x

Iklan

anton septian

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Preseden Buruk Pembongkar Kejahatan

Kritik untuk hakim dan KPK.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

VONIS 4 tahun penjara untuk Rinelda Bandaso merupakan preseden buruk dalam pemberantasan korupsi. Asisten anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewie Yasin Limpo, itu adalah justice collaborator atau pihak yang bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam membongkar kejahatan.

Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menghukum Rinelda 4 tahun kurungan. Ia dinyatakan terbukti menjadi perantara suap untuk Dewie Yasin Limpo dari Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Deiyai, Papua, Irenius Adi, dan pengusaha Setyadi Jusuf. Sogokan sebesar Sin$ 177,7 ribu atau sekitar Rp 1,72 miliar untuk politikus Hanura itu merupakan pelicin proyek listrik tenaga mikro-hidro yang direncanakan dibangun di kabupaten tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Rinelda kooperatif. Dia tak menutup-tutupi kejahatan yang dilakukan bosnya dan, bahkan, bersedia menjadi justice collaborator. Untuk memastikan posisi Rinelda sebagai “kolaborator keadilan”, pemimpin KPK menerbitkan surat bernomor 1212/01/55/12/2015 tertanggal 15 Desember 2015.

Kesediaan bekerja sama dengan penegak hukum itu tidak memperoleh kompensasi yang layak. Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Rinelda dipidana 5 tahun bui dan denda Rp 200 juta. Hakim pun menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

KPK membedakan perlakuannya terhadap Patrice Rio Capella. Komisi antikorupsi menuntut politikus NasDem itu diterungku selama 2 tahun karena menerima Rp 200 juta, hadiah mengamankan kasus Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho di Kejaksaan Agung. Selanjutnya hakim memutuskan Rio dikerangkeng selama 1,5 tahun. Padahal Rio bukanlah pengungkap kejahatan seperti Rinelda.

Dalam perkara Rinelda, walaupun hakim menghukumnya lebih ringan daripada tuntutan, tetap saja vonis itu tidak adil. Dua penyuap Dewie, Iranius dan Setyadi, justru dituntut lebih rendah, yakni 3 tahun bui, dan kemudian divonis 2 tahun penjara. Hakim semestinya menghukum Rinelda lebih ringan.

Keringanan hukuman bagi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum termaktub dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011, yang merujuk pada konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hakim bisa menjatuhkan hukuman berupa pidana percobaan bersyarat khusus dan pidana paling ringan di antara terdakwa lainnya dalam kasus yang sama. Hakim bisa menengok kasus M. Yagari Bastara alias Garry, anak buah pengacara Otto Cornelis Kaligis, yang dihukum rendah sebagai imbalan membongkar kejahatan bosnya.

Bila Rinelda mengajukan banding, seyogianya hakim pengadilan tinggi mengurangi hukumannya. KPK pun tak perlu ngotot meminta hakim menghukum maksimal Rinelda. Tiadanya keringanan hukuman bagi justice collaborator bisa menjadi preseden buruk. Mereka yang terlibat kejahatan bakal semakin enggan membuka jalan bagi aparat hukum dalam membongkar kasus. Karena itu, vonis Rinelda sepatutnya dikoreksi. *

Tajuk Koran Tempo edisi Rabu, 11 Mei 2016

*llustrasi: gogosmarksintime.blogspot.com

 

Ikuti tulisan menarik anton septian lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler