x

Iklan

andre HI

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Lieus Dijuluki Aktivis Tionghoa Pembela Kaum Jelata

Kepedulian dan Pentingnya jiwa nasionalisme dalam menjaga Persatuan Indonesia

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jakarta, Politik dan ekonomi merupakan domain penting dalam pengembangan esensi peradaban sebuah negara, saat kaum minoritas dibatasi semua ruang geraknya. Tokoh Tionghoa yang satu ini lebih memilih melawan arus yang ada, demi menjaga akselerasi kerukunan umat dan persatuan Indonesia seutuhnya. Jiwa Nasionalisme dan kepeduliannya terhadap masyarakat, membuat ia dikagumi oleh banyak sahabat serta kalangan lintas pluralism.

Dimata seorang Politisi Golkar, Ariady Achmad, Lieus Sungkharisma merupakan pribadi yang hangat dan menyenangkan. Latar belakangnya dari kelompok minoritas tak pernah menghalangi untuk menjalin persahabatan kepada siapapun, tanpa membedakan, warna kulit, agama, sosialita dan strata social yang ada.

“kami saling menghargai dan menghormati pilihan dan keyakinan masing-masing,” tukasnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Staff Khusus Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas ini mengatakan Lieus merupakan sosok yang blak-blakan jika mengemukakan pendapat. Nyerocos saat bicara. Bahkan nyaris seperti tak ada yang bisa menghalanginya saat ia coba mengungkapkan isi hatinya. Namun tak jarang muncul ungkapan yang mengundang tawa.

“itulah Lieus Sungkharisma. Saya mengenalnya diarena diskusi dan pertemuan kalangan aktivis di Jakarta. Ia aktif menghadiri diskusi Reboan yang digelar Indemo pimpinan Hariman Siregar,” kata Ariady.

Ariady menambahkan, tak seperti kebanyakan keturunan Tionghoa yang lebih suka berdagang atau berbisnis. Pria kelahiran 11 Oktober 1959 ini lebih memilih melawan arus. Menjadi aktivis sosial kemasyarakatan dan tetap tidak meninggalkan darah bisnis yang dibawanya sejak lahir.

“Lieus Sungkharisma bukan aktivis pinggiran. Namanya berkibar saat menjadi Ketua Umum Partai Reformasi Tionghoa Indonesia (PARTI-red). Inilah Partai yang didirikan saat awal reformasi bergulir.” Tegasnya.

Seraya mengagumi, Ariady menilai Lieus sangat mengerti langkah apa yang dilakukannya dalam menjaga kerukunan dan persatuan social mayarakat. Baginya partai hanyalah sarana, tidak lebih. Meski menggunakan nama Tionghoa, partai tersebut sejatinya adalah bentuk ungkapan Lieus dalam mewujudkan jiwa nasionalisme ke – Indonesia – an. “Membuncah dada Lieus jika bicara nasionalisme,” katanya.

Sebagai warga keturunan tak mudah bagi Lieus menjalani kegiatan aktivis. Namun dia hadapi semua cibiran dan ejekan. Baginya, menjadi aktivis adalah cara agar bisa memberikan manfaat bagi bangsa yang dia cintai.

Mantan Wakil Bendahara Depinas SOKSI (Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia) 1986 - 1991 serta mantan Ketua di DPP AMPI (Angkatan Muda Pembaruan Indonesia) dan DPP KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) ini pernah memprotes Jokowi membangun MRT. 

Namun Lieus yang juga Ketua Umum Generasi Muda Buddhis Indonesia (Gemabuddhi) tahun 1985 dan Ketua Perhimpunan Pengusaha Tionghoa DKI Jakarta ini adalah pendukung Jokowi saat Pilpres 2014. Dia mengajak dan meyakinkan saya ketika itu.

Aktivitas pria ini sangat banyak, ia juga tercatat sebagai Ketua Umum Multi Culture Society sekaligus Vice President The World Peace Committee ini tak kurang kritisnya terhadap kinerja Presiden Jokowi yang dia nilai memble. 

Senada dengan Ariady Achmad, Ketua Umum Serikat Buruh Indonesia (SBSI’92), Sunarti mengatakan. Lieus adalah bagian penting negeri ini, sejak muda sudah berani tampil dan melawan arus dalam menyuarakan semangat Nasionalisme dan membela kaum jelata ketika hak mereka dirampas oleh kekuasaan dan ketidak adilan.

“Dia berani tampil turun kejalan dan pasang badan bahkan sampai ditahan demi membela warga yang menjadi korban penggusuran dari kekuasaan,” ujar Sunarti.

Dirinya pernah tampil dan orasi bersama kaum buruh dalam menyuarakan semua aspirasi demi menentang kebijakan yang dianggap memberatkan para buruh Indonesia.

Lanjut, Sunarti, waktu di Bandung Lieus berani tampil membela Dedi Suganda dalam mencari keadilan bagi masyarakat yang tertindas. Saat itu dia menjadi Koordinator aksi bebaskan Dedi Suganda.

Aksi pencari keadilan ini dibentuk Lieus Sungkharisma dalam memberantas tindak korupsi dengan membentuk lembaga Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (Kom Tak) dan bersama-sama elemen lainnya seperti Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992, Ganyang Mafia Hukum, Gerakan Anak Indonesia Bersatu (GAIB), dan Gerakan Karya Justitia Indonesia (GKJI). Terus bergerak untuk berkomitmen memberantas Korupsi di Indonesia dan menegakkan keadilan bagi kaum lemah yang tertindas.

Aksi bebaskan Dedi Suganda ini cukup mendapatkan perhatian public, pasalnya Lieus berhasil menguak keadilan dalam konteks penegakan hukum saat ada oknum Jaksa yang terlibat gratifikasi hingga menyebabkan orang dihukum dengan tidak semestinya.

Lieus sendiri mengatakan waktu itu, ada kejanggalan terkait vonis hukuman terhadap pelaku koruptor. Jaksa Urip Gunawan yang menerima suap dihukum 20 tahun kenapa Sistoyo hanya dituntut enam setengah tahun penjara. Ini dianggap sebuah kemunduran yang luar biasa dalam keseriusan menegakkan hukum.

Sebelumnya aksi dipicu saat Dedi Suganda seorang aktivis anti korupsi yang geram dengan oknum Jaksa yang korup. Dedi Suganda diamankan polisi setelah melukai Jaksa Sistoyo menggunakan golok kecil usai sidang di Pengadilan Tipikor, Bandung (29/2) silam.

Saat itu, Dedi mengaku aksi tersebut Ia lakukan untuk memberi peringatan kepada koruptor, karena Jaksa Sistoyo terbukti menerima suap sebesar Rp 100 juta atas kasus pemalsuan surat Pasar Festival Cisarua.

Dari sis lain, Lieus Sungkharisma, koordinator “Aksi Bebaskan Dedi Suganda”, mengumpulkan elemen-elemen pencari keadilan yang ingin Dedi Suganda bebas karena mereka merasa tuntutan Jaksa Penuntut Umum terlalu berlebihan.

Jaksa Penuntut Umum dalam sidang perdana kasus Dedi Suganda membacakan dakwaan berlapis,  termasuk pasal pembunuhan berencana. Sementara di luar Pengadilan Tipikor, Lieus mengungkapkan keinginannya untuk mencari keadilan di Pengadilan Tipikor Bandung setelah mengetahui Jaksa Sistoyo hanya di tuntut enam setengah tahun penjara.

Bukan hanya itu, pada kasus membela korban gusuran di Mangga Besar, Jakarta Barat, Lieus pernah digelandang ke Mapolres Jakarta Barat bersama 6 orang warga Jalan Belimbing, Mangga Besar I  tidak lama setelah mengikuti aksi membela korban gusuran. Pada (27/2/06) silam.

Gerah melihat Trantib Pemda DKI Jakarta bertindak semena-mena terhadap masyarakat dengan meratakan rumah mereka hingga, sekitar 38 KK hidup tanpa tempat tinggal yang jelas, akhirnya Lieus tergugah dan turut melakukan aksi membela keadilan kaum lemah Jakarta.

“saya tidak tinggal dirumah yang digusur tersebut. Tetapi setelah melihat dari media massa hati saya terenyuh dan tergerak untuk membantu mereka. Kasihan sekarang mereka hidupnya terlunta-lunta,” kata Lieus pada waktu itu.

Sebagai seorang aktivis etnis Tionghoa, bukan perkara mudah bagi Lieus berkiprah di ranah politik. Tidak sedikit hujatan yang ditujukan kepadanya. Namun, semangatnya tak pernah padam untuk membuat negeri Indonesia lebih baik.

Dirinya pun terus memperjuangkan setiap warga negara Indonesia. Termasuk memerangi diskriminasi terhadap suku, agama dan ras manapun termasuk para koruptor. Lieus turut aktif dalam pergerakan pemuda dan masuk menjadi Bendahara Umum digerbong DPP KNPI.

Komitmen pergerakannya semua atas nama rakyat Indonesia, dan dibuktikan dengan perjuangannya demi negeri. “Siapapun berhak mengemukakan pendapat dan menuntut persamaan hak di mata hukum,” ujar Lieus.

Nama Lieus pun tercatat di beberapa organisasi. salah satunya sebagai Ketua Umum Multi Culture Society sekaligus Vice President The World Peace Committee.

Ia juga masuk dalam urutan Tokoh Nasional Tionghoa Indonesia, bersama Li Bai (DR. James Tjahaya Riady), Liang Chiu Sia (atlet bulutangkis Indonesia), Lie Giok Houw (Djoko Sudyatmiko) tokoh-tokoh Tionghoa lainnya yang telah berkontribusi besar bagi Indonesia.

Selain di organisasi etnis Tionghoa, dirinya pun aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan sejak tahun 1985. Sempat menjabat sebagai Ketua Umum Generasi Bhuddis Indonesia (GEMABUDHI) sejak tahun 1986 dan menjadi Ketua Dewan Penasihat hingga saat ini.

Dia pun sempat menjabat wakil Bendahara DEPINAS SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia) 1986 - 1991. Kemudian Ketua di DPP AMPI, DPP KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) hingga Ketua Umum Partai Reformasi Tionghoa Indonesia (PARTI).

Ikuti tulisan menarik andre HI lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB