x

Iklan

Wawan Priyanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Monako, Hujan, dan Keberuntungan

Di Monako, hujan membuat peta balapan berubah. Pembalap yang start dari posisi terkakhir pun bisa menang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Foto: Manor Racing Media

Pembalap tim Mercedes Lewis Hamilton langsung berharap balapan di Monako berlangsung dalam cuaca hujan. Hal ini diutarakan Lewis di jumpa pers setelah ia hanya mampu tampil sebagai tercepat ketiga di babak kualifikasi, Sabtu, 28 Mei 2016.

Pertanyaannya, kenapa Lewis dan (mungkin beberapa pembalap yang start di urutan di belakang) berharap hujan? Jawabannya mudah, jika balapan dalam cuaca cerah, pemegang pole position (dalam hal ini Daniel Ricciardo-RedBull Racing) memiliki kans yang besar untuk memenangi balapan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ricciardo dapat bebas mencetak laptime yang cepat karena dia di depan dan tidak ada hambatan berarti. Sebaliknya, pembalap di belakangnya nyaris tidak memiliki celah untuk melakukan overtaking. Sirkuit Monako dikenal sempit dengan 19 tikungan tajam.

Sebelum balapan pekan lalu, pembalap Indonesia Rio Haryanto (Manor Racing) mengatakan kesempatan besar untuk bisa melakukan overtaking hanya ada di turn 1 dan turn 10. Di dua turn (tikungan) ini, pembalap bisa menggeber mobil sekencang mungkin sebelum hard braking dan menikung.

Nah, jika balapan berlangsung dalam kondisi lintasan basah. Cerita akan berbeda. Pembalap yang start dari posisi paling buncit sekalipun punya kans untuk menang.

Saya masih ingat bagaimana dramatisnya balapan di Monako pada 1996 silam. Hujan terus mengguyur sirkuit sejak Minggu pagi. Lintasan basah. Semua pembalap turun dengan ban full wet. Pimpinan lomba ketika itu adalah Michael Schumacher dengan mobil Ferrari-nya. Damon Hill (Williams-Renault) yang begitu dominan di musim itu sekaligus pimpinan klasmen pembalap, start di posisi kedua.

Saking licinnya lintasan, saat warm up sudah memakan korban. Adalah pembalap Forti-Ford, Andrea Montermini yang menjadi korban. Mobilnya melintir dan menabrak dinding. Karena mobilnya rusak berat, Montermini, gagal mengikuti start alias Did Not Start (DNS).

Drama dimulai saat start. Tanpa pengawalan safety car, Jos Verstappen dari tim Footwork-Hart (ayah dari Max Verstappen-RedBull Racing) menjadi korban pertama selepas start. Lalu berturut-turut Schumacher, Ruben Barrichello (Jordan-Peugeot), Pedro Lamy (Minardi Ford), dan Giancarlo Fisichella (Minardo-Ford). Mereka tak sanggup menyelesaikan satu putaran pertama. Total ada 18 pembalap yang tidak mampu menyelesaikan lomba.

Kejutan datang dari Olivier Panis (Ligier-Mugen Honda) yang start dari P14. Bak cerita dongeng, Panis tampil sebagai juara dan berhak mendapatkan 10 poin. Ia membawa mobil Ligier JS43 melintasi garis finish pertama setelah menyelesaikan 75 putaran. Tempat kedua dan ketiga adalah David Coulthard (McLaren-Mercedes) 6 poin dan Johnny Herbert (Sauber-Ford) 4 poin. Heinz-Harrald Frentzen (Sauber-Ford) fisnih di posisi keempat meski tertinggal 1 putaran berhak mendapatkan 3 poin. Mika Salo (Tyrell-Yamaha) dan Mika Hakkinen (McLaren-Mercedes) yang mengalami kecelakaan di putaran ke-70 tetap dianggap finish dan masing-masing mendapatkan tambahan 2 dan 1 poin.

Benar-benar balapan yang kacau dan di luar dugaan. Tapi, itulah Monako. Hujan membuat peta balapan berubah. Sama seperti yang terjadi pada seri keenam musim ini. Bedanya, Lewis yang tampil sebagai juara, start dari posisi ketiga. Ricciardo yang pole hanya finish kedua. Rosberg yang start dari posisi kedua hanya mampu finish di posisi ketujuh. Berkah bagi Segio Perez (Sahara Force India) yang start dari posisi kedelapan, finish di podium ketiga. Itulah Monako. Hujan membuat balapan yang cenderung membosankan malah menjadi menarik.

Rio Haryanto yang start dari posisi ke-19 tidak mampu berbuat banyak. Ia finish di posisi ke-15. Sementara itu, rekan satu timnya, Pascal Wehrlein (Jerman) finish di posisi ke-14. Menurut Rio, stint pertama saat menggunakan ban full wet mampu tampil baik dan kompetitif. Begitu pula saat mengganti ban intermediate di putaran ke-11, ia masih bisa menempel catatan waktu Pascal. Masalah datang setelah mengganti ban Ultrasoft di putaran ke-34, catatan waktu Rio langsung drop.

Saya sempat bertanya ke Rio melalui WhatsApp tentang catatan waktunya yang terus melorot. “Saya kesulitan mendapatkan temperatur ban yang ideal. Saat itu juga kena bendera biru (overlap), saya harus minggir dan kena lintasan basah. Terus berulang di lap antara 34-47,” jawab Rio.

Rio keluar lintasan usai mengganti ban Ultrasoft di putaran ke-23. Temperatur ban yang masih dingin, Rio tidak mampu memacu mobilnya dengan maksimal. Setelah disusul Pascal dan Grosjean, Rio kembali harus menepi ke lintasan basah karena akan di-overlap. Inilah yang menyebabkan temperatur ban Rio tidak bisa mencapai titik ideal. Ban Ultrasoft ini memiliki karakter yang sensitif terhadap permukaan lintasan, yang berpengaruh pada temperatur ban.

Laptime Rio kembali membaik dan bahkan bisa mengalahkan laptime Pascal setelah mengganti ban Ultrasoft di stint terakhir. Best lap Rio 1 menit 19,868 detik di lap ke-45 dan Pascal 1 menit 20,372 di lap ke-46. Rio harus puas finish di posisi ke-15 dan Pascal ke-14. Sebuah catatan positif untuk Rio bisa finish di balapan F1 pertama kalinya di Monako. GP selanjutnya adalah GP Kanada yang akan dilangsungkan pada 12 Juni 2016.

Ikuti tulisan menarik Wawan Priyanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler