x

Iklan

indri permatasari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mari Ngobrol yang Sebaik-baiknya

Setidaknya dengan ngobrol beneran, kita masih bisa berharap tentang kebaikan di tengah riuhnya dunia maya yang gaduh, penuh fitnah dan caci maki.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Selain jadi mahluk individualis yang maunya menang sendiri, sejatinya tiap manusia itu butuh teman, butuh kanca dalam hidupnya. Bahkan  Adam Smith, sang pakar ekonomi itu pernah berfatwa Homo Homini Socius yang konon intinya manusia itu adalah teman bagi sesamanya.

Karena zamannya sudah modern, maka konsep interaksi antar sesama pun ikut berubah. Kalau dulu manusia mesti harus janjian dulu buat ketemuan, atau lari ke wartel agar bisa telpon dan ngobrol sama yang nya, sekarang semuanya dimudahkan oleh yang namanya teknologi. Semua fasilitas untuk berinteraksi ada kumplit, asal punya gawai pintar saja.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mari lihat sekitar kita, masih adakah spesies manusia yang ndak punya akun di social media? Saya koq yakin lebih dari separo kenalan Anda punya akun socmed. Tapi nganu, tolong yang disurvei jangan simbah Anda yang sudah sepuh lho ya.

Nah, sekarang kita tengok sejenak socmed kita. Betapa riuhnya obrolan yang terjadi di sana. bahkan tekadang fasilitas komen saja bisa malih rupa jadi chat room. Itu semua yak arena pada dasarnya manusia itu butuh ngobrol biar ndak edan.

Tapi ramainya obrolan di dunia maya ini  berbanding terbalik dengan kasunyatan di dunia fana. Faktanya sih makin banyak orang yang secara badaniah dekat dan duduk bersama namun hanya sedikit yang saling bicara. Lebih banyak dari mereka yang lebih bahagia ngobrol dengan gawainya daripada dengan manusia beneran.

***

Sayangnya lagi, karena ngobrol di socmed tidak membutuhkan temu muka, maka akhirnya banyak yang akhirnya kebablasan. iya, jangan ngeres dulu. Kebablasan itu maksudnya tidak lagi memperhatikan etika dan unggah ungguh mengobrol. Semua seolah punya hak untuk berbincang meski itu fitnah, hasut dan caci maki.

Apalagi kalau topiknya nyerempet politik. Wadhuh sudahlah, saya rasanya koq pingin ngelempar manggis. Lha gimana ndak, obrolan politis itu yang memang sudah abot di kepala malah makin ruwet karena ditambahi pelintiran sana sini. Belum lagi cap lover-hater yang seolah nempel di jidat selamanya, jauh lebih awet dari stempel tiket masuk ke Dufan.

Imbas hater lover ini sangat luar biasa. Semuanya seolah ndak peduli lagi akan kebenaran, pokoknya apa yang aku sukai itulah yang benar, begitupun sebaliknya. Bahkan obrolan yang aslinya netral dan bernada guyon pun bisa disalahartikan dan diseret menjadi politis. Swedih lah rasanya.

Saya sih yakin, seandainya mereka -para hater dan lover- itu dipertemukan dalam satu ruangan, niscaya mereka akan saling berpelukan dan tertawa bersama.

***

Bahasa lisan dan tulisan itu meski sama, namun seringkali maksudnya berbeda. Ngobrol langsung sama ngobrol pakai media juga begitu. daripada ngamuk-ngamuk di medsos ndak jelas, mbok mereka itu pada ngobrol gayeng sama orang-orang di sebelahnya. Ngobrol beneran, bukan pakai gadget lho ya.

Saya jadi ingat kapan itu. Pas lagi makan di sebuah mall, saya lihat serombongan mas-mbak di meja seberang. Enam orang yang sepertinya lama tak bertemu  itu terlihat antusias sekali di menit menit pertama. Saling peluk, tertawa dan hahahihi bareng. Saya sih ikutan senang karena ingat teman-teman gank saya dulu.

Namun rupanya itu hanya intro belaka. Tak berapa lama kemudian, seperti yang sudah-sudah, belum juga makanan datang, mereka sudah menunduk semua dengan konsentrasi tercurah di gadget masing-masing, seolah tak ada siapa-siapa lagi di dekat mereka.

***

Tetapi akhirnya saya pun sadar kalau saya juga belum bisa jadi teman ngobrol yang baik. Terkadang saya juga tidak bisa seratus persen fokus kepada kawan bicara. Sesekali saya masih ndlewer intip-intip hape. Namun saya tetap berusaha sebisa mungkin menghargai orang yang sudah sudi mengajak ngobrol, mengajak jagongan. Jagongan yang ringan-ringan saja, bicara beneran sambil ditemani cemilan dan teh anget, karena saya ndak suka ngopi dan ndak bisa udud.

Semoga suatu nanti saya bisa ngobrol yang seutuhnya, bertemu, tatap muka tanpa diganggu dengan tang ting tung notifikasi. Berbagi cerita meski bukan yang ndakik-ndakik dalam suasana bahagia, guyub, akrab dan hidup.

Setidaknya dengan ngobrol beneran, kita masih bisa berharap tentang kebaikan di tengah riuhnya dunia maya yang gaduh, penuh fitnah dan caci maki.

 

 

Ikuti tulisan menarik indri permatasari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB