x

Iklan

rionoto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dilema Pemerintah dalam Transportasi Online

Pemerintah harus mengambil keputusan dalam menanggapi transportasi online

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Masyarakat pengguna Transportasi umum Jakarta sempat dibuat kewalahan oleh operator transportasi umum yang melakukan aksi unjuk rasa. Aksi yang dilakukan pengemudi transportasi umum ini, menolak angkutan umum online beroperasi. Unjuk rasa pengemudi transportasi umum sebagian berasal dari profesi pengemudi taksi, banyak dari mereka mengaku penghasilan turun dengan kehadiran transportasi umum online.

Heran dengan aksi demo yang dilakukan oleh sopir taksi pada bulan Maret. Kehadiran layanan berbasis aplikasi merupakan bagian dari perkembangan zaman. Dengan majunya teknologi saat ini, perusahaan sudah harus antisipasi terhadap perkembangan teknologi, jangan sampai perusahaan yang sudah lama bergerak di bidang transportasi tergerus oleh teknologi, karena tidak siap.

Saya masih teringat ketika masa kecil, dimana orang tua saya mengatakan, “Kalau naik taksi jangan warna kuning (maksudnya presiden taksi).” Yah, kala itu presiden taksi dicap buruk karena layanan buruk dan argo kuda. Alih-alih orang tua saya, selalu menggunakan warna biru karena layanan dan harga yang masuk akal kala itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tetapi saat ini, zaman sudah berbeda. Taksi berwarna biru yang awalnya memiliki layanan dan harga terbaik, tercoreng dengan aksi demonstrasi yang dilakukan oleh pengemudi. Saya tidak tahu, siapa aktor dibalik aksi unjuk rasa tersebut. Banyak sumber mengatakan, aksi tersebut telah di akomodasi oleh perusahaan taksi.

Kehadiran tranportasi online menjawab kebutuhan masyarakat yang ingin mencari harga murah, cepat dan aman. Layanan Transportasi online menjadi fenomena di Jakarta, tidak hanya Jakarta, kota-kota besar seperti New York, Sydney, Paris, dll, juga mengalami penolakan dari pengemudi taksi konvesional.

Untuk mendapatkan layanan transportasi online, masyarakat cukup menggunduh telepon seluler yang berbasis IOS atau Android. Setelah selesai unduh, mereka harus melakukan pendaftaran dan tujuan yang ingin dituju. Cukup mudah, bukan?

Lantas, bagaimana dengan taksi konvesional? Data terakhir Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyebutkan, jumlah 41 operator taksi biasa dan 2 operator taksi eksekutif. Sejauh ini, operator Taksi Blue Bird memiliki jumlah armada terbanyak dibandingkan lainnya.

Dengan besarnya jumlah taksi konvesional yang mengaspal di kota Jakarta sudah menjadi tantangan tersendiri bagi operator taksi untuk bersaing sesama taksi reguler.

Jika persyaratan izin yang dikenakan pada taksi online sama dengan taksi konvesional, maka taksi online akan keberatan. Banyak anggota taksi online berasal dari rental dan pemilik kendaraan pribadi yang bergabung. Alasan mereka memilih bekerja di taksi online karena tidak terikat waktu dan boleh memiliki pekerjaan sampingan. Inilah yang menjadi alasan pemilik kendaraan pribadi atau rental bergabung dengan taksi online.

Jadi solusinya agar tidak bentrokan kembali, Pemerintah harus membenahi angkutan umum agar aman, nyaman dan terjangkau. Artinya bila angkutan umum tersebut sudah baik, otomotis masyrakat akan meninggalkan taksi sebagai transportasi umum dan beralih menggunakan kereta atau bus.

Dalam UU LLAJ, Pemerintah perlu merevisi kembali karena akan ada munculnya perkembangan teknologi baru didalam sistem transportasi. Bukan hanya sistem transportasi umum, tetapi jenis kendaraan yang dapat mengangkut penumpang ke tempat tujuan, seperti sepeda motor yang sudah dapat digunakan sebagai ojek. Jika hal ini ditunda terus, maka tidak ada kepastian hukum dalam mengatur bisnis transportasi umum.

 

Sumber; dishub.go.id, liputan6.com, tempo.co

Ikuti tulisan menarik rionoto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler