x

Iklan

Iman Zanatul Haeri

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jokowi, Facebook dan Kegagalan Fundamentalisme Islam

Facebook sudah merubah wajah perpolitikan Indonesia. Peluang besar yang terbuka bagi kebebasan informasi menggagalkan Fundamentalisme Islam untuk berkuasa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Orde Baru sebagai cara berfikir, rupanya belum usai hingga kini. Peristiwa baru-baru ini seperti pembubaran dan pelarangan acara Belok Kiri Fest, Pemutaran Film Balibo (pelanggaran HAM di Timor Leste), atau peristiwa lainnya yang masih menunjukan ketakutan berlebihan terhadap kekuatan kiri, terutama komunis pobhia. Disisi lain, kejatuhan rezim Orde baru membuka peluang bagi kekuatan-kekuatan politik lain yang selama ini “merangkak”, mulai menampakan wajahnya setelah dimulainya era Reformasi.

Fusi politik yang dicanangkan pemeritahan Soeharto pada tahun 1973 Mulai hancur dengan diselenggarakannya Pemilu Legislatif untuk periode 1999-2004. Menyebabkan 19 partai lolos ke kursi Legislatif DPRD (Kabupaten dan Provinsi) dan DPR (Republik Indonesia). Hal ini berakibat pada pemisahan beragam kekuatan Politik Islam dari Fusi Partai Islam yang bernama Partai Persatuan Pembangunan (PPP)--yang masih memegang 58 kursi. Lalu, munculah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai wakil Nahdatul Ulama 51 kursi, Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai wakil kelompok Muhammadiyah 34 kursi, Partai Bulan Bintang (PBB) yang mengaku sebagai penerus Masyumi 13 kursi, Partai Keadilan (PK) yang dianggap kekuatan baru jaringan Ikhawanul Muslimin di Indonesia 7 kursi.

Kekuatan politik PPP dianggap semu karena dikendalikan oleh Orde baru, oleh sebab itu beberapa partai Islam yang keluar dari PPP memilih coraknya tersendiri. Dilihat dari gerakan militannya, PK yang selanjutnya berubah menjadi PKS (Partai Keadilan Sejahtera) dianggap sebagai Gerakan Politik Trans-Nasional, yang ingin menerapkan konsep “Negara Islam” secara parlementer. Kelompok yang memperjuangkan system Negara Islam ini, mendorong Piagam Jakarta menjadi polemik, mengangkat isu Khilafah, dan Perda Syariah.         

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perda-Perda Syariah

Undang-Undang Otonomi Daerah no 22 Tahun 1999 menjadi pintu pembuka bagi munculnya Perda Syariah. Provinsi Aceh merupakan wilayah pertama yang menerapkan Perda Syariah, tentu saja hal ini disebabkan oleh status Daerah Istimewa (D.I) Aceh melalui Undang-Undang no 11 tahun 2006. Ditahun yang sama, lebih dari 22 kota/kabupaten diseluruh Indonesia menerapkan Perda Syariah seperti Gorontalo, Sulawesi Selatan, Pamekasan, Kepulauan Riau, Indramayu, Tasikmalaya, Cianjur dan lainnya.[1] 

Pada tahun 2013 Hamdan Zoelva Mantan Ketua MK atau Mantan Ketua Umum PBB memberikan argument yang cukup mendukung keberadaan Perda Syariat Islam.[2] Ia menyatakan bahwa Perda Syariah merupakan reingkarnasi dari hukum yang berlaku para era kerajaan-kerajaan Islam abad ke 16-17 di Nusantara seperti Kesultanan Aceh, Banten, Makasar, Malaka, Gowa-Tallo dan lainnya. Tentu saja, pada akhirnya argumen tersebut selalu memulai kembali titik temunya pada polemik Piagam Jakarta, yang biasa muncul untuk membatalkan Pancasila secara historis. Ciri lainnya adalah, Perda Syariah Islam tidak hanya berupaya melindungi ummat Islam dalam menjalankan “syariat” sebagai muslim, namun menunjukan bahwa syariat Islam hanya ditunjukan bagi pemeluk Islam yang ada di Indonesia sambil menafikan keberadaan pemeluk lain yang juga hidup di bumi Indonesia. Hamdan Zoelva mengutip beberapa Negara-Negara yang memasukan kaidah agama kedalam “hukum Negara” seperti Myanmar dan India. Hal ini tentunya sebuah kesalahan besar. Sebab kedua Negara tersebut akhirnya melakukan pelanggaran HAM terhadap agama minoritas dinegaranya.[3] Sayangnya, agama Minoritas dikedua Negara tersebut yang dilanggar HAMnya adalah muslim.

Langkah kemunduran tersebut sudah dicurigai oleh beberapa kekuatan politik moderat Islam Indonesia seperti Nahdatul Ulama. Pada tahun 2006 KH Hazim Muzadi sebagai mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama dengan nada prihatin menyebutkan bahwa Perda-Perda Syariah disejumlah daerah di Indonesia hanya merupakan upaya“simbolistik” yang dilakukan para anggota DPRD.[4] Lily Zakiya Munir aktivis perempuan NU bahkan menambahkan persoalan dari Perda Syariah. Menurutnya, Perda tersebut cenderung “abu-abu”. Sebagai contoh, ia menyebutkan bahwa terdapat beberapa redaksi Perda yang menyebutkan kata “mencurigakan” pada Perda Syariah dikota Tanggerang.[5] Begawan dari Makasar yang pernah menjadi wakil Presiden dua kali, Jusuf Kalla, bahkan memandang bahwa Perda Syariah merendahkan Islam. Artinya, kemunculan Perda tersebut menunjukan bahwa selama ini ummat muslim di Indonesia tidak menjalankan syariat-syariat Islam selama hidupnya sampai Perda-Perda Syariah mulai muncul.

Namun pengakuan bahwa Perda Syariah merupakan perjuangan partai Islam semata, pernah ditolak oleh Michael Buehler dalam artikelnya di liputan Khusus majalah Tempo edisi 4 September 2011 “Perda Syariah Untuk Apa”. Ia menyatakan bahwa sesungguhnya Perda-Perda Syariah juga produk Partai sekuler. Sebab dimana Perda tersebut diterapkan, nyatanya dominasi Partai Sekuler di daerah tersebut masih merupakan pemilik kursi terbanyak.[6] Berarti, kembali kepada pernyataan KH Hazim Muzadi, bahwa Partai sekuler yang mendukung Perda-Perda Syariah, menjadikan Islam hanya untuk menarik perhatian publik, sebagai pencitraan politik anggota legislatif. Sebab pemeluk agama Islam di berbagai daerah di Indonesia masih merupakan pemilih mayoritas. Diluar itu, Islam bukan lagi hanya agama, namun juga telah menjadi sebuah proses gerakan global juga nasional, yakni proses Islamisasi.

 

 Islamisasi

Kajian Ariel Heryanto mengenai Islamisasi di Indonesia cukup menggambarkan bagaimana sub-identitas Islam yang menyerap dari berbagai kebudayaan menjadi daya tarik Islamisasi. Kajian Cultural Studies ini menggambarkan bagaimana budaya layar masyarakat Indonesia membayangkan ketaatan[7] dalam bentuk identitas-identitas yang sama sekali bisa dipertanyakan ke-Islam-annya. Gambaran ini sedikitnya terlihat dalam prestasi yang dicapai film Catatan si Boy (1987) hingga kemunculan film Ayat-ayat Cinta (2008).[8] Film Ayat-ayat cinta bahkan mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai film dengan penjualan tiket terlaris. Ada beragam alasan mengapa proses Islamisasi sedang terjadi di Dunia Global. Pertama bahwa pemeluk agama Islam mengalami kenaikan dan kini cukup diperhitungkan, terutama di Benua Eropa. Kedua, Barat (Eropa dan AS-Canada) sudah mulai membuka diri pada wacana Islam, untuk menghapus streotipe terhadapnya, yang selama ini membuat pemahaman Barat tentang Islam tidak utuh.[9] Ketiga, tidak ada lagi hal yang bisa ditutup-tutupi di era teknologi informasi, terkecuali bahwa surplus kata membuat penafsiran atas informasi makin berlipat dan sulit lagi.

Pihak yang diuntungkan dari jatuhnya Orde Baru dan gerakan Islamisasi tentu adalah Partai Islam yang lahir di era Reformasi. Selain PAN, PKB, PBB, Partai yang menuai keuntungan besar adalah PKS. Sejak didirikan pasca jatuhnya Soeharto tahun 1999, PKS mengalami peningkatan signifikan. Kursi legislative tahun 1999 yakni 7 kursi, tahun 2004 menjadi 45 kursi dan ditahun 2009 menjadi 57 kursi. Bahkan diera Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono jilid II 2009-2014, Kementrian Komunikasi dan Informatika dipegang oleh Tifanul Sembiring dari PKS. Tentu saja, sebelum akhirnya Ketua Umum PKS Lutfi Hasan Ishaq menjadi tersangka korupsi setelah ditangkap KPK pada tahun 2013.

   Secara politik, keterangan diatas adalah gerakan Parlementer yang dilakukan Partai Islam, terutama Partai Islam yang mendapatkan keuntungan besar seperti PKS. Pada tataran grassroot, PKS melakukan ilfiltrasi terhadap kehidupan masyarakat, terutama menyerap kekuatan politik Islam moderat, seperti Nahdathul Ulama dan Muhammadiyah sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia. Menganggap bahwa hal tersebut berbahaya, maka penerbitan buku “Ilusi Negara Islam” menjadi penjelas paling nyata, untuk menunjukan adanya Gerakan Islam Trans-Nasional.

 Buku tersebut terbit atas kerjasama antara Abdurahman Wahid (Editor buku tersebut) Pendiri PKB dan mantan PBNU dengan Ahmad Syafii Maarif Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhamaddiyah. Dua kekuatan moderat Islam ini merespon Islamisasi yang terjadi di Indonesia, yang tidak hanya melahirkan budaya pop islam, namun juga meradikalisasi umat Islam di Indonesia. Bahkan Muhamadiyah mengeluarkan Surat Keputusan Pimpinan Pusat (SKPP) Muhammadiyah No.149/KEP/I.0/B/2006, untuk membersihkan Muhammadiyah dari Partai Keadilan Sejahtera. Berbagai penelitian dihimpun dalam buku tersebut untuk menunjukan infiltrasi PKS terhadap pengajian-pengajian, masjid-mesjid, mushola kampus-kampus dan lainnya.[10]

PKS hanya salahsatu sayap gerakan Islam Trans-Nasional secara parlementer. Diluar itu, wacana dan gerakan Negara Islam sebagai wakil dari politik Islam Trans-Nasional dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). PKS dan HTI dianggap sebagai agen-agen radikalisasi Islam di Indonesia. Melalui alat pencari di website resmi HTI hizbut-tahrir.or.id, bila diketik nama Khilafah, maka akan muncul 5240 page yang membahas tentang khilafah. Bila lebih diperhatikan lebih seksama, maka semua tulisan tersebut memberi harapan bahkan nilai positif pada wacana khilafah.

Ormas Islam lain yang selalu melakukan gerakan-gerakan popular, mungkin juga bintang pemberitaan untuk setiap aksi-aksi kekerasan, sweeping minuman keras dan prostitusi, membubarkan berbagai hal yang dianggap tidak Islam, bahkan seringkali menolak kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Cjahaya Purnama--yang dikenal dengan nama Ahok—hanya karena Ahok bukanlah seorang muslim. Ormas tersebut dikenal dengan nama Front Pembela Islam. Berita terakhir, FPI baru saja menolak pembangunan Gereja di wilayah Bekasi. Bahkan ditataran Kampus, PKS memiliki sayap kanan bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

Keadaan tersebut, tentu saja membuat proses radikalisasi Islam sebagai gerakan Trans-Nasional semakin meningkat. Kesamaan yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa kesemua organisasi gerakan parlementer maupun ekstra-parlementer yang dilakukan PKS, HTI, FPI,  turunannya seperti KAMMI dan forum-forum pengajian lainnya memiliki ciri-ciri ideologi yang jelas. Situasi global, terutama dunia Arab, merupakan sumber Ideologi tersebut. PKS dan HTI tidak mampu menutupi dirinya sebagai kepanjangan tangan dari Ikhwanul Muslimin (Mesir) dan proyeksi gerakan Wahabi yang terlihat jelas dari gerakan-gerakan yang dilakukan FPI. Gerakan Islam Trans-Nasional bersama agen-agen garis keras tersebut lebih dikenal sebagai Infiltrasi Ideologi Wahabi-Ikhwanul Muslimin. Tentu saja, berbagai peningkatan suara parlemen PKS serta keberhasilan melakukan ilfiltrasi terhadap NU dan Muhammadiyah menjadi modal politik yang cukup menjanjikan, setelah Tifanul Sembiring menjadi Menteri KOMINFO, kursi presiden adalah tahap yang menjanjikan. Namun beberapa peristiwa ditahun 2013 dan 2014 menjadi hal yang sangat mengejutkan.

 

Facebook dan Jokowi

Pada tahun 2010, kantor berita lokal Surakarta (Solo) Solopos,[11] hingga kantor berita Nasional seperti Tempo, Kompas dan lainnya mulai dihebohkan dengan kemunculan mobil ESEMKA. Istilah ini muncul dari singkatan Sekolah Menengah Kejuruan yang disingkat SMK diucapkan dengan lidah Indonesia menjadi Esemka. Kemunculan mobil ESEMKA sangat menjadi perhatian publik, ketika tidak pernah ada industry otomotif (mobil) di Indonesia.

Sekolah kejuruan setingkat SMA mulai mencoba merakit dan membuat mobil sendiri. Tentu saja ini teguran keras bagi Industri dalam negeri dan lembaga pendidikan industry dan teknologi papan Atas Nasional sekelas Institut Teknik Bandung dan Universitas lainnya. Disisi lain, berita menghebohkan ini merupakan titik pertama Joko Widodo atau kemudian sering disebut Jokowi, yang saat itu menjabat sebagai Walikota Surakarta, muncul ke gelanggang politik Nasional. Sebab, tindakannya dalam merespon kreatifitas dan produktifitas siswa SMK Surakarta yang notabennya, jarang menjadi perhatian pejabat daerah pada umunya.   

Seperti isu-isu perda Syariah diberbagai daerah di Indonesia, tidak pernah terdengar ada Perda Syariah di Surakarta. Padahal, pada saat mencalonkan diri untuk yang kedua kalinya sebagai Walikota Solo periode 2010-2015, Joko Widodo didukung oleh koalisi partai yang cukup gemuk. Yakni PAN, Partai Demokrasi Indonesi (PDI), PKB, Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA) dan tidak lupa PKS.[12]

Dukungan PKS terhadap Jokowi tentunya bisa dilihat dalam kacamata yang positif. Sejak kemunculannya pada awal Reformasi, salahsatu indikator keberhasilan PKS adalah upaya kaderisasi partainya yang cukup rapi, militan, ketat,[13] dan mengkampanyekan politik bersih. Kampanye tersebut tentunya menjadikan PKS sebagai Partai Islam yang tidak terlibat terhadap sikap kooperatif Partai atau kelomppok Islam lainnya yang sudah hidup di era Orde Baru. Hal ini pun diterapkan dalam dukungan PKS terhadap para calon pejabat daerah dengan kriteria bersih dari korupsi, dan bisa dijadikan panutan masyarakat. Termasuk pilihannya untuk mendukung Jokowi di Solo 2010 silam. Namun itu dipermukaan. Disetiap kampanye politik--ketika hampir saja--kader PKS tidak pernah terbukti melakukan korupsi sebelum tragedy ditahun 2013. Ini akan dibahas nanti.

Nyatanya, praktik-praktik partai terdahulu yang sudah ada pada partai Islam maupun sekuler di Indonesia, berlaku juga untuk PKS. Isu tentang “Mahar Politik” bagi para calon pejabat yang ingin mendapatkan dukungan dari PKS hanya simbolisasi Syariat atas prilaku yang sama. Termasuk ketika Jokowi mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI 2012-2017, bukankah seharusnya, PKS bisa berkoalisi kembali dengan PDI-P seperti nostalgia di Solo 2010 silam?

Terdapat kecurigaan bahwa kemenangan Jokowi merupakan kemenangan PDI di Solo. Tentu saja, perhitungan yang masuk akal bahwa PKS melakukan pragmatism Partai dengan mendukung Jokowi sebagai perhitungan kemenangan. Apalagi persoalan mahar politik, sampai hari ini, tidak ada yang bisa membuktikan hal tersebut dilakukan Jokowi ketika menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI, maupun Pilpers 2014. Tentu saja, kontestansi politik ini menyadarkan PKS agar mendaulat kader sendiri untuk ikut dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2012.

Hidayat Nur Wahid yang notabennya adalah Pendiri PKS “kelas Nasional”, menjajal elekatibilitasnya pada wilayah politik yang lebih kecil yakni menjadi Gubernur Ibukota DKI Jakarta. Ikutnya Jokowi dalam Pilgub DKI, merupakan perhitungan atas peredaran namanya di berita-berita nasional maupun di Jakarta, yang sudah dipupuk sejak isu mobil Esemka tahun 2010. Namun, gaya kampanye Jokowi pada saat Pilgub DKI Jakarta menjadi kehebohan baru bagi para pemilih DKI Jakarta khususnya, terutama mereka yang aktif di media sosial.

Facebook

Diceritakan dalam film “The Social Network” (2010) bahwa Mark Zuckerber bisa membuat media sosial terbesar didunia dan tentu saja membuatnya menjadi Milyader termuda di Dunia. Mark Mendirikan Facebook pada usia 20 tahun. Hal ini disebabkan insiden kecil, ‘keisengan’ anak muda, Mark saat itu menciptakan Facebook untuk membuat Page atas seluruh perempuan dikampusnya untuk dikomentari dan diejek. Tidak bisa dipungkiri, bahwa Mark masih sangat mudah saat itu, dan memiliki semangat muda untuk membuat sebuah dunia baru dimana anak-anak remaja seusianya sangat mengenal internet.

Internet pada awalnya hanya menyediakan konten, sehingga users berperan pasif atasnya. Namun kemunculan media sosial hingga menimbulkan “social Networking sites” seperti Facebook merupakan era ideology Web 2.0. Kaplan dan Haenlein pada awalnya membagi dua era ideology yang berlaku di dunia internet.

Pada era ideology Web 1.0, blog dan Wikipedia menjadi primadona dan rujukan kegiatan informasi yang dibentuk satu pihak atau individu. Di era Ideologi Web 2.0 media sosial seperti facebook telah menjadi second life bagi para penggunanya. Istilah 2.0 pertama kali digunakan pada tahun 2004 untuk memberi gambaran sebuah jalan baru bagi pengembang software untuk tidak lagi membuat aplikasi yang hanya dibuat satu pihak dan individual saja. Namun mereka mengembangkan software yang bisa dimodikasi oleh siapa saja, semua orang berhak berbagi.[14] Puncak dari ideology Web 2.0 adalah keberadaan Facebook.

Dilansir oleh SosmedToday.com tahun 2013, Indonesia menjadi 5 Negara Pengguna Facebook terbesar didunia bersama India, Brazil, Amerika Serikat dan Mexico. Usia pengguna terbanyak ada pada angka 18-25 tahun.[15] Tentu saja, ini membuat popularitas seorang tokoh politik harus memiliki kekuatan yang cukup kuat di dunia virtual media sosial seperti Facebook. Facebook tidak hanya berisi profil seorang tokoh politik, namun berisi forum-forum serta beberapa fanspage yang membuat sebuah jaringan sosial didalamnya terdapat obrolan dan interaksi lainnya. Dikala facebook tengah menjadi second life bagi generasi muda Indonesia, situasi dari tahun 2004 hingga 2009 adalah meningkatnya ketidakpercayaan publik terhadap  pemerintahan serta kehilangan figure politik.

Sampai pada Pilpres 2004, kemenangan Susilo Bambang Yodhoyono belum representasi dari suara masyarakat maupun anak muda di Indonesia. Sebab angka Golongan Putih (Golput) semakin meningkat sejak tahun 1999. Istilah ini muncul pada tahun 1971 dipopulerkan Arif Budiman sebagai kritik terhadap pemeritahan Orde Baru. Golput artinya adalah sengaja tidak ikut pemilihan Umum. Pada Pilpres 2004 angka Golput atau sengaja tidak memilih adalah 23,34%[16] dan pada Pilpres 2009 angka Golput semakin tinggi, yakni 28,3%.[17]

Maka bisa dipastikan, pengguna facebook di Indonesia sudah mewarnai dunia obrolannya dengan beragam kekecewaaan dari keputusannya untuk tidak memilih atau menjadi bagian Golput. Sehingga sungguh diwajarkan bila terdapat proses pencarian sosok pemimpin, yang hampir dua periode Pilpres dinanti dengan setia untuk tidak memilih.

Bila kembali pada fenomena media sosial serta cepatnya arus informasi karena kemudahan-kemudahan yang didapat dari perkembangan teknologi Informasi seperti internet, terutama dilengkapi media sosial seperti Facebook, tentu saja kemunculan berita “Pejabat” yang memiliki ciri-ciri ideal masyarakat Indonesia, akan menjadi sorotan begitu cepat. Terutama bahwa beragam kantor berita sudah mengintegrasikan dirinya dengan Facebook menjadi semacam konten yang mudah diberikan ke sesama pengguna Facebook. Seperti Tempo.co, Kompas.com, Merdeka.com, Tribunnews.com dan lainnya. 

Kejutan pertama datang dari gaya kampanye. Jokowi memakai kemeja kotak-kotak untuk berkampanye menjadi Calon Gubernur Jakarta. Ini merupakan simbol yang sangat sederhana, namun tidak pernah dilakukan calon pejabat manapun di Indonesia. Kehadiran Jokowi menjadi angin segar sebab ia mewakili ketertarikan anak muda—salahsatunya Jokowi menyukai Band Metalica, terutama anak muda Jakarta, sebab kemeja kotak-kotak sangat erat dengan kehidupan anak muda.

Putaran pertama Pilgub DKI 2012 mengejutkan banyak pihak. Menyisakan dua kandidat. Jokowi-Ahok dan Fauzi Bowo – Nachrowi Ramli. Calon dari PKS, yakni Hidayat Nurwahid hanya mengantongi 11,72% terpaut jauh dengan Jokowi 42,60%. Akhirnya Jokowi memenangkan Pilgub 2012. Dibalik kemenangan Jokowi, terdapat beberapa tim kreatif yang terdiri dari anak muda yang inovatif. Terutama pemanfaatan mereka atas media sosial. Bahkan terdapat beberapa game yang dibuat untuk mendukung kampanya Jokowi-Ahok.

Melihat kekalahan tersebut, banyak yang terinspirasi untuk memakai cara baru tersebut, dengan pemanfaatan yang luarbiasa terhadap media sosial Facebook. Termasuk juga Black Campagne terhadap Jokowi. Banyak tuduhan tidak mendasar bahkan menyesatkan tentang Jokowi. Dimulai dengan Jokowi Non-Muslim, Jokowi seorang Cina, Komunis, Yahudi dan lain sebagainya. Namun, fitnah tersebut cukup terlambat, sebab Jokowi sudah masuk dalam ruang imajinasi pada pengguna media sosial Facebook. Cukup disayangkan, bahwa PKS menggunakan cara-cara kotor tersebut dan hampir bisa dipastikan dengan munculnya page PKSPiyungan, semacam kantor berita referensi untuk kalangan dan kader PKS, berisi tentang informasi tidak sehat tentang Jokowi. Tentu saja ini langkah yang sangat keliru.

Ketika Jokowi selalu menjadi sorotan media, setiap aktivitasnya selalu menjadi baham pembicaraan dimedia sosial. Terutama setelah menjabat menjadi Gubernur, ia melakukan banyak hal yang tidak pernah dilakukan Gubernur sebelumnya. Mengundang warga yang hendak digusur rumah dinasnya untuk makan malam, mengecek selokan ibukota, sering terjun langsung kelapangan. Lebih dikenal dengan istilah “Blusukan”. Popularitasnya semakin meroket, terutama bahwa kemunculan Jokowi memang dipersiapkan oleh sebuah kondisi dimana masyarakat Indonesia lelah Golput selama 2 periode (2004 dan 2009), tentu saja keberadaan figur baru seperti itu merupakan sosok yang sudah lama ditunggu. Hingga kemudian, kemenangan Jokowi pada Pilpres 2014, menjadi puncak kelahiran pertama Presiden Indonesia yang sangat terbantu oleh keberadaan Media Sosial seperti Facebook.

Facebook memiliki dua mata pisau. Jokowi memang diuntungkan oleh keberadaannya. Namun juga, difacebook mulai ramai beberapa pihak membuat fanspage-panspage berisi keterangan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan, yang tentu saja bermaksud untuk merusak citra Jokowi. Dalam beberapa kesempatan, Jokowi sempat mengeluarkan statemen penuh emosi ketika beberapa keterangan palsu/ fitnah menyasar pada keluarganya, terutama berita palsu tentang Ibunya. Sampai tahun 2015, upaya-upaya untuk mengdiskreditkan kerja-kerja pemerintah Jokowi tetap terjadi melalui berbagai kantor berita Garis keras, Fundamentalis Islam atau beberapa yang berafiliasi denga PKS, HTI, FPI dan lainnya. tidak terlepas keberadaan Jonru sebagai Fanpage yang tidak pernah lelah untuk menjelek-jelekan Jokowi dengan segala cara.

Fundamentalisme Islam sebagai Oposisi

Kemenangan Jokowi yang begitu bertubi-tubi dari Walikota, Gubernur hingga menjadi Presiden merupakan pukulan telak bagi kekuatan Fundamentalisme Islam yang tentu saja memiliki modal kepercayaan diri dari setiap peningkatan suara di Legislatif sejak tahun 1999. Peritiwa ditahun 2012 hingga 2014 adalah badai baru bagi kekuatan fundamentalisme Islam yang sedang membangun kekuatan politiknya.

Pertama, kemenangan Jokowi di tahun 2012 ketika Pilgub DKI serta keputusan membuat garis tegas pihak fundamentalisme Islam terhadap Jokowi merupakan keputusan yang fatal. Bila kembali pada strategi mendukung pejabat yang bersih dan inspiratif, maka penolakan terhadap Jokowi adalah penolakan terhadap ikut sertanya pemilih muda kelas menengah rasional. Kedua, kampanye hitam terhadap Jokowi menghilangkan simpatik masyarakat terhadap PKS dan fundamentalisme Islam yang mulai terkenal sering menyampaikan informasi keliru. Artinya ruang politik yang disediakan semakin sempit.

Ketiga, peristiwa heboh penangkapan Lutfi hasan Ishak (LHI) Ketua Umum PKS pada tahun 2013 atas Korupsi Daging Sapi yang mengejutkan itu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penangkapan disertai alat bukti seorang perempuan yang dijadikan gratifikasi seks. Hal ini berakibat dua hal sekaligus. Pertama runtuhnya rekor PKS yang menyatakan diri sebagai partai yang tidak pernah korupsi, kedua membuat ragu para pendukungnya bahwa PKS yang selama ini menjadi pusat moral Islam para kadernya, dihancurkan oleh peristiwa tidak bermoral; seks sebagai gratifikasi. Tentu saja, selama hal itu terjadi, popularitas Jokowi terus meningkat.

Keempat, peristiwa ini terjadi kala Pilpres 2014. Pernyataan Fahri Hamzah Komisi III DPR-RI dari Fraksi PKS tentang ‘Hari Santri” menyinggung kalangan NU. Ketika itu, Jokowi yang berkunjung ke beberapa Pesantren di Jawa Timur untuk berkampanye, menyatakan dukungannya atas saran sang Kyai Pesantren tersebut agar dibuat hari santri. Sontak Fahri Hamzah membuat pernyataan melalui akun Twitternya menyinggung Ormas Islam Moderat terbesar di dunia, Nahdatul Ulama, dengan menyatakan bahwa persetujuan Jokowi atas hari santri adalah Sinting atau Gila. Tentu saja, ini implikasi lain untuk NU semakin merapatkan barisannya menolak keberadaan Fundamentalisme Islam dalam bentuk apapun. Kelima, Jokowi mampu menyerap “suara mengambang”. Suara mengambang diartikan sebagai pemilih ragu atau juga pemilih yang pernah mengambil sikap Golput yang terserap mendukung Jokowi.

Sejak Jokowi menjadi Presiden dan akhirnya menepati janji dengan menetapkan Hari Santri ditahun 2015, ini adalah hari-hari yang sulit bagi kekuatan fundamentalis Islam untuk tetap menjadi oposisi selama 5 tahun mendatang. Selama hal itu terjadi, gerakan-gerakan untuk menghancurkan citra Jokowi yang sudah menjadi orang nomor satu di Indonesia tetap dilakukan secara massif dalam forum-forum terbatas. Di Facebook, Jonru menjadi bintang baru, pelabuhan terakhir bagi para pendukung Fundamentalisme Islam mengungkapkan dan menyebarkan ketidaksenangannya terhadap pemeritahan Jokowi. Situasi menjadi tambah runyam ketika isu-isu miring tersebut berubah menjadi hinaan yang tidak patut dilakukan.

 

UU ITE

Pada tanggal 5 September 2005 secara resmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyo atau lebih dikenal dengan nama SBY menyampaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) kepada DPR melalui surat No. R/70/Pres/9/2005. Tanggal 25 Maret 2008, 10 Fraksi menyetujuinya. Selanjutnya, SBY menandatangani naskah UU ITE menjadi Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi Elektronik.

Disisi lain, Pasal Penghinaan Presiden sudah muncul lebih jauh lagi. Tahun 1946 sudah terdapat pasal penghinaan Presiden di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni pasal 134, 136bis, dan 137. Hukuman pidana sampai 6 tahun penjara. Pada tahun 2006 pasal penghinaan Presiden dibatalkan Mahkaman Konstitusi (MK) karena; (1) bertentangan dengan UUD 1945, (2) Presiden sama dan setara, (3) pasal rentan disalahgunakan.

Pengesahan UU ITE dianggap celah baru untuk menggunakan pasal karet yang bisa dipakai untuk penghina Presiden. Yaitu pasal 27 ayat 3. Yang berbunyi:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”

Nyatanya, pasal ini seringkali digunakan berbagai pihak untuk menuntut lawan bicaranya ke pengadilan hanya karena “merasa dicemarkan nama baiknya”. Fenomena ini sempat memakan banyak korban. Beberapa peristiwa fenomenal adalah tuntutan pihak Rumah sakit Omni Internasional kepada pasiennya Prita Mulyasari pada tahun 2010. Kejadian ini dikenal dengan “Koin untuk Prita”. Kejadian ini bermula dari surat pembaca Prita yang menanyakan pelayanan rumah sakit tersebut disebuah Koran nasional. Pihak RS Omni Internasional langsung melaporkan ke polisi atas pasal pencemaran nama baik.[18] Ditahun 2015, Fatin Hamama melaporkan Saut Situmorang atas komentar “Bajingan” di dinding Facebook yang ditunjukan untuknya (Fatim Hamama). Hal ini karena polemik atas terbitnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia yang sarat monopoli beberapa pihak untuk memaksakan kehendak seorang yang bukan sastrawan berada diantara 33 tokoh tersebut.[19] Diluar itu, pasal Penghinaan Presiden mulai hidup kembali secara tidak langsung dengan menumpang pada pasal karet tersebut.

 

Muhammad Arsyad Assegaf

Pada Fanpage Facebook atau FB yang dibuat sejak tahun 2014 ini, Muhammad Arsyad Assegaf memposting gambar editing pertamanya. Yakni gambar Jokowi sedang beradegan seksual dengan Megawati[20]. Ini gambar editing yang membuatnya popular setelah gambar tersebut sampai pada seorang politisi PDIP henry Yosdiningrat. Ia melaporkan Arsyad, sehingga pada Kamis pagi 23 Oktober 2014 Arsyad ditangkap dirumahnya. Untuk menghinaan Presiden, terjadi juga di Media Sosial Twitter. Akun bernama @ypaonganan dengan nama asli Yulianus Paonganan melakukan penghinaan dengan mengunggah foto Jokowi duduk bersama Nikita Mirzani artis cantik yang selalu lekat dengan skandal seksual. Pada gambar tersebut diberi Hastag #PapaMintaPaha yang memiliki konotasi bahwa Jokowi memiliki ketertarikan seksual secara vulgar terhadap artis cantik tersebut.

Pesoalan ini memang mengundang banyak pihak untuk berkomentar, terutama pihak yang berada dikubu berlawanan. Terlebih adalah Fadli Zon (Pendiri serta Ketua Badan Komunikasi Parta Gerindra pendukung Capres Prabowo) dan yusril Izra Mahendra yang muncul dipermukaan pemberitaan publik dengan menumpangi isu tersebut. Fadli Zon secara cepat mengunjungi Arsyad dan memberikan bantuan hukum untuknya. Ia membandingkan dengan beragam penghinaan terhadap lawan Pilpres Jokowi kala itu yang didukung Partai Gerindra, serta Pendiri Partai tersebut, Prabowo Subianto. Banyak yang mengira bahwa ini adalah beberapa langkah oposisional. Sebab, bila mengulang lagi proses Pilpres kala itu, Prabowo memboyong kekuatan Islam Fundamentalis dikubunya. Betul, PKS mendukung Prabowo.

Pada awalnya, suara NU sempat terbelah dua, mengingat bahwa Prabowo maupun Jokowi memiliki jaringan yang cukup luas dikalangan NU. Namun, peristiwa Hari santri seperti telah dijelaskan diatas menjadikan bergesernya suara NU ke Jokowi, hal ini pernah disampaikan Eva Kusuma Sundari di Republika.[21] Mengenai kasus #PpaMintaPaha, Yusril bahkan menjadi Kuasa Hukum Yulianus Paonganan. Namun, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia ini menyatakan beberapa kelemahan dari penggunaan UU ITE dalam menangani pasal penghinaan Presiden. Salahsatunya, bahwa Presiden harus dihadirkan sebagai saksi. Persoalan ini menjadi kendala baru, bahwa berarti Presiden Jokowi harus berprilaku seperti masyarakat umumnya, melapor, hadir persidangan sebagai saksi atau korban untuk setiap pelaporannya. Ini tentu akan menghambat kerja-kerja pemerintahan.

Guna menyelesaikan persoalan tersebut. Munculah Surat edaran Kepolisian Negara Republik Indonesia (KAPOLRI) No: SE/06/X2015 Tentang Penanganan Ujaran kebencian (Hate Speech). Surat Edaran ini memiliki tiga Poin utama. Pertama rujukan yang terdiri dari KUHP, 7 Undang-Undang dan dua peraturan Kepala KAPOLRI. Kedua, kebutuhan mengapa Hate Speech harus diselenggarakan terkait dengan beragam isu yang bisa berpotensi mengganggu kestabilan masyarakat. Ketiga adalah langkah agar “Setiap Anggota Polri” melakukan tindakan 3.a Preventif hingga 3.b Tindakan lanjutan setelah Preventif. Surat Edaran ini tentu saja membantu setiap Pasal Penghinaan terhadap Presiden bisa diusut tanpa menyertakan Presiden untuk mengikuti proses persidangan seperti warga sipil lainnya di Indonesia. Namun, Hate Speech memiliki sejarahnya sendiri.  

Haterrs

Kemunculan media sosial, bukan hanya mempertemukan jarring sosial yang lebih erat antar sesame users. Ketertarikan users terhadap user lain ditentukan banyak hal, terutama apabila user yang bersangkutan adalah seorang idola, bintang tv atau figure dalam media sosial. Media sosial kadang memunculkan figurnya sendiri diluar kontestasi dunia nyata.  Namun tidak dapat dipungkiri bahwa, setiap figure dalam media sosial memiliki musuh-musuhnya yang disebut Haters.

Hater dalam Oxforddictionaires.com berasal dari kata benda (Noun), yang kemudian menjadi kata ganti (Pronoun) ketika menjadi kata haters untuk seseorang yang sangat tidak menyukai seseorang atau sesuatu barang.[22] Perkembangan Haters semakin umum dipakai untuk kelompok yang tidak menyukai sosok dimedia sosial. Pada umumnya, orang-orang terkenal seperti Barack Obama (Presiden USA), Christiano Ronaldo (Football Player), Rihana (Singer) hingga Justin Bieber (Singer) hingga Mario Teguh (Motivator) di Indonesia memiliki beberapa pengikut media sosial yang selalu berupaya untuk mengkritik setiap aktifitas figure public tersebut. Pada umumnya, menjadi istilah haters sebab beberapa user tersebut melemparkan kecaman-kecaman yang bernada penghinaan hingga penuh kebencian. Tidak terkecuali Jokowi.

Arsyad yang hampir mendekam dipenjara atas perbuatannya mengupload dan mengedit foto palsu tentang Jokowi, merupakan salahsatu anggota Grup Facebook haters Jokowi. Grup-grup ini sesungguhnya terdiri dari beragam kekuatan politik musuh-musuh politik Jokowi dimasa silam, kini, maupun yang menilai bahwa Jokowi cukup berbahaya dimasa depan. Selain fundamentalisme Islam, beberapa diantaranya adalah barisan sakit hati yang merasakan kekalahan politik dari Jokowi seperti kubu pendukung Foke (Fauzi Bowo) yang kalah di Pilgub DKI 2012 lalu, dan tentu saja kelompok Pendukung Prabowo Subianto yang kalah di Pilpres 2014. Ditataran elit, kekuatan haters dibentuk dan selalu dirawat untuk kemudian membangun pembalasan politik dikemudian hari. Namun tetap saja, korban selalu berada dilapisan masyarakat bawah. Terutama, adalah tragedy yang dialami Arsyad. Meskipun selalu dianggap sebagai penebar informasi palsu, pria bernama asli Jon Riah Ukur yanglebih dikenal dengan nama Jonru, tidak pernah terkait persoalan hukum. Ia adalah seorang Narablog, penulis dan pernah menjadi juara Internet Sehat Blog Awards 2009.

Jonru memang fenomenal untuk tema Haters. Postingan Facebooknya sangat diminati beberapa orang, tentu saja dengan logikanya sendiri. kepopuleran Jonru membuatnya menjadi Fanpage tersendiri. Fanpage Jonru disukai dan diikuti sampai 861,481 users facebook. Isi dari postingan Jonru berisi tentang informasi yang sama namun melalui penjelasan berbeda.[23] Isu mengenai keterlibatannya maupun hubungannya dengan PKS sudah dicurigai banyak orang namun sering ditolak oleh dirinya sendiri. Namun, postingan-postingan Jonru tentang betapa “terdzolimi” Islam hingga beragam kritiknya terhadap pemerintah secara buta, adalah bukti nyata ikatannya terhadap Fundamentalisme Islam.

Tentu saja gerakan Fundamentalisme Islam merapat pada setiap argument Jonru. Popularitas Jonru membuatnya kini mendapatkan dukungan Fundamentalism Islam maupun dari para Haters Jokowi. Menarik bahwa sebuah media Artikel yang memuat opini “gaya baru” memakai gaya sehari-hari seperti Mojok.co, menjadikan Jonru sebagai sosok untuk Joke dan Buly. Diluar itu, sebagai narablog, tentu saja dari sekian pergulatannya menjadi corong politik tertentu, popularitas yang dimilikinya, adalah keuntungan terbesarnya, untuk menjadi pembicara disetiap acara yang ia namakan “Jadi Kaya Dari Facebook”.[24]

Jonru merupakan mutasi dari bagaimana cara Fundamentalisme Islam yang merupakan bagian dari Ideologi Ikhwanul Muslimin, Wahabi dan Islam garis Keras menghadapi keterbukaan informasi dan media sosial seperti Facebook. Perlu diketahui, pembelaan terhadap Perda-Perda Syariat yang dilakukan oleh Hamdan Zoelva memiliki hubungan dengan latarbelakang politiknya. Ia memiliki hubungan dekat dengan Yusril Izra Mahendra, bahkan pernah menjadi Ketua Umum Partai yang didirikan Yusril, yakni Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) periode 2005-2010. Maka kemudian tidak sulit untuk menduga bahwa keberadan Yusril Izra Mahendra yang mencoba berhadap-hadapan dengan Jokowi, sebab sentimen “Islam” yang menjalar dalam pertanyaan yang cukup sering menjadi polemik “mengapa Partai Islam tidak pernah menang dalam gelanggang politik di Indonesia, padahal mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim?” tentu saja, pertanyaan itu hanya menafikan keberadaan NU sebagai Organisasi masa Islam terbesar di Indonesia bahkan di Dunia yang tetap setia dengan keberagaman di Indonesia dan tidak pernah menunjukan indikasi ke arah Negara Islam. Namun, seringkali kampanye hitam bahwa NU tidak lebih Islam daripada partai yang menunjukan Indikasi kearah Negara Islam, membuat NU nampak kurang  representasi Islam “sesungguhnya”. Klaim partai lebih Islami ini kemudian diambil oleh Partai-Partai islam berhaluan keras tersebut.

Kemenangan yang sudah didepan mata, yang disusun oleh pendukung Negara Islam, juga Fundamentalisme Islam yang didalamnya terdapat Ikhwanul Muslimin, Wahabi dan beberapa Ideologi garis keras yang berafiliasi dengan Al-Qaeda hingga Islamic State Irak-Suriah (ISIS) harus runtuh dengan beberapa pukulan kejutan atas kemenangan Jokowi sebagai representasi kalangan Nasionalis. Seringkali dilupakan bahwa Nasionalisme Indonesia dibangun oleh fondasi perjuangan Islam. Tentu saja, mereka yang menganggap kesepakatan dalam Pancasila sebagai dasar Negara perlu dirubah dan diganti—mereka itu--merupakan pihak-pihak yang tidak sedikitpun mewariskan semangat perjuangan kala itu. Gejala untuk mempertanyakan kembali Pancasila oleh berbagai kekuatan Fundamentalisme Islam, tidak bisa dilepaskan dari agenda global tentang persaingain geopolitik di Timur Tengah. Namun, situasi global yang tidak mampu ditolak adalah Facebook.

Sudah berapa lama demokrasi tidak dapat dilaksanakan di Libya, Irak, Mesir, Tunissia dan Negara Jazirah Arab lainnya? meski yang dimaksud sekedar demokrasi procedural, dan kadang hanya membuat keadaan lebih buruk atas intervensi barat yang kelewat berlebih dikawasan tersebut. Namun pertanyaannya sama, mengapa Mesir harus menunggu terlalu lama untuk sebuah Revolusi? Atau Arab Spring di Negara-Negara Arab lainnya? Sebab Facebook sebagai kenyataan global,[25] adalah hal yang tidak mampu ditolak oleh belahan bumi manapun—terkecuali beberapa tempat yang masih menerapkan isolasi yang ketat terhadap Negaranya seperti Korea Utara.

Di Indonesia, Facebook tengah merubah kehidupan masyarakatnya. Merubah cara Pemilu tradisional. Merubah strategi politik untuk menyertakan pencitraan sebagai ongkos baru dalam persaingan kekuasaan. Distribusi kekuasaan dan pasar isu kini menciptakan persaingannya sendiri. pembuat iklan, pembuat isu, melempar isu dan menutup isu, pemberitaan terhangat hingga bentuk solidaritas-solidaritas virtual membenarkan apa yang dikatakan Kaplan, bahwa Media sosial “menyatukan kita”. Sangat mudah untuk menemukan sebuah informasi keliru disampaikan ke Media Sosial Facebook. Namun, beberapa saat kemudian, akan muncul beberapa klarifikasi yang bisa didapatkan dihari yang sama.

Keterbukaan ini sangat menjadi perhatian Jokowi, bukan dalam pernyataan publiknya, namun dari setiap tindakannya sebagai Gubernur Jakarta maupun Presiden Indonesia. Polemik hadirnya Gojek dan Grabtaxi[26] yang dilarang melalui Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 oleh Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan, sebab bertentangan dengan Undang-Undang No 22 tahun 2009 serta Peraturan pemerintah No. 74 tahun 2014.[27] Setelah Jokowi memberikan tanggapan Publik atas hal ini, Menteri Perhubungan tersebut langsung mencabut larangannya. Jokowi membuktikan diera keterbukaan seperti ini, masalah komunikasi seharusnya selesai. Keterbukaan dan keberpihakan Jokowi kepada perkembangan teknologi tentu menjadi pertanyaan mengapa Jokowi belum menjamin sepenuhnya kebebasan berpendapat yang berujung--- ujaran kebencian?

UU ITE kabarnya sedang diupayakan untuk direvisi pada tahun 2015 silam. Keterlambatan Legislatif dalam membuat Undang-Undang merupakan hal yang biasa terjadi di Indonesia. Revisi ini merupakan refleksi atas beberapa kasus bahwa banyak user media sosial dan masyarakat cyber dijebloskan kepenjara oleh pasal 27 ayat 3 yang dikenal sebagai pasal karet ini. Namun, Surat Edaran KAPOLRI tentang Hate Speech merupakan polemik tersendiri yang menyatu dengan tindakan-tindakan Densus 88 yang dianggap melanggat HAM dalam proses penangkapan-penangkatan terduga teroris. Hal ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemeritahan Jokowi.

Disisi lain, Fundamentalisme Islam tidak pernah mengakui bahwa kebebasan dan ruang hidup yang mereka dapatkan dalam menyebarkan ideologinya, berhutang besar pada Media sosial yang diciptakan oleh Individu atau Negara yang biasa mereka sebut sebagai bangsa terkutuk (yahudi) dan Negara Kafir (USA). Ketika pemerintahan Jokowi masih mencoba menggunakan kekuatan Global seperti Media Sosial Facebook untuk membangun ekonomi, kebudayaan dan Pariwisata Indonesia, upaya-upaya untuk melaksanakan itu terukir dalam beberapa peristiwa bersejarah.

Setelah kemenangan Jokowi menjadi Presiden tahun 2014, Mark Zuckerberg mengunjungi Indonesia—Mark berfoto Sunrise di Chandi Borobudur dan Jokowi mengajak Mark Blusukan ke Pasar Tanah Abang (Pusat Garmen Terbesar si Asia Tenggara). Ketika Jokowi berkunjung ke markas Facebook, Silicon Valey San Fransisco bulan Februari 2016, ia disambut oleh Mark sendiri.[28] Pertemuan ini dinyatakan resmi sebagai dukungan agar facebook bisa membantu Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Pelaku Ekonomi digital yang merupakan bagian dari Ideologi Web 2.0, berharap pertemuan ini, dapat membatalkan pertentangan ideology sempit yang selama ini memisahkan dunia.

Sementara itu, dari pertemuan ini, satuan kecil dari UMKM yang hendak didorong Jokowi agar Enterpeurnership di bidang ekonomi digital mampu mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia, nyatanya Jonru melalui agenda Fundamentalisme Islam adalah orang yang merasakan manfaat pertemuan tersebut—disadari atau tidak. Membangun opini publik bahwa pertemuan tersebut tidak pantas (jokowi dan Mark) sebagai isu politik media sosial yang mendapatkan pangsa pasarnya sendiri,--obat rasa sakit bagi Fundamentalisme Islam--yang diciptakan Jonru untuk seminarnya yang bejudul “Jadi Kaya Dari Facebook”. Jokowi maupun Mark merupakan orang-orang yang menatap masa depan, dan ironisnya, orang yang pertama kali diuntungkan atas kesepakatan tersebut adalah Jonru—pengusaha UMKM (menjual Sepray) yang sukses melalui facebook. Sebagai kemenangan yang kandas begitu saja atas kemunculan Jokowi dan Facebook--diluar perkiraan para penebar Ide-ide Fundamentalisme Islam, keterbukaan informasi dan strategi buta untuk mengeksploitasi kebencian akan membuat prospek ideology kuno tersebut--hanya menjadi sekedar satuan terkecil media sosial, sebuah postingan dari Ideologi Web 2.0. 

 

Daftar Pustaka

 

Amstrong, Karen. 2014. Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis. Surabaya: Risalah Gusti.

Heryanto, Ariel. 2015. Identitas dan Kenikmatan: Politik Budaya Layar Indonesia. Jakarta: KPG.

Kapplan, Andreas M - Haenlein, Michael. 2010. Users of The World, Unite! The Challenges and Opportunities of Social Media. Indiana: Sciencedirect.

Muhtadi, Burhanudin. 2012. Dilema PKS: Suara dan Syariah. Jakarta: KPG.

Said, Edward Wadie. 2010. Orientalisme: Menggugat Hegemoni Barat dan Mendudukan Timur Sebagai Subjek. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wahid, Abdurrahman (Ed). 2009. Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia. Jakarta: The wahid Institute.

 

 

Online News

Admin, 16 Juni 2006, NU Nilai Tak Perlu Perda Syariat Islam, Jakarta: Suara Nahdatul Ulama (Jakarta: NU.or.id) diunduh pada tanggal 3/20/2016, bisa dilihat di http://www.nu.or.id/post/read/4606/nu-nilai-tak-perlu-perda-syariat-islam 

Admin, 16 Juni 2006, NU Nilai Tak Perlu Perda Syariat Islam, Jakarta: Suara Nahdatul Ulama, diunduh pada tanggal 3/20/2016, bisa dilihat di http://www.nu.or.id/post/read/4606/nu-nilai-tak-perlu-perda-syariat-islam 

 

Hamdan Zoelfa, 11 September 2013, Fenomena Peda Syariat Islam (Jakarta: Opini Tokoh Indonesia) diunduh pada tanggal 3/20/2016, bisa dilihat  http://www.tokohindonesia.com/publikasi/article/322-opini/4227-fenomena-perda-syariat-islam-di-daerah

Admin, 11 Agustus 2006, Perda Syariat Islam Sengaja Dibuat Abu-Abu, (Jakarta: Suara Nahdatul Ulama), diunduh pada tanggal 3/20/2016, bisa dilihat di  http://www.nu.or.id/post/read/5142/perda-syariat-islam-sengaja-dibuat-abu-abu

Michael Buehler, Edisi 4 September 2011, Partainya Sekuler, Aturannya Syariah (Jakarta: Majalah Tempo), hlm 74-75

Moh Khodiq Duhri, 3 Januari 2012, Soal Gunakan Mobil Rakitan SMK Pemkab Klaten Dinilai Kalah Start (Solo: Solopos.com) diundung pada tanggal 21/3/2016 di http://www.solopos.com/2012/01/03/soal-gunakan-mobil-rakitan-smk-pemkab-klaten-dinilai-kalah-start-154191

Indah Septianing, 5 Februari 2010, Hari Ini, PAN-PKS deklarasikan dukung Jokowi-Rudy (solo: Solopos.com) diundung pada tanggal 21/3/2016 di http://www.solopos.com/2010/02/05/hari-ini-pan-pks-deklarasikan-dukung-jokowi-rudy-13985

Admin, 3 September 2014, Jumlah Pengguna Facebook di Indonesia (Sosmedtoday.com) diundung pada tanggal 3/20/2016 di http://sosmedtoday.com/2014/09/jumlah-pengguna-facebook-di-indonesia/

Gusti Greheson, 4 Juli 2008, Fenomena Golput Ketidakpercayaan Pada Partai Politik dan Figur Kandidat (Yogyakarta: UGM) diunduh pada tanggal 3/20/2016 di http://ugm.ac.id/id/berita/361-fenomena.golput.ketidakpercayaan.pada.partai.politik.dan.figur.kandidat

Yulistyo Pratomo,12 April 2014, Ini Tingkat Partisipasi Pemilih dari Pemilu 1955-2014 (Jakarta: Merdeka.com) diunduh pada tanggal 3/20/2016 http://www.merdeka.com/politik/ini-tingkat-partisipasi-pemilih-dari-pemilu-1955-2014.html

Editorial, 3 Juni 2009, Inilah Curatan Prita ke Penjara (Jakarta: Kompas.com) diuduh pada tanggal 20/3/2016 di http://nasional.kompas.com/read/2009/06/03/1112056/inilah.curhat.yang.membawa.prita.ke.penjara

Kresna, 26 Maret 2015, Komentar ‘Bajingan’ di FB, Sastrawan Saut Situmorang ditangkap (Jakarta: Merdeka.com) ditundung tanggal 20/3/2015 di http://www.merdeka.com/peristiwa/komentar-bajingan-di-fb-sastrawan-saut-situmorang-ditangkap.html

Erik Purnama Putra, 17 Juli 2014, Ucapan Sinting Fahri Hamzah Antar Jokowi Jadi Presiden? (Jakarta: Republika.co.id) diuduh pada tanggal 20/3/2016 di http://www.republika.co.id/berita/pemilu/menuju-ri-1/14/07/17/n8urkb-ucapan-sinting-fahri-hamzah-antar-jokowi-jadi-presiden

Adm, (UK: Oxforddictionaries.com) search in 21/3/2016 http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/hater

Jonru (Fanpage), Posted 19.15 Pm 19/3/2016 https://www.facebook.com/jonru.page/photos/a.143624529728.103413.68286339728/10154118507094729/?type=3&theater

Jose Antonio Vargas, 17 Februari 2012, Spring Awakening: How An Egyptian Revolution Began on Facebook (New York: Nytimes.com) diundunh pada tanggal 22/3/2016  http://www.nytimes.com/2012/02/19/books/review/how-an-egyptian-revolution-began-on-facebook.html

Yudha Manggala D Putra, 8 Desember 2015, Kemenhub Resmi Larang Gojek dan Sejenisnya Beroperasi (Jakarta: Republika) diunduh pada tanggal 21/3/2016 di http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/12/18/nziml1284-kemenhub-resmi-larang-gojek-dan-sejenisnya-beroperasi

Dewi Rina, 18 Februari 2016 Presiden Jokowi Bertemu Dengan CEO Facebook, Mark Zuckerberg (Jakarta: Tempo.co) diundung pada tanggal 21/3/2016 di https://m.tempo.co/read/news/2016/02/18/116746028/presiden-jokowi-bertemu-dengan-ceo-facebook-mark-zuckerberg



[1] Admin, 16 Juni 2006, NU Nilai Tak Perlu Perda Syariat Islam, Jakarta: Suara Nahdatul Ulama (Jakarta: NU.or.id) diunduh pada tanggal 3/20/2016, bisa dilihat di http://www.nu.or.id/post/read/4606/nu-nilai-tak-perlu-perda-syariat-islam 

[2]  Hamdan Zoelfa, 11 September 2013, Fenomena Peda Syariat Islam (Jakarta: Opini Tokoh Indonesia) diunduh pada tanggal 3/20/2016, bisa dilihat  http://www.tokohindonesia.com/publikasi/article/322-opini/4227-fenomena-perda-syariat-islam-di-daerah

[3] Tragedi Pengungsi Rohingnya yang diusir dari Myanmar (2014) ketika mayoritas Budha Myanmar mengusir etnis tersebut yang beragama Islam dan Narenda Modi Presiden Terpilih India 2014 yang dituduh terlibat kerusuhan Gujarat antara Umat Hindu dan Islam di India tahun 2002. Agama Islam dikedua Negara tersebut merupakan agama minoritas dan menjadi korban kejahatan HAM.

[4] Admin, 16 Juni 2006, NU Nilai Tak Perlu Perda Syariat Islam, Jakarta: Suara Nahdatul Ulama, diunduh pada tanggal 3/20/2016, bisa dilihat di http://www.nu.or.id/post/read/4606/nu-nilai-tak-perlu-perda-syariat-islam 

[5] Admin, 11 Agustus 2006, Perda Syariat Islam Sengaja Dibuat Abu-Abu, (Jakarta: Suara Nahdatul Ulama), diunduh pada tanggal 3/20/2016, bisa dilihat di  http://www.nu.or.id/post/read/5142/perda-syariat-islam-sengaja-dibuat-abu-abu

[6] Michael Buehler, Edisi 4 September 2011, Partainya Sekuler, Aturannya Syariah (Jakarta: Majalah Tempo), hlm 74-75

[7] Ariel Heryanto, Identitas dan Kenikmatan: Politik Budaya Layar Indonesia (Jakarta: KPG, 2015), Hlm.53

[8] Ibid, hlm. 85-88

[9] Strereotipe Barat terhadap Islam memiliki sejarah yang panjang. Salahsatunya pengetahuan Barat Tentang Muhammad yang dipenuhi prasangka, bisa dilihat di buku Karen Amstrong Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis. Pada BAB I buku tersebut focus membahas beragam kesalahan dan sejarah asumsi barat terhadap Muhammad yang keliru dan dipenuhi mitos. Atau Edward W Said dalam buku “Orientalisme”, untuk menunjukan bagaiman orientalisme melakukan studi yang berat sebelah ketika berbicara Islam atau Muhammad.

[10] Abdurahman Wahid (ed), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia (Jakarta: The Wahid Institute, 2009) hlm, 24

[11] Moh Khodiq Duhri, 3 Januari 2012, Soal Gunakan Mobil Rakitan SMK Pemkab Klaten Dinilai Kalah Start (Solo: Solopos.com) diundung pada tanggal 21/3/2016 di http://www.solopos.com/2012/01/03/soal-gunakan-mobil-rakitan-smk-pemkab-klaten-dinilai-kalah-start-154191

[12] Indah Septianing, 5 Februari 2010, Hari Ini, PAN-PKS deklarasikan dukung Jokowi-Rudy (solo: Solopos.com) diundung pada tanggal 21/3/2016 di http://www.solopos.com/2010/02/05/hari-ini-pan-pks-deklarasikan-dukung-jokowi-rudy-13985

[13] “menerapkan standar ketat dalam proses rekruitmen dan pelatihan anggota” dalam burhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah (Jakarta; KPG, 2012), hlm.5

[14] Andreas M Kaplan dan Michael Haenlein, Users of The World, Unite!The Chalenges and Opportunities of Social Media (Indiana:ScienceDirect, 2010), hlm. 60-61.

[15] Admin, 3 September 2014, Jumlah Pengguna Facebook di Indonesia (Sosmedtoday.com) diundung pada tanggal 3/20/2016 di http://sosmedtoday.com/2014/09/jumlah-pengguna-facebook-di-indonesia/

[16] Gusti Greheson, 4 Juli 2008, Fenomena Golput Ketidakpercayaan Pada Partai Politik dan Figur Kandidat (Yogyakarta: UGM) diunduh pada tanggal 3/20/2016 di http://ugm.ac.id/id/berita/361-fenomena.golput.ketidakpercayaan.pada.partai.politik.dan.figur.kandidat

[17] Yulistyo Pratomo,12 April 2014, Ini Tingkat Partisipasi Pemilih dari Pemilu 1955-2014 (Jakarta: Merdeka.com) diunduh pada tanggal 3/20/2016 http://www.merdeka.com/politik/ini-tingkat-partisipasi-pemilih-dari-pemilu-1955-2014.html

[18]  Editorial, 3 Juni 2009, Inilah Curatan Prita ke Penjara (Jakarta: Kompas.com) diuduh pada tanggal 20/3/2016 di http://nasional.kompas.com/read/2009/06/03/1112056/inilah.curhat.yang.membawa.prita.ke.penjara

[19] Kresna, 26 Maret 2015, Komentar ‘Bajingan’ di FB, Sastrawan Saut Situmorang ditangkap (Jakarta: Merdeka.com) ditundung tanggal 20/3/2015 di http://www.merdeka.com/peristiwa/komentar-bajingan-di-fb-sastrawan-saut-situmorang-ditangkap.html

[20] Bernama Asli Megawati Sukarnaputri, ia merupakan Anak Presiden Soekarno, juga menjadi Presiden Periode 2002-2004. Megawati merupakan Pendiri Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang sampai hari ini tetap menjabat ketua Umum. PDI-P merupakan partai pendukung utama Jokowi meskipun beberapa tahun belakangan mulai terjadi perbedaan visi politik antara sang figure (Jokowi) dan Partai Pengusung (PDI-P).

[21]  Erik Purnama Putra, 17 Juli 2014, Ucapan Sinting Fahri Hamzah Antar Jokowi Jadi Presiden? (Jakarta: Republika.co.id) diuduh pada tanggal 20/3/2016 di http://www.republika.co.id/berita/pemilu/menuju-ri-1/14/07/17/n8urkb-ucapan-sinting-fahri-hamzah-antar-jokowi-jadi-presiden

[22]Adm, (UK: Oxforddictionaries.com) search in 21/3/2016 http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/hater

[23] Kunjungan Jokowi ke Saudi Arabia dinyatakan Jonru sebagai kutukan sebab sebelum mendarat di Arab Saudi, ada peristiwa jatuhnya Crane Pembangunan Kota Suci Makkah. Lalu, pernah Jonru hampir dilaporkan pada pihak Kepolisian karena menganggap Foto Jokowi berfoto di Papua memakai sarung (kain untuk alat Shalat Islam di Indonesia) sebagai foto palsu hasil editan, fotografer kepresidenan hampir saja melaporkannya. Dan sekian tuduhan-tuduhan yang remeh dan tidak masuk akal namun cukup mengobati perasaan para haters. 

[25] Jose Antonio Vargas, 17 Februari 2012, Spring Awakening: How An Egyptian Revolution Began on Facebook (New York: Nytimes.com) diundunh pada tanggal 22/3/2016  http://www.nytimes.com/2012/02/19/books/review/how-an-egyptian-revolution-began-on-facebook.html

[26] Dua Perusahaan ini (Gojek-Grabtaxi) merupakan revolusi dalam transfortasi swasta. Sebab pemesanan angkutan ini memanfaatkan teknologi smartphone, lebih mudah dipesan dan dianggap lebih murah. Serta diminati oleh warga kota-kota besar di Indonesia dan Jakarta Khususnya.

[27] Yudha Manggala D Putra, 8 Desember 2015, Kemenhub Resmi Larang Gojek dan Sejenisnya Beroperasi (Jakarta: Republika) diunduh pada tanggal 21/3/2016 di http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/12/18/nziml1284-kemenhub-resmi-larang-gojek-dan-sejenisnya-beroperasi

[28] Dewi Rina, 18 Februari 2016 Presiden Jokowi Bertemu Dengan CEO Facebook, Mark Zuckerberg (Jakarta: Tempo.co) diundung pada tanggal 21/3/2016 di https://m.tempo.co/read/news/2016/02/18/116746028/presiden-jokowi-bertemu-dengan-ceo-facebook-mark-zuckerberg

Ikuti tulisan menarik Iman Zanatul Haeri lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler