x

Iklan

Misiyah kapal

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pendidikan Berkeadilan Gender

Pendidikan mestinya menjadi arena membangun kesadaran kritis untuk merespons masalah-masalah sosial, terutama masalah ketidakadilan sosial dan gender

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

PENDIDIKAN BERKEADILAN GENDER

Penelitian Ahmad Muthali’in dalam tesis tentang “Bias Gender dalam Pendidikan” yang diterbitkan tahun 2001 saat ini memiliki relevansi yang kuat Terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak merupakan pola-pola kekerasan yang disebabkan oleh cara pandang yang bias gender, yaitu cara pandang yang memposisikan perempuan tidak setara dan salah satu dampaknya menjadikan perempuan sebagai obyek seksual. Melakukan perubahan cara pandang sebagaimana inti dari agenda Revolusi Mental dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu strategi yang sangat penting dan strategis adalah melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal.

Nawacita telah meletakkan dasar tentang arah pendidikan dengan sangat jelas akan “menyelenggarakan pendidikan 12 th yang berkualitas dan tanpa biaya di seluruh Indonesia dan menerapkan nilai-nilai kesetaraan gender dan penghargaan terhadap keberagaman dan dalam pendidikan”. Bagaimana menerapkan nilai-nilai kesetaraan gender dan penghargaan terhadap keberagaman di Indonesia?  Pendidikan mestinya menjadi wadah utama untuk membangun kesadaran kritis terhadap masalah-masalah ketidakadilan sosial dan juga ketidakadilan gender. Konsep Pendidikan berkeadilan gender mestinya gencar dikembangkan karena merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan secara intensif dan massif untuk mengubah cara pandang tidak setara dan tidak adil yang berakar dari sistem budaya patriarki . Budaya patriarki sebagai sebuah sistem budaya yang tidak adil dengan cara mengagungkan laki-laki dan menempatkan perempuan sebagai makhluk nomer dua bahkan dianggap "liyan".

Salah satu wujud nyata dari budaya patriarki ini adalah melakukan kekerasan dan kejahatan dengan menyasar pada tubuh dan alat reproduksi perempuan. Tragedi perkosaan massal dalam peristiwa Mei 1998 yang mengorbankan banyak perempuan, laporan Komnas Perempuan mencatat sejumlah 168 laporan kekerasan seksual, data tahun 2015 kekerasan terhadap mencapai 321.752 kasus, sedangkan perdagangan perempuan merupakan angka tiga besar sedunia menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindunan anak, sementara perkawinan anak hampir mencapai separuh angka perkawinan tercatat (43%). Dalam pendidikan formal masalah ketimpangan terutama ketimpangan gender terjadi kesenjangan rata-rata lama sekolah yaitu 7,9 tahun untuk perempuan dan 8,6 tahun laki-laki. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin tinggi tingkat ketertinggalan perempuan. Di wilayah pedesaan laki-laki yang tidak  sekolah 5,3%  sedangkan perempuan 11,9% atau mencapai dua kali lipatnya.  Terkait dengan ketertinggalan perempuan dalam pendidikan, studi Bank Dunia pada 2015 tentang ketimpangan di Indonesia menyatakan bahwa anak dari keluarga miskin akan jatuh terpuruk kembali karena 71 persen dari mereka berpeluang tidak lulus SMA. Dalam data BPS tahun 2015, pekerja dengan latar belakang pendidikan SD tercatat sebanyak 54,6 juta orang atau 45,19 persen dari total pekerja. Adapun pekerja dengan pendidikan SMP tercatat sebanyak 21,5 juta atau 17,77 persen.

Ketimpangan dan kekerasan berbasis jenis kelamin (kekerasan berbasis gender) ini sudah mendesak untuk ditangani. Selama ini dunia pendidikan seakan terpisah dari problem-problem sosial terlebih-lebih problem ketidakadilan gender. Pendidikan sebagai pusat pembentukan karakter bangsa, mesti melakukan perbaikan sistem pendidikan sesuai dengan mandat Nawacita, bahwa pendidikan mesti mendasarkan pada nilai-nilai kesetaraan gender dan kebhinekaan. Mandat pendidikan dan prinsip non diskriminasi ini telah dijamin dalam UUD 45, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, UU RI no.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan,  Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia,  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yang telah diratifikasi melalui UU No 11 tahun 2005, dan komitmen internasional yang telah ditandatangani Indonesia seperti Education for All (pendidikan untuk semua), Confintea, Sustainability Develomment Goals (SDGs) dan lain-lain.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Strategi membangun pendidikan berkeadilan gender untuk upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dilakukan dengan:

  • Mengintegrasikan nilai-nilai kesetaraan gender dalam kurikulum pendidikan dan proses belajar mengajar dan berbagai elemen yang terkait dengan pendidikan
  • Menyediakan kurikulum yang menjadi bagian dari kurikulum bermuatan budi pekerti, yaitu kurikulum tentang Hak Asasi Manusia (HAM), Hak Asasi Perempuan dan Hak Anak
  • Secara khusus membangun kurikulum kesehatan reproduksi dan seksualitas dan kesetaraan gender baik secara terpisah maupun diintegrasikan dengan ilmu-ilmu biologi dan ilmu-ilmu sosial
  • Mewujudkan sekolah ramah anak menjadikan ruang-ruang UKS dan Bimbingan Konseling menjadi posko tanggap darurat kasus-kasus kekerasan seksual perempuan dan anak dengan mengintegrasikan nilai-nilai kesetaraan gender.
  • Mencegah praktek-praktek penanaman cara pandang konservatif dengan kedok keagamaan dan budaya tertentu yang mengakibatkan ketidakadilan gender
  • Pengayaan materi pengajaran kewarganegaraan dengan materi-materi penguatan nilai-nilai bhinneka tunggal ika (keberagamaan), kebangsaan dan solidaritas sosial
  • Menggunakan model-model pendidikan non formal menjadi pusat-pusat belajar masyarakat yang memuat modul-modul tentang Hak Asasi Manusia (HAM), Hak Asasi Perempuan dan Hak Anak, khususnya modul tentang Keadilan Gender dan Kesehatan reproduksi-seksualitas.
  • Memperkuat kelembagaan dalam institusi pendidikan dengan sebuah bidang yang khusus untuk pendidikan berkeadilan gender
  • Meninjau kembali UU Sistem Pendidikan Nasional dengan menggunakan perspektif keadilan gender dan kebhinekaan.

 Misiyah-Misi, Institut KAPAL Perempuan (Lingkaran Pendidikan Alternatif Perempuan), Jakarta

Ikuti tulisan menarik Misiyah kapal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB