Gak ada yang bisa membantah kalau nulis itu sangat bermanfaat. Bermanfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain. Bagi diri sendiri, tentu ada  perasaan puas. Ide dan gagasan, uneg-uneg yang bersarang di kepala bertahun-tahun, bisa kita keluarin satu persatu. Alhasil, kepala kita bisa plong. Hati kita juga senang, karena melihat isi kepala kita dalam bentuk karya. Bagi orang disekitar kita, mungkin bisa bermanfaat sebagai inspirasi atau pun motivasi.

Bahkan ada yang bilang, kalau penulis itu ternyata berumur panjang. Saya sih setuju-setuju saja dengan pendapat tersebut. Kog bisa ya? Karena penulis itu yang mati ternyata hanyalah raganya. Sementara buah pikirannya hidup sepanjang masa.

Sebagai penikmat tulisan sejarah, saya bisa tunjukkan faktanya. Misalnya, pemikiran dan filsafat dari Plato, Socrates, Aristoteles, dari jaman sebelum masehi saja masih relevan dengan pembelajaran masa kini. Serupa halnya dengan tulisan Montesqiueu tentang Trias Politika, J.J. Rousseau dengan Du Contract Social-nya, Raffles dengan History of Java. Semua melampaui jamannya. Inilah yang saya maksud dengan panjang umur dari segi karya. Raga mereka telah tiada, tapi buah pikirannya ada bersama kita.

Saya juga ingin panjang umur. Biarlah ragaku kelak tiada, tapi karya-karyaku atau tulisan-tulisanku tetap hidup bersama generasi berikutnya. Mungkin saat ini, karya besarku belum ada, tapi suatu saat saya yakin akan hal ini.

Apa yang saya lakukan? Saya harus tetap konsisten dan disiplin menulis. Biarpun hanya satu kalimat atau satu paragraf di status facebook-ku. Biarpun hanya beberapa gabungan paragraf di blog-ku yang tidak sempurna. Bahkan, hanya satu bab di buku antologi. Saya tidak akan pernah berhenti. Karena kata pepatah, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.

Happy Weekend Sobat! Jangan lupa menulis, biar berumur panjang!

#menulisituasyik

Ikuti tulisan menarik Thurneysen Simanjuntak lainnya di sini.