Lima Hal Mengerikan di Balik Tragedi Yuyun dan Feby
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBJangan bandingkan dengan kasus Angeline, bocah yang dibunuh oleh ibu angkatnya di Bali pertengahan tahun lalu.
Dalam sebulan, dua tragedi yang menyayat hati muncul di Republik yang ber-ketuhanan sekaligus ber-kemanusiaan ini. Yuyun, siswi Sekolah Menengah Pertama di Bengkulu, diperkosa ramai-ramai, lalu dibunuh pada 2 April lalu.
Empat pekan berselang, peristiwa memilukan mencuat lagi. Mahasiswi Universitas Gadjah Mada, Feby Kurnia Nuraisyah Siregar, dibunuh di toilet kampus ini oleh seorang petugas kebersihan, pada pagi, 28 April 2016. Pelaku kemudian membawa kabur sepeda motor dan telepon genggam Feby.
Jangan bandingkan dua kejadian itu dengan kasus Angeline, bocah yang dibunuh oleh ibu angkatnya di Bali pertengahan tahun lalu. Pembunuhan Angeline terlihat direncanakan, tapi dua kejadian terakhir amat situasional. Kasus Yuyun dan Feby sebetulnya bisa dihindari bila negara peduli terhadap kehidupan masyarakat yang semakin bringas, rapuh, dan tidak nyaman sekaligus aman.
Berikut ini lima hal yang mengerikan di balik tragedi Yuyun dan Feby yang seharusnya bisa diatasi, setidaknya diredam oleh pemerintah:
1.Pengaruh Alkohol
Pemerintah seharusnya mengontrol peredaran minumna keras, termasuk tuak. Terungkap pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Yuyun dipicu oleh minuman haram. Belasan pemuda terlebih dahulu menenggak tuak sebelum melancarkan perbuatan biadab. Pengakuan itu terkuak saat Menteri Khofifah mengunjungi dan bertemu langsung dengan para pelaku di Kepolisian Resor Rejang Lebong, Jumat, 6 Mei 2016 (Baca: Pemerkosa Yuyun Habiskan 4 Liter Tuak)
2. Video Porno
Mudahnya mengakses video porno lewat hand phone membuat remaja kita menjadi lebih cepat “dewasa”. Walaupun pemerintah telah memeranginya lewat program internet positif, tetap saja video syur mudah diakses. Inilah pekerjaan rumah bagi pemerintah. Para pelaku kasus Yuyun jelas mengaku suka menonton video porno melalui telepon seluler (Baca : Kami Mabuk dan Nonton Video Porno).
3. Kondisi Sosial-Ekonomi
Terungkap pula, sebagian besar pelaku pemerkosa dan pembunuh Yuyun merupakan remaja putus sekolah. Ini menjadi tantangan berat bagi pemerintah. Kasus Feby pun berlatar belakang sosial ekonomi. Pelaku tega membunuh mahasiswi ini demi sepeda motor dan telepon seluler korban. Barang-barang itu kemudian digadaikan demi mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya (Baca: Dipicu Susu buat Anak dan Setan Lewat).
4. Rasa Tidak Aman
Pemerintah belum bisa menjamin keamanan dan kenyamanan bagi warga negara. Ini berkaitan dengan kurang maksimalnya peran kepolisian dan lemahnya sistem keamanan bagi masyarakat. Ada juga masalah kurangnya jumlah personil kepolisian. Jangankan di desa yang sepi seperti lokasi kasus Yuyun, di kota-kota besar pun penduduk belum bisa menikmati rasa aman. Pemerintah seharusnya juga mendorong agar kantor-kantor termasuk kampus menerapkan pengamanan yang ketat, termasuk pengawasan internal terhadap petugas kebersihan.
5. Lemahnya Penegakan Hukum
Banyak kejahatan sadistis tidak diikuti dengan penegakan hukum yang tegas. Akibatnya efek jera dan jeri yang diharapkan dari penghukuman tidak muncul. Bahkan pelaku kasus Yuyun hanya dituntut hukuman 10 tahun penjara-- dua pertiga dari hukuman maksimal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Padahal sebagian pelaku jelas sudah dewasa, bukan kategori anak-anak lagi (Baca: Pemerkosa dan Pembunuh Yuyun Dituntut 10 Tahun Penjara).
Semua realitas itu amat mengerikan. Kejahatan sadistis ala kasus Yuyun dan Feby akan terus menghantui publik selama kondisi sosial ekonomi, dan hukum belum dibenahi. *
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
74 Tahun Merdeka: Peran TNI di Era Presiden Jokowi Kebablasan?
Senin, 12 Agustus 2019 12:49 WIBTiga Penyebab Ide Densus Antikorupsi Bikin Gaduh
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler