x

Iklan

Thamrin Dahlan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Post Power Syndrom Si Mantan Mengganggu

Gejala Post power syndrom sering dialami para pejabat tinggi ketika memasukim usia pensiun. Ketidak siapan mental si mantan menganggu orang lain

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Post–power syndrome (PPS) adalah suatu gejala yang terjadi dimana seseorang tenggelam dan hidup di dalam bayang-bayang kehebatan, keberhasilan masa lalunya sehingga cenderung sulit menerima keadaan yang terjadi sekarang. Gejala yang terjadi dimana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini. Seperti yang terjadi pada kebanyakan orang pada usia mendekati pensiun. Selalu ingin mengungkapkan betapa begitu bangga akan masa lalunya yang dilaluinya dengan jerih payah yang luar biasa. (https://psychologystudyclubuii.wordpress.com/2012/12/30/post-power-syndrome/)
 
Hidup dalam bayang bayang. Siapakah dia ? Bayang bayang selalu hadir mengikuti sosok tubuh ketika ada sinar. Tidak harus siang hari dengan sinar matahari, di waktu malam haripun ketika sekelebat sinar lampu temaran menkanvaskan bayang bayang diri . Artinya PPS itu sepertinya melekat pada diri seseorang kemanapun dia pergi. Mungkin ketika tidur saja sikap PPS bisa istirahat sejenak.
 
Ada cerita lucu dan sedikit pilu dari keluarga ketika seorang mantan pejabat tinggi tetap bersikap dan berperilaku seperti masih bertugas di pemerintahan.. Beliau nampaknya tidak bisa melepaskan atau menanggalkan seragam, perangkat pejabata seperti ajudan, sopir dan sekretaris. Keluarga sedih menilah Bapak ini setiap pagi tetap saja keluar rumah.. Entah kemana yang jelas dia sudah tidak punya kantor apalagi anak buah.
 
Terpaksa keluarga mencari seorang sopir yang merangkap sebagai ajudan guna melayani sang mantan. Sang sopir diajarkan bagaimana memperlakukan Pak Mantan. Keluarga melatih si sopir agar memberikan hormat grak dan mengucapkan kata standar, " siap komandan" inilah salah satu jenis PPS yang akut, dimana pejabat ini tidak rela pekerjaannya di ambil orang lain.
 
Bukan ini bukan penyakit kejiwaan, namun apabila terus dibiarkan maka bisa jadi si Mantan akan semakin merepotkan keluarga atau orang lain yang berhubungan dengan si mantan. Ada juga gejala PPS ringan. Sang mantan sebenarnya biasa biasa saja namun orang orang dekat yang pernah ikut menikmati kekauasaan sang mantan selelau memposisikan boss nya seperti ketika masih menjabat. Si Boss di gadang gadangkan akan merebut kekuasaan lagi, sehingg Beliau terbuai dengan sanjungan dan buaian anak buah dan merasa dirinya masih pantas muncul lagi di permukaan.
 
Seyogyanya para pejabat yang akan memasuki usia pensiun bisa menyiapkan diri. Bahwa jabatan itu amanah dan tidak ada yang abadi. Makanan dan minuman saja ada yang expired demikian juga dengan masa jayanya seorang anak manusia. Kita paham apabila makanan kadaluarsa tetap di konsumsi maka yang terjadi adalah keracunan. Analogi dengan pejabat yang masih sok berkuasa padahal sudah expired tentu saja kehadirannya mengganggu keseimbangan kehidupan orang lain.
 
Menurut para ahli psikologi, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya post-power syndrome pada diri individu dapat dilakukan dengan mengembangkan pola hidup positif. Pengembangan bola hidup yang positif memberikan energi positif pada pemikiran seseorang, sehingga memiliki kecenderungan untuk tidak terpuruk dalam permasalahannya. Langkah lain yang dapat dilakukan dengan membuka diri pada ajakan untuk membuka kesempatan aktualisasi diri. Dengan memiliki banyak pengalaman, seseorang akan memiliki wawasan yang luas dalam berpikir.
 
Dengan demikian hilangnya pekerjaan tidak menjadi hal yang mematikan semangat hidup seseorang. Alangkah baiknya dilakukan sesuatu dengan bergembira menjalani tantangan hidup. Seseorang yang memiliki pandangan positif pada setiap kesulitan akan mencari solusi dalam setiap masalah hidupnya, bukan memikirkan masalah sebagai problematika yang tak ada solusinya.
 
Seseorang yang mengalami post-power syndrome biasanya menganggap bahwa jabatan atau pekerjaannya merupakan hal yang sangat membanggakan bahkan cenderung menjadikan pekerjaannya sebagai dunianya. Sehingga hilangnya pekerjaan karena pensiun memberikan dampak psikologis pada mental seseorang.
 
Saya tidak men just salah seorang atau siapapun yang terkena gejala PPS. Namun dalam kehidupan politik nampaknya banyak juga para pelakon yang tidak mampu menempatkan dirinya pada posisi yang selaiknya dia agar tetap di hormati. Sudahlan umur semakin bertambah, kenapa tidak membhaktikan diri di kegiatan sosial yang dapat dipastikan banyak menimba pahala sebagai persiapan menghadapa Illahi.
 
Salamsalaman
TD

 

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Thamrin Dahlan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler