Kudifa juga menjadi tempat advokasi difabel seluruh Grobogan.  

Mas’ud juga mengusahakan bantuan berupa kursi roda dari beberapa negara seperti Jepang dan Amerika Serikat untuk bisa disalurkan kepada para difabel Grobogan yang tidak mampu sehingga dengan kursi roda diharapkan mereka bisa melakukan kegiatan dengan lebih mandiri.

“Harapan saya dan teman-teman lainnya, kami para difabel ingin dianggap setara, kami tak ingin dikasihani karena kami juga bisa mandiri. Kami hanya perlu kepedulian dan kemudahan akses agar bisa melakukan semuanya seorang diri seperti kemudahan layanan publik yang seharusnya bisa diakses oleh kaum difabel,” tutur Mas’ud ketika ditanya tentang harapannya.  

Kegigihan lelaki yang lahir pada 11 Desember 1975 ini untuk berjuang demi kesetaraan difabel pun menjadikan Mas’ud diundang sebagai perwakilan Indonesia untuk menghadiri Konferensi Difabel di Negeri Sakura, Jepang tahun 2015 silam. Mas’ud yang hanya anak desa pun aka pernah menyangka, ia yang selama hidupnya mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupan karena keterbatasan fisik, justru ia mampu menembus segala keterbatasan itu dan menggapai prestasi yang lebih baik daripada orang yang memiliki fisik sempurna.   

Apa yang dilakukan Mas’ud menjadi bukti bahwa segala keterbatasan yang ada pada diri bukan sesuatu yang harus dikasihani, dan juga bukan penghalang untuk terus berkarya, berkreasi dan berbuat sesuatu untuk sesama. (*)

 

Ikuti tulisan menarik Richa Miskiyya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler