(Esai Foto) Cerita di Balik Peringatan Hari Air Sedunia
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB"Ternyata pak Basuki orangnya ramah ya. Kok kita kalo lihat di tv, kesannya marah-marah terus. Salah tv apa salah pak Bas?"
DELAPAN dari 10 orang yang saya tanya, baik tatap langsung maupun online, tidak (kurang, tepatnya) mengetahui jika Selasa, 22 Maret, diperingati sebagai Hari Air Sedunia. Miris memang, mengingat air sangat penting bagi kehidupan manusia. Namun, faktanya seperti itu karena kurangnya sosialisasi pemerintah kepada masyarakat luas mengenai Hari Air Sedunia dan segenap elemen lainnya.
"Emang penting ya, sampe aer diperingati setiap tahun?"
"Lha, kami aja kalo masuk Maret khawatir banjir. Boro-boro peringatin hari aer segala."
"Bro, gue tahunya 22 Maret itu ultah BCL (Bunga Citra Lestari)."
"Oh, hari air sedunia ya. Bagus deh. Yang gue liat dari pagi malah demo taksi."
* * *
Ruang Balai Agung, Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (22/3), dipenuhi ratusan manusia. Saya yang datang menggunakan sepeda motor harus melewati ribuan pendemo yang memenuhi Jalan Merdeka Selatan. Ya, sejak pagi, aparat keamanan seperti satpol pp, kepolisian, dan TNI, bersiaga di depan kantor Gubernur Jakarta.
* * *
Kehadiran saya di markas DKI 1 itu untuk mengikuti Diskusi Hari Air Sedunia 2016 yang diselenggarakan Tempo Media Group. Sambil menikmati manisnya secangkir kopi hitam menjelang acara dimulai pukul 09.00 WIB, saya sedikit menyayangkan.
Sebab, acara bertema "Menghadapi Tantangan Krisis Air Perkotaan" itu seperti hanya khusus untuk dua kelompok. Mahasiswa dan undangan seperti pejabat, perwakilan pemerintah kota DKI, dan instansi terkait.
Sementara, untuk blogger, nyaris tidak ada -bukan berarti nihil. Ini sangat disayangkan mengingat di Tanah Air ini tidak kekurangan blogger yang konsisten menulis tentang air dan juga lingkungan hidup. Apalagi, Tempo memiliki Indonesiana yang merupakan wadah blog publik.
* * *
Saya melirik jam di telepon seluler (ponsel) sudah menunjukkan pukul 11.25 WIB. Namun, belum ada tanda-tanda acara yang disebut Ngobrol Tempo -serupa dengan Kompasiana Modis- ini dimulai. Beruntung, di depan layar terdapat beberapa tayangan menarik dari publik figur.
Ada Najwa Shihab, Dian Sastrowardoyo, Leila S. Chudori, Joko Anwar, hingga Aburizal Bakrie. Bagi saya, yang menarik justru mendengar komentar Ketua Umum Golkar itu saat memberi sambutan HUT ke-45 Tempo, "Semoga Tempo nanti ke depan akan makin baik, lebih baik, bagi negara (dan) bangsa. Kalau berita jangan dipelintir-pelintir. Nanti orang ga ada yang mau baca Tempo gitu. Tempo-tempo baik, Tempo-tempo tidak."
* * *
Setelah molor 30 menit lebih, akhirnya acara siap dimulai. Ternyata keterlambatan itu akibat Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama, harus mengikuti rapat sebelumnya. Mungkin, terkait demo yang hari itu merebak di kalangan pelaku transportasi umum.
* * *
Keberadaan pria yang akrab disapa dengan Ahok itu tergolong singkat. Tidak sampai 20 menit di atas panggung saat memberi sambutan. Namun, justru sosok 49 tahun ini merupakan magnet utama. Terlebih, Basuki, seperti biasa dengan gaya ceplas-ceplosnya mengomentari krisis air di ibu kota.
"Saya gini-gini lulusan Geologi. Saya ngerti soal ini. Ga jelek-jelek amat nilai sekolah dapat B. Ada yang A beberapa. Jadi, ga terlalu bodoh saya, pintar juga nggak. Kalo pintar saya ntar jadi dosen," kata Basuki yang disambut riuh dari ratusan peserta Ngobrol Tempo seperti saya rekam lewat video berdurasi 4.50 menit di laman youtube (https://youtu.be/w6lyF4X9sWg).
* * *
"Eh jangan dorong-dorongan dong. Sempit tahu."
"Maaf mbak, kalo mau lega di jalan sana sekalian ikut demo."
"Pak Ahok, senyum dong kita mau selfie nih."
"Gue upload ke twitter, hashtag-nya #NgobrolTEMPO sama #HariAirDunia atau #HariAirSedunia?"
"Ternyata pak Basuki orangnya ramah ya. Kok kita kalo lihat di tv, kesannya marah-marah terus. Salah tv apa salah pak Bas?"
"Salah gue. Salah temen-temen gue. Mungkin, ini semua salah Rangga yang ninggalin Cinta."
* * *
Setelah Basuki memberikan sambutan mengenai "Kelangkaan air yang terjadi di DKI dan pentingnya usaha untuk menanggulangi masalah krisis air yang dialami," acara berlanjut. Sesi ini menampilkan empat pembicara yang kompeten di bidangnya dengan dipandu Bagja Hidayat selaku Redaktur Utama Tempo Media Group, seperti yang saya catat dan rekam sepanjang acara:
- Teguh Hendarwan selaku Kepala Dinas Tata Air DKI menjabarkan tentang, "Ketersediaan dan pengelolaan air di Jakarta.
- Erlan Hidayat (Direktur Utama PAM Jaya): Pemenuhan kebutuhan air Jakarta.
- Barce Simamarta (Direktur Technical Services PALYJA): Pemanfaatan air sungai untuk penyediaan air bersih Jakarta.
- Firdaus Ali (Pendidik, Peneliti, dan Praktisi bidang Bioteknologi Lingkungan sekaligus staf khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat): Water Cycle dan keberlanjutan ketersediaan air baku di Jakarta.
* * *
Diskusi tanpa solusi bagi saya itu omong kosong. Saya kerap jemu menghadiri acara yang hanya diskusi sepanjang waktu dengan argumen masing-masing tapi tanpa adanya solusi. Saya harap itu tidak terjadi pada Ngobrol Tempo yang harusnya ada implementasi lebih lanjut. Terutama karena Basuki juga mengakui jika saat ini baru 60 persen warga Jakarta yang mendapat akses air bersih melalui air perpipaan.
Poin positif yang saya catat dari Basuki saat menegaskan dirinya memang sebagai pemimpin yang melayani, melindungi, dan mengayomi rakyatnya, serta bukan sekadar bos yang kerjanya hanya memerintah bawahan, "Saya kira itu, silakan bapak dan ibu diskusi saja. Saya ga ada di tempat. Kalau ada saya nanti (kalian) ga enak kan. Nanti hasilnya tinggal perintah saya. Mau apa yang dikerjain. Yang penting bapak-ibu kompak, nanti saya kasih Dirut PAM. Tinggal minta dia beresin mau minta berapa triliun? Empat-lima (triliun) gue kasih. Jadi, ga ada alasan uang di Jakarta. Tinggal, alasan Anda mau atau tidak. Punya ide atau tidak untuk langsung dikerjakan."
* * *
Nyaris dua jam diskusi berlangsung dengan interaktif. Salah satu yang menarik ketika mendengar pemaparan dari Brace mengenai pemanfaatan air kanal banjir barat yang bisa menghasilkan 500 liter/detik dengan menerapkan teknologi pengolahan biologis. Pasalnya, dengan teknologi yang kini tengah diselesaikan instansinya, kelak warga Jakarta bisa mendapatkan air bersih yang memenuhi standar kualitas dari Kementerian Kesehatan.
Sebelumnya, saya sempat kaget ketika mendapati kenyataan sekitar 40 persen warga ibu kota belum mendapat akses air bersih. Alhasil, mayoritas masih mengkonsumsi air tanah yang kita ketahui berdampak buruk bagi kesehatan. Ooh... Ini jadi catatan yang menohok pada peringatan Hari Air Sedunia.
* * *
Setelah acara selesai lewat pukul 13.00 WIB, saya pun memanfaatkannya dengan berkeliling sejenak di sekitar Balaikota. Ternyata, saya baru tahu kalau Kompleks Kantor Gubernur DKI itu dibuka untuk umum setiap Sabtu. Itu setelah saya mendapat informasi dari salah satu petugas keamanan, "Iya mas dibuka buat umum setiap akhir pekan. Gratis dan masyarakat bisa menjelajah ke setiap ruangan untuk melihat tempat kerja pak Ahok."
* * *
Di sudut Balai Agung, terdapat beberapa foto mengenai kinerja Pemerintah Kota DKI. Salah satu yang menarik tentang penertiban bangunan kawasan kalijodo. Lokasi yang terletak di sisi timur Banjir Kanal Barat ini ternyata berkolerasi dengan peringatan Hari Air Sedunia.
* * *
Ketika melangkah menuju tempat parkir, tampak beberapa personil TNI sedang beristirahat. Ada yang makan, salat, dan tidur, seusai bertugas menjaga aksi demonstrasi di depan Balaikota. Di sepanjang Jalan Merdeka Selatan, berserakan sampah, daun, dan ranting pohon serta bunga yang berguguran karena terinjak pendemo. Terlihat beberapa petugas harian lepas berusia paruh baya tengah menyapu sampah tersebut yang esoknya saya baru tahu beliau dapat apresiasi dari Basuki.
Di sisi lain, saya merasa ada yang aneh dengan hari itu. Sebab, ibu kota tampak langgeng, khususnya ruas utama di sepanjang Jalan Sudirman. Selepas kawasan SCBD menuju Patung Pemuda Membangun, aparat keamanan menutup satu jalur karena saat itu sedang dipakai demo. Ya, bagaimanapun, Hari Air Sedunia hanya diperingati setiap tahun. Sementara, kebutuhan hidup berlangsung setiap hari.
* * * * * *
* * *
- Jakarta, 24 Maret 2016
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Sisi Lain Kemenangan Indonesia atas Thailand
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBRestorasi Tiga Dara, Bukan Sekadar Nostalgia
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler